Cerita
ini hanya fiksi. Kesamaan nama orang dan tempat hanya kebetulan belaka.
Kisah
dalam Cerber ini kupersembahkan untuk Teman-teman KEMPONG
Chapter 5
I Will Survive
Zzzrrrtttt...
Beberapa zombie tampak tersetrum lalu hangus ketika bersentuhan dengan tembok
besi yang mengitari Masjid, dan beberapa penjaga segera menghancurkan kepala
zombie itu selagi mereka lengah. Heru, Rio, Fina, Vian, Inggar, Hana, Nanang,
Rina, Angga, dan Aji smile kini berada di atas menara Masjid, angin yang dingin
di malam hari tak menghalangi mereka untuk berada di atas dan terus memandangi
sekitar Masjid. “Jadi sistem perlindungannya seperti ini, ya?” ujar Aji smile
memandangi tiap pagar besi yang dijaga oleh banyak orang. “Ya, dan mulai besok
pagi kita juga akan ikut berjaga seperti mereka. Masing-masing orang berjaga 3
jam” ujar Angga pelan. “Tidak apa-apa, setidaknya kita bisa tinggal disini
untuk sementara waktu. Tempat ini lebih nyaman dari dugaanku” ujar Heru
tersenyum. “Kalau begitu, ayo kita turun dan tidur. Kita perlu tenaga yang
cukup untuk besok. Hari ini benar-benar melelahkan sekali” Rio tersenyum ramah
pada teman-temannya. Akhirnya kesepuluh anak itu pun turun dari menara, mereka
menuju gedung masing-masing untuk beristirahat karena gedung pengungsian untuk
laki-laki dan perempuan dipisah.
“Jadi sebelumnya kalian bersama dengan Rina dan Silvi?”
ujar Yessi tak percaya. “Iya, dan Siwi juga sebenarnya tapi Siwi tak bisa
diselamatkan” ujar Suci pelan. “Siwi...” Yessi hendak menangis tapi Ghaida dan
Iqma memeluknya sehingga Yessi bisa lebih tenang. “Sudah malam Yes, ayo tidur.
Yang penting sekarang kamu sudah tahu kalau teman-teman kita yang lain masih
hidup, kan?” ujar Iqma pelan. “Tapi aku ingin bertemu denagn mereka” ujar Yessi
lagi. “Bukankah kamu setidaknya harus bersyukur karena mereka semua masih
hidup, soal bisa bertemu atau tidak, kita berikhtiar saja” ujar Silvi sambil
tersenyum. “Dan lagi, kami tidak tahu kemana tujuan mereka selanjutnya” ujar
Ifah sambil memejamkan matanya. “Kuharap handphone mereka segera bisa dihubungi
lagi” ujar Yessi sambil terus mencoba menghubungi nomor kedua sahabatnya itu.
Yusuf masih belum bisa tidur, ia mengucek-ucek matanya
yang merah sambil melihat sekeliling, tampak para pengungsi yang lain sudah
banyak yang terlelap, teman-temannya pun juga sudah tertidur. “Masih belum
tidur?” Gallant berjalan mendekati Yusuf, membawa susu hangat di tangannya.
“Kepalaku masih terus berputar” Yusuf tersenyum simpul. “Ini suf, minum”
Gallant membagi minumannya pada Yusuf kemudian duduk di sampingnya. “Kepalaku
juga masih berputar-putar, tubuhku juga capek, tapi entah kenapa hatiku belum
merasa tentram, seperti merasa belum aman saja, padahal disini sudah
benar-benar aman, sudah ada yang menjaga dan sistemnya pun jelas” ujar Gallant
panjang lebar. “Ha9X... dan mulai besok kita juga harus ikut menjaga ya” Yusuf
tertawa, ternyata pikirannya sama dengan Gallant. “Tapi kita harus tidur Suf
agar kita bisa mengisi tenaga kita lagi, biar G loyo besok. Pengalaman hari ini
mengajarkanku bahwa kita harus terus waspada tapi ketika kita punya waktu untuk
beristirahat, kita harus benar-benar memanfaatkannya” Gallant pun menyelimuti
dirinya, lalu mencoba memejamkan mata. Yusuf akhirnya ikut menutup matanya dan
berusaha untuk tidur.
“Aaaahhh... Matahari terbit pertama yang kulihat di 2012”
ujar Fina sambil memandang langit. “Fin, kamu enggak mau tidur lagi?” ujar Rina
yang baru saja sholat Subuh mendekati Fina. “Enggak, aku mau disini saja. Nanti
siang saja aku tidurnya” ujar Fina tersenyum sambil duduk santai di tangga
Masjid. “Oh iya, itu apa Rin?” Fina menunjuk tiang-tiang besar seperti pilar
tapi tertutup kain. “Itu payung, payung raksasa” ujar Rina pelan. “Hah, buat
apa?” tanya Fina tak mengerti. “Entahlah, ya mungkin buat memayungi para jemaah
kalau lagi panas atau hujan” jawab Rina seadanya. “Hla sekarang kenapa tidak
dibuka saja? Pasti luar biasa besarnya” ujar Fina sangat penasaran. “Biasanya
Cuma dibuka pas acara-acara besar, untuk sholat ied, dsb” beritahu Rina yang
akhirnya duduk di sebelah Fina. “Tak kusangka Rin, aku bisa bertahan sejauh
ini, dan aku senang sekali bisa melalui ini bersamamu” ujar Fina sambil
merangkul Fina. “Ya, tapi Siwi dan Yessi...” Rina menundukkan kepalanya. “Yessi
pasti masih bertahan hidup, kita harus berpikir positif” ujar Fina mantap. “Oh
iya, disini pasti ada banyak stop kontak, aku mau me charge handphone ku” ujar
Rina tiba-tiba. “Ayo...” Fina tersenyum lalu keduanya beranjak memasuki gedung,
mencari stop kontak.
“Ifah, jangan banyak-banyak... kita harus berbagi dengan
yang lain” ujar Suci pelan, mengembalikan bahan makanan yang sebelumnya sudah
Ifah masukkan ke troli belanjaan. “Sudah Ci, kita kan G bakalan tahu kita akan
berada disini sampai kapan? Jadi G ada salahnya kalau kita ambil banyak,
hitung-hitung buat cadangan” ujar Ifah sambil berbisik. “Kan sudah diatur oleh para
pengungsi disini, kita tak boleh membawa lebih dari yang kita butuhkan” ujar
Suci lagi. “Kalian...” ujar Toni terkejut. Ia dan Tanti tengah berbelanja juga.
“Hei, hei... jangan ambil terlalu banyak” larang Tanti saat melihat Ifah
memasukkan banyak makanan ke dalam troli belanja. “Tuh, kan...” ujar Suci pada
Ifah. “Sudahlah teman-teman, kita kan juga harus berbagi dengan para pengungsi
lainnya, kita juga sama-sama mencoba bertahan hidup” ujar Tanti sambil tersenyum.
“Oia, mana Ghaida dan Iqma?” tanya Toni tiba-tiba. “Mereka ada di butik di
lantai 2, mumpung gratis kata mereka jadi mereka mau mengambil banyak pakaian
yang mereka suka” ujar Ifah sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Bisa-bisanya
di saat-saat seperti ini mereka sempat memikirkan hal seperti itu” ujar Toni
tak habis pikir.
“Wah, ini bagus sekali...” ujar Ghaida sambil terus
bergaya di depan cermin. “Sudah cukup ah, Ghaida... Nggak enak nih, daritadi
kita disini terus” ujar Iqma yang akhirnya merasa capek terus menemani Ghaida.
“Hla kamu G mau nyoba juga?” ujar Ghaida sambil terus bergaya. “Kan aku sudah
tadi, kita sudah tiga jam lho disini. Aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan
kok, udah cukup kurasa lagipula kalau kamu ambil sebanyak itu apa cukup nanti
dimasukkan ke dalam ranselmu semua?” ujar Iqma pelan. “Hei, kalian ternyata dari
tadi disini, ya?” ujar Gallant sambil memasuki butik. “Gallant, kamu ngapain
disini? Bukannya kamu tadi sama Yusuf mencoba berkeliling mall ini? Melihat
mana saja pintu masuk yang aman dan mengecek segalanya?” ujar Iqma terkejut
melihat Gallant. “Sudah kok, bahkan aku dan Yusuf tadi sudah ke atapnya Citra,
maka dari itu aku heran, sejak kami mulai berkeliling sampai udah selesai kok
kalian masih disini” ujar Gallant tertawa. “Hahaha.. Iya nih, Ghaida lama
banget” ujar Iqma sengaja mengeraskan suaranya. “Aaah, apa sih?” Ghaida
tiba-tiba ngambek dan keluar dari butik. “Wah, dia ngerasa tuh” Gallant
tertawa. “Sudahlah, biarkan saja..” Iqma tertawa. “Ya sudah, aku mau makan siang
dulu. Mau ikut?” Gallant menawari Iqma. “Hla Yusuf dimana?” tanya Iqma
penasaran. “Ha9X... habis keliling dia langsung menuju tempat favoritnya”
Gallant tertawa.
“Kyaaaa!!! Ctaar... Ctaarrr!!!” orang-orang berlarian
ketika monster itu muncul dari dasar laut dan segera melahap orang-orang di
sekitarnya. “Wuuuaaa!!!” Yusuf terkejut, ia menelan ludah dan “Wuuuaaaa!!”
Yusuf terperanjat kaget ketika ada yang menarik kakinya. “Hahahahaha...”
terdengar suara orang tertawa di dekatnya. Yusuf memandangi orang tersebut,
ternyata Tanti dan Toni. “wah, Yusuf nonton bioskop sendirian G
ngajak-ngajak..” ujar Toni sambil duduk di sebelahnya. “Ha9X... Yang ditonton
film zombie pula” ujar Tanti tak habis pikir. “Aah, kalian ngaget-ngagetin aja.
Aku G suka diganggu kalau pas lagi nonton dan Ssssttt!!! Jangan ajak aku
ngobrol saat lagi nonton” ujar Yusuf dengan wajah kesal. Toni dan Tanti saling
berpandangan kemudian tertawa.
“Jadi tuas ini berfungsi untuk menaikkan kain yang ada di
pilar sehingga membentuk payung raksasa, ya?’ ujar Rina pada operator di bagian
gedung sumber daya. “Pak, lalu mesin-mesin ini?” tanya Rio penasaran. “Ini
sumber tenaga untuk menghantarkan listrik sepanjang tembok besi dan listrik
yang berada disini juga berasal dari mesin ini, tapi sumber daya ini hanya
tersisa satu bulan saja untuk kita gunakan” beritahu operator tersebut.
“Rina!!! Rina!!” tiba-tiba Fina berteriak kegirangan sambil memasuki ruangan
sumber daya. “Ada apa, Fin?” tanya Rina penasaran. “Tersambung, coba kamu yang
bicara” Fina menempelkan handphonenya ke telinga Rina. “Hallo... Hallo??”
terdengar suara yang familiar dari ujung telepon. “Ini Yessi??” tanya Rina tak
percaya. “Rina??” jawab Yessi dengan suara bergetar, nampaknya Yessi terharu
dan tak percaya bisa mendengar suara sahabatnya. “Yessi, kamu dimana sekarang?”
tanya Rina segera. “Aku ada di tempat pengungsian di Mall Ciputra, kamu dan
Fina??” tanya Yessi balik. “Aku dan Fina juga berada di tempat pengungsian,
kami ada di Masjid Agung Jawa Tengah” jawab Rina ikut terharu. “Rina, aku juga
mau ngomong” ujar Fina masih tak percaya. “Ini” Rina segera memberikan
handphone tersebut pada Fina. “Kalian bersama dengan siapa saja? Apa bersama
dengan teman-teman kita yang lain?” ujar Yessi dengan nada penasaran. “Yessi,
ini aku lagi, Fina... Ya, kami bersama teman-teman yang lain, ada Rio, Heru,
Angga, Aji smile, Vian, Inggar, Nanang, dan Hana. Hla kamu?” tanya Fina balik.
“Disini ada Silvi, Yusuf, Gallant, Toni, Tanti, Suci, Ifah, Ghaida dan Iqma”
jawab Yessi cepat. “Syukurlah Toni dan yang lain baik-baik saja, kami sempat
berpisah dengan mereka. Tapi berarti Mey, Aji, dan Rima...” Fina tak meneruskan
kata-katanya. “Ya” jawab Yessi segera. Rio yang sedari tadi mendengarkan
pembicaran Fina dan Rina dengan Yessi tampak senang karena berarti
teman-temannya yang lain masih hidup.
Aji smile dan Vian duduk berdua sambil memandangi tembok
besi yang mereka jaga, sesekali mereka mengecek apakah ada zombie lagi di luar
sehingga bisa mereka hancurkan kepalanya. Sambil menghisap rokok keduanya
memandangi langit. “Apakah setelah ini kehidupan di dunia benar-benar berubah,
ya?” ujar Aji smile pelan. “Iya, itu pasti” jawab Vian sambil menikmati
rokoknya. Tiba-tiba Hana dan Inggar melintas di depan mereka. “Hei kalian, lho
kok tidak menyapa kami? Melintas begitu saja?” ujar Aji smile pada keduanya.
“Kami mencari televisi” beritahu Hana segera. “Televisi?” Vian dan Aji smile
saling berpandangan. “Aku penasaran dengan acara yang ada di tv, berita-berita
seperti apa yang muncul dan bagaimana tindakan pemerintah terhadap wabah zombie
ini?” ujar Hana terus terang. “Ah pemerintah apa? Buktinya sampai sekarang tak
ada regu penolong atau apapun” ujar aji smile tersulut emosi. “Kita sekarang
hanya bisa mengandalkan diri kita masing-masing” ujar Aji smile lagi. Hana dan
Inggar diam saja dan tak menanggapi kata-kata Aji smile. “Coba kamu ke
sekretariat Masjid Agung Jawa Tengah di dekat tempat wudhu, ruangan paling
kanan, aku tadi malam saat mau tidur melewatinya dan kulihat ada Tv” ujar Vian
pelan. “Ah, terima kasih, kalau begitu aku dan Inggar pergi dulu ya. Kalian
bersemangat ya untuk terus berjaga!” Hana tersenyum pada Aji smile dan Vian.
“Ya tuhan, banyak sekali kekacauan yang terjadi,
ternyata” ujar yusuf tak percaya, memandangi tayangan Tv di toko elektronik
bersama Toni dan Tanti. “Wow” tiba-tiba Gallant dan Iqma muncul. Kelima anak
itu bersama dengan para pengungsi lainnya terpana dengan tayangan di tv
tersebut. Seluruh Indonesia terinfeksi wabah zombie dalam sehari, dan disana
tidak ditayangkan bagaimana kondisi di luar negeri. “Hebat sekali orang-orang
stasiun tv, mereka tetap mengudarakan berita” ujar Gallant takjub. “Tapi tidak
ada tayangan yang menunjukkan reaksi pemerintah. Tidak jelas apakah presiden
dan para menterinya masih hidup atau mungkin malah melarikan diri demi
keselamatan mereka” ujar Yusuf pada teman-temannya. “Negara kita sudah hancur,
ya?” ujar Iqma tak percaya. “Pada akhirnya tak ada yang bisa kita andalkan... tapi
aneh, kenapa kita tak bisa menonton saluran luar negeri?” ujar Toni penasaran.
“Iya, aku juga penasaran ingin melihat kondisi di luar tapi mungkin jaringan
parabolanya rusak atau bagaimana, entahlah” ujar Yusuf lagi. “lalu bagaimana
langkah kita selanjutnya? Setelah menonton tayangan ini, aku jadi pesimis” ujar
Tanti terus terang.
“Apa ini?” ujar Hana takjub. Seluruh Indonesia dalam
waktu satu hari mengalami Apocalypse, wabah zombie sudah tersebar kemana-mana
bahkan hingga ke pelosok. “Parah sekali kekacauan di luar sana” Inggar menelan
ludah tak percaya dengan tayangan yang dilihatnya. Rio, Heru dan Nanang yang
baru datang pun ikut menyaksikan tayangan Tv tersebut. “Benar-benar kiamat” ujar
nanang putus asa. “Aaahhh... Aaaahhh....” Hana meninju-ninju meja di dekatnya.
“Sudah Han, tenanglah” ujar Inggar menenangkan. “Aku tahu aku pasti akan sedih
ketika melihat kenyataan di Tv tapi aku tak menyangka kalau aku akan sesedih
ini, berarti daerahku.... Pekalongan juga. Aku ingin marah, tapi aku tak tahu
harus marah pada siapa!” ujar Hana keras, tiba-tiba memukul-mukul dadanya. “Oh
iya, tadi Fina dan Rina baru saja berkomunikasi dengan Yessi lho” ujar Rio
berusaha mengalihkan kesedihan Hana dengan memulai topik yang baru. “Benarkah?”
ujar Heru terkejut. “Iya, dan Yessi bersama teman-teman yang lain kini berada
di shelter. Mereka ada di Mall Ciputra” beritahu Rio lagi.
“Teman-teman, aku baru berkomunikasi dengan Rina dan
Fina” tiba-tiba Yessi dan Silvi muncul, mereka mendekati Toni dan yang lain.
“Dimana mereka sekarang?” tanya Gallant terkejut. “Mereka ada di Masjid Agung
Jawa Tengah” ujar Yessi lagi. “Teman-teman, bagaimana? Berarti kita punya satu
tempat tujuan lagi kalau shelter Mall Ciputra ini sudah tak aman lagi” ujar
Gallant tersenyum sambil memandang teman-temannya.
Beberapa hari pun berlalu, tanpa terasa anak-anak itu
sudah tinggal di Shelter selama 3 hari. Mereka mulai nyaman dengan kondisi
tempat tinggal baru mereka dan mulai terbiasa dengan peraturan disana. Selama
tiga hari itu pula kedua kelompok itu berkomunikasi lewat telepon, mereka
saling mengabarkan kondisi mereka. “Aku masih tak percaya sebelum benar-benar
bertemu denganmu Suf, kalau kau masih hidup” ujar Heru pelan. “Ha9X... Aku juga
meragukanmu.. Suaramu pun berubah kalau di telepon, tahu” Yusuf tertawa.
“hahaha.. jadi kalian hari ini dapat shift malem? Kasihan sekali” Toni tertawa
mendengar cerita Aji smile dari ujung telepon. Begitulah percakapan mereka setiap
hari... Lalu suatu saat, tiba-tiba muncul sesuatu di langit. “Helikopternya
banyak sekali” Tanti, Suci, Ghaida, dan beberapa pengungsi lainnya yang berada
di atap Mall Ciputra takjub melihat banyaknya helikopter yang terbang melintasi
mereka. Simbol S besar tampak jelas di badan helikopter tersebut. 2 buah
helikopter mendarat di tengah alun-alun simpang lima. Tanti, Suci dan Ghaida
tersenyum sambil saling berpandangan. “Tim penyelamat, tim penyelamat datang!!”
orang-orang mulai berteriak. “Benar kan, dugaanku.... Benar kan yang kubilang?
Tim penyelamat pasti akan datang” ujar Ghaida terharu, tak percaya dengan yang
dilihatnya. “Semoga mereka benar-benar tim penyelamat” ujar Tanti berharap.
Beberapa orang berpakaian rompi, ber helm dan bermasker turun dari Helikopter,
mereka segera menembaki para zombie yang mendekat. Drrrtttt.... Tim penyelamat
itu hebat sekali, dengan cepat mereka melumpuhkan para zombie di sekitar mereka
dengan tembakan mereka yang luar biasa akurat. “Ayo... Ayo kita segera ke sana”
ujar Suci ketika melihat orang-orang di atap Mall Ciputra berbondong-bondong
turun melalui tangga untuk keluar. “Baiklah, aku akan memberitahu hal ini pada
Toni dan yang lainnya. Kalian berdua pergi ke alun-alun simpang lima duluan ya,
nanti kita semua bertemu disana” ujar Tanti keras. Ketiga anak itu pun akhirnya
turun, Ghaida dan Suci langsung menuju pintu keluar bersama para pengungsi
lainnya sedangkan Tanti kembali memasuki Mall untuk memberitahukan hal tersebut
pada teman-temannya.
Nanang dan Heru yang baru saja sholat Dhuha segera
berjalan menuju pintu masuk Masjid. Mereka hendak kembali ke Bus UNNES untuk
mengambil beberapa barang mereka yang tertinggal. Rio yang berpapasan dengan
mereka, mengobrol sebentar sebelum akhirnya Rio memasuki ruang sumber daya. Ia
mengecek mesin-mesin di ruang tersebut. “Lho, Rio?” ujar Rina yang baru saja
masuk ke dalam ruangan. “Kenapa Rin, terkejut lihat aku disini?” ujar rio
sambil tersenyum. “Ha9X... Iya, biasanya kan kamu jam segini jaga pintu, kali
ini shift ku menjaga ruang sumber daya” beritahu Rina. “Sebenarnya tiap hari
aku terus mengecek ke sini karena aku ingin memastikan semuanya aman” ujar Rio
memberitahukan alasannya ke ruang sumber daya pada Rina. “Hei, kau tidak
mempercayai para penjaga disini? Kami mengeceknya setiap hari lho” ujar Rina
sambil meninju bahu Rio. “Aku percaya kok, hanya saja kalau G kulihat dengan
mataku sendiri kalau benar-benar aman, aku pasti akan tetep penasaran. Ya
gimana lagi, kalau tiba-tiba terjadi sesuatu di luar dugaan, pastinya kan
merepotkan kalau mesin-mesin ini G berfungsi, ya G?” ujar Rio yang akhirnya
duduk di kursi di depan mesin kontrol Pilar. “Ha9X... Ya sudah, kamu nemeni aku
saja untuk hari ini soalnya Hana lagi di ruang sekretariat, ia akhir-akhir ini
hobby banget lihat perkembangan wabah zombie ini di Tv” ujar Rina ramah.
“Sepertinya wabah ini akan benar-benar berlangsung lama”
ujar Hana lemas melihat perkembangan berita di Tv. Angga menarik nafas panjang
kemudian berkata, “Baru tiga hari, tapi siaran di Tv hanya tinggal 2 channel
saja, itu pun tidak diudarakan setiap hari, tapi di waktu-waktu yang tak
menentu”. Hana meminum es lemon squash di depannya kemudian memandang langit,
“Apakah ini hukuman oleh Allah kepada para hambanya, ya?” ujarnya pelan. “Aku
rasa tetap pasti ada alasan di balik wabah ini, pasti ada... dan aku penasaran
virus apa yang bisa menyebabkan manusia menjadi zombie” ujar Angga lagi.
Tiba-tiba terdengar suara bising di langit. Hana dan Angga keluar dari ruang
sekretariat dan memandang ke atas. Tampak beberapa helikopter di atas mereka.
“Helikopter?” ujar Angga tak percaya.
“Lambang S itu...” Aji smile terperangah tak percaya
memandang helikopter-helikopter di langit Masjid Agung Jawa Tengah. “Memang ada
apa, Ji?” tanya Vian tak mengerti. Keduanya berdiri tegak memandang
helikopter-helikopter di atas mereka dari tempat pos jaga mereka. “Gawat,
helikopter-helikopter itu akan mendarat” ujar Aji smile tampak panik. “Aji, ada
apa? Memang kenapa dengan helikopter-helikopter itu?” tanya Vian semakin
kebingungan. Beberapa orang di dekat mereka tiba-tiba berlari menuju teras
Masjid. “Vian, kita harus pergi dari sini. Ayo kita cari yang lain.... setelah
itu kita pergi dengan bus” ujar Aji smile menatap wajah Vian dengan serius.
“Teman-teman, tim penyelamat datang!!” ujar Tanti keras
pada teman-temannya yang sedang berkumpul menikmati sarapan. “Benarkah?” ujar
Gallant tak percaya. “Kepada para pengungsi... Di luar tim penyelamat sudah
tiba. Mari kita ke luar dari sini dan menuju alun-alun” tiba-tiba terdengar
suara speaker keras di seluruh penjuru Mall. “Ya tuhan, akhirnya...” ujar Silvi
tak percaya. “Kalau begitu, ayo! Tunggu apa lagi” ujar Toni sambil menghitung
teman-temannya. “Lho, Suci dan Ghaida mana?” ujar Toni bingung. “Jangan
khawatir, mereka sudah lebih dulu ke alun-alun” ujar Tanti dengan wajah
gembira. Akhirnya kedelapan anak itu pun bergegas keluar dari Mall. “Entah
kenapa aku masih merasa ada yang aneh dengan tim penyelamat yang tiba-tiba
muncul. Kalau mereka benar-benar ada, lalu kenapa di Tv tak ada beritanya?”
ujar Yusuf bingung. “Suf, jangan berpikir negatif begitu, ah..” ujar Silvi
sambil memukul punggung Yusuf.
Rio dan Rina mendapatkan telepon dari Inggar. “Ya, ada
apa?” tanya Rio pelan. “Rio, ayo segera kesini. Di teras Masjid Agung Jawa
Tengah ada tim penyelamat” ujar Inggar dari ujung telepon. “Tim penyelamat?”
ujar Rio merasa aneh. “Apa Io, tim penyelamat?” ujar Rina tak percaya. Setelah
Inggar menutup teleponnya, Rio segera bergegas keluar dari ruang sumber daya
sambil berteriak keras, “Rina, jangan kemana-mana sebelum aku kembali!”
“Fina!! Inggar!! Jangan kesana!!!” cegah Aji smile keras.
“Ada apa memangnya, Ji?” tanya Inggar tak mengerti sambil terus memandangi para
pengungsi yang berlarian ke teras masjid. “Tunggu!! Tunggu dulu!!” Di sisi
lain, Vian berhasil menghadang Hana dan Angga yang hendak menuju teras Masjid.
“Ada apa, Vian?” ujar Hana bingung. “Kalian jangan kesana dulu!!” ujar Aji
smile yang muncul sambil diikuti oleh Fina dan Inggar. “Sebenarnya ada apa, Ji?
Katakanlah!” ujar Inggar penasaran. “Simbol S itu” Aji smile kembali memandangi
helikopter-helikopter yang kini sudah mendarat itu. “Teman-teman..” ujar Rio
yang baru saja muncul. “Io, kau ingat lambang S itu, kan?” ujar Aji smile
sambil menunjuk helikopter-helikopter di teras Masjid Agung Jawa Tengah yang
kini sudah dikerubuti oleh para pengungsi. “Ya, aku ingat. Tapi... Tidak
mungkin” ujar Rio menelan ludah, masih tak percaya dengan yang dilihatnya.
“Kalian berdua! Hei!! Kalian membuatku panik! Katakan apa yang sebenarnya
terjadi dan apa arti lambang S itu!” teriak Inggar sambil memukul bahu Aji
smile dan Rio. “Lihat!!” Vian menunjuk helikopter-helikopter itu. Beberapa
awaknya turun, berpakaian rompi, masker dan helm sambil membawa senjata di
tangannya. “Gawat” Rio memandangi langit, bebrapa Helikopter pun muncul dan
bersiap untuk mendarat. “Ya tuhan, banyak sekali” ujar Aji smile tak berkedip.
“Kita harus pergi dari sini. Oh iya, aku ingat. Heru dan Nanang sekarang berada
di bus UNNES. Aji, hubungi mereka agar bersiap! Aku ada ide untuk mengatasi hal
ini. Kalian semua berlarilah dulu menuju pintu depan dan segera masuk bus. Aku
dan Rina akan menyusul” ujar Rio cepat kemudian kembali berlari menuju ruang
sumber daya.
Yusuf, Gallant, Ifah, Iqma, Toni, Tanti, Silvi dan Yessi
akhirnya keluar dari Mall Ciputra. Ramai sekali alun-alun simpang lima. Para
zombie yang mendekat segera luluh lantak oleh senjata-senjata berat yang dibawa
oleh awak helikopter tersebut, seperti bazooka, senapan dan granat. Ledakan
yang terjadi dimana-mana tak menyurutkan niat para pengungsi untuk terus
mengerubuti helikopter-helikopter yang semakin banyak mendarat. Tampak Ghaida
dan Suci di tengah kerumunan para pengungsi lainnya yang meminta agar segera
dievakuasi. Yessi segera menghubungi Rina tentang kabar mendaratnya tim
penyelamat. “Hallo, Rina?” ujar Yessi keras. “Ya, Yessi. Ada apa?” tanya Rina
samar-samar mendengar suara Yessi yang tengah dalam hiruk pikuk para pengungsi.
“Kami di shelter Mall Ciputra sudah dijemput oleh tim penyelamat. Bagamana
dengan kalian yang berada di shelter Masjid Agung Jawa Tengah?” tanya Yessi
balik. “Tim penyelamat?” tanya Rina tak percaya. “Iya, helikopter-helikopter
dengan lambang S besar di badannya” ujar Yessi menerangkan. “Apa?” Rina
terkejut mendengarnya. “Yessi, menjauh!! Pergi dari situ!!” teriak Rina keras.
Sebelum Yessi bisa menjawab, ledakan besar terjadi.. Jdbuum!!! Yessi dan yang
lainnya terpental dan Handphone Yessi pun terjatuh entah kemana. “Yessi!!
Yessi!!!” teriak Rina keras. “Yessi!!!” Rina mencoba menghubungi Yessi lagi.
“Rina!!” tiba-tiba Rio muncul dan segera duduk di kursi kontrol. “Rio, gawat,
Yessi dan yang lain di shelter Mall Ciputra didatangi oleh orang-orang
berlambang S itu” ujar Rina panik. Rio tampak panik, ia seolah tak mendengarkan
kata-kata Rina dan sibuk menyiapkan mesin di depannya. “Rio! Dengarkan aku!”
ujar Rina tak kalah panik. “Aku tahu Rina! Aku mendengarnya! Tapi kita sekarang
juga sedang mengalami masalah serupa. Orang-orang berlambang S itu baru saja
mendarat di teras masjid ini” teriak Rio keras. “Apa?” Rina menelan ludah tak
percaya. Rio mendudukkan Rina yang masih terkejut ke kursi di dekatnya “Rina,
bantu aku. Saatnya kita menaikkan layar!”
Yusuf dan yang lainnya berdiri, mereka melihat sekeliling
yang tampak porak-poranda. “Ledakan apa itu tadi?” ujar Gallant sambil
memandangi sekitar. Tak jauh dari mereka tampak sisa-sisa ledakan. Ternyata
awak dari Helikopter itu yang baru saja meledakkan bom itu. “Apa, apa yang
terjadi? Bukannya mereka tim penyelamat?” ujar Iqma tak percaya. Tidak hanya
itu saja, bom yang meledak itu menimbulkan asap yang segera menyebar ke
sekitar. Ghaida dan Suci tampak terbatuk-batuk bersama dengan para pengungsi
lainnya setelah menghirup asap itu. “Asap ini... aku ingat, ini asap yang
kulihat di lapangan Patemon waktu itu, dan helikopter-helikopter ini... lambang
S itu. Ya tuhan..” ujar Yusuf mulai menyadari semuanya. “Ada apa, Suf?” ujar
Tanti mulai ketakutan. “Kalau dugaanku benar, ini akan menjadi skenario
terburuk bagi kita” ujar Yusuf masih terpaku dengan asap yang menyebar di depan
mereka itu. Para pengungsi yang menghirup asap itu tiba-tiba mengeluarkan batuk
darah, kemudian berguling-guling kesakitan. “Suci! Ghaida!” teriak Silvi hendak
menolong. “Jangan! Jangan dekati asap itu!!” cegah Gallant. Jduaaar!!!
Tiba-tiba bom lainnya baru saja diledakkan melalui bazooka para awak helikopter
itu. “Gawat, apa yang harus kita lakukan? Mereka bukan tim penyelamat” ujar
Toni sadar. “Lihat!!” Ifah menunjuk Suci, Ghaida dan para pengungsi lainnya
yang tiba-tiba berubah menjadi... “Zombie?” ujar Iqma tak percaya. “Gawat, dugaanku
benar. Semua wabah ini berasal dari asap itu. Wabah di UNNES pasti dimulai dari
asap itu juga. Jadi, mereka penyebabnya?” ujar Yusuf tak percaya. “Kalau kita
sampai menghirup asap itu berarti kita juga akan menjadi zombie?” Tanti
terkejut dengan kenyataan itu. “Teman-teman, ayo lari!! Lari!!” teriak Ysuuf
keras
Dooor... Doooorrr.... Para awak yang turun dari
Helikopter itu tiba-tiba menembaki para pengungsi yang ada di dekat mereka.
Brutal, brutal sekali. Jddaaaar!! Jdaaarrr!!! Bom asap meledak dimana-mana. “Ya
tuhan, apa yang terjadi?” ujar Inggar tak percaya dengan yang ia lihat. Ia kini
bersama dengan teman-temannya yang lain tengah berlari menuju pintu masuk.
“Nanang, siapkan busnya!!” teriak Aji smile keras dari telepon. “Apa maksudmu?
Kekacauan apa yang terjadi di Masjid?” teriak Nanang membalas telepon Aji
smile. “Orang-orang berlambang S itu datang, mereka menyerang para pengungsi
secara membabi buta!” teriak Aji smile keras. “Lalu bagaimana dengan Rina dan
Rio? Apa mereka akan berhasil sampai ke Bus tepat waktu?” ujar Fina sambil
terus berlari.
“Apa yang terjadi?” ujar Heru tak percaya melihat kondisi
Masjid yang penuh dengan ledakan. “Tak kusangka akan seperti ini” ujar nanang
yang berdiri di samping Heru, memandangi keadaan Masjid dari dalam Bus.
“Kau siap, Rina?” ujar Rio keras. “Ya..” jawab Rina
cepat. “1... 2... 3... Angkat!!!” teriak Rio dan Rina bersamaan. Keduanya
menarik tuas hingga ke atas dan Grrrdddkkk... Grrrdddkkk.... Pilar-pilar di
teras Masjid tiba-tiba bergetar, Kain yang semula tertutup, tiba-tiba
terangkat. “Ayo Rina!” ajak rio untuk segera keluar dari ruang sumber daya,
keduanya menuruni tangga masjid sambil memandangi layar yang terangkat. “Luar
biasa” ujar Rina takjub. Layar-layar itu segera menghantam
helikopter-helikopter di atasnya, menghancurkan helikopter-helikopter di
bawahnya. Orang-orang berlambang S itu tiarap untuk menghindari layar besar
yang terangkat. “Selama mereka masih sibuk dengan payung Masjid itu, kita bisa
terus berlari menuju pintu depan” ujar Rio yakin. Tiba-tiba menghadang di depan
mereka beberapa orang berlambang S. Rio dan Rina menghentikan langkahnya. “Jadi
kalian yang baru saja membuat kekacauan itu” ujar orang yang berada paling
depan. “Iya, memangnya kenapa?” tantang Rio keras. Orang berlambang S itu
membuka helmnya, dan ternyata ia seorang wanita. “Sebelum kalian mati, akan
kuberitahu dulu nama orang yang akan membunuh kalian. Perkenalkan, aku Aulia
Atmaningtri”. Rio dan Rina menelan ludah, tak percaya mereka akan berhadapan
langsung dengan orang-orang berlambang S itu
“Kerja yang bagus, Rio dan Rina” ujar Aji smile sambil
berlari dan memandangi payung Masjid yang sedang terbuka. “Mereka berhasil
menghalau helikopter-helikopter di atasnya dan memberikan para pengungsi waktu
untuk melarikan diri” ujar Vian tak percaya. “Teman-teman, lihat!!” Hana
menunjuk pintu depan yang tak jauh dari mereka, nampak Heru dan Nanang sibuk
menghajar para zombie yang mengerubuti bus. “Kita tunggu Rio dan Rina selama 30
menit” ujar aji smile pada yang lainnya, “Kalau mereka belum datang, berarti
mereka tak mampu sampai ke pintu keluar” ujar Aji smile lagi.
“Apa yang harus kita lakukan?” teriak Ifah menangis ketakutan.
“Kita hanya harus berlari” teriak Gallant keras. “Ghaida dan Suci sudah menjadi
zombie, setelah ini satu per satu dari kita akan mati” teriak Iqma putus asa.
Kekacauan yang tejadi melebihi kekacauan berdarah yang ditimbulkan oleh para
zombie. Seketika Simpang Lima menjadi lautan api, banyak bangunan terbakar.
“Tidak ada tempat untuk bersembunyi, tak ada yang aman!!” teriak Silvi panik
dengan keadaan sekitar. Jdaaag!! Jdaag!! Toni dan Yusuf baru saja menghantam
para zombie yang hendak menyerang mereka. “Kita tak boleh lupa kalau para
zombie itu juga masih berada di sekitar kita!” teriak Toni mengingatkan.
Kedelapan anak itu menoleh ke belakang, tampak orang-orang berlambang S itu
mulai bergerak, mereka menangkap anak-anak muda di sekitar mereka dan membunuh
para orang tua. “Pakai kendaraan, kita tak bisa lari jauh dari mereka tanpa
kendaraan” ujar Gallant pada yang lainnya. Mereka segera mendekati
kendaraan-kendaraan di sekitar mereka, mencobanya tapi tak ada yang berfungsi.
Mobil, motor dan truk kini tak lebih dari sampah yang hanya memadati jalanan.
Dddrrrrnnn... tiba-tiba sebuah truk trailer besar muncul, bukan hanya satu,
tapi banyak. “Apa lagi ini?” ujar Yessi tak percaya ketika melihat lambang S di
truk trailer itu. “Ada... ada...” Gallant tiba-tiba menemukan sebuah kendaran
yang bisa dipakai. “aaahhh...” teriak Ifah keras ketika ia tertangkap oleh
orang-orang berlambang S. Toni dan yang lainnya baru sadar bahwa kini mereka
dikelilingi oleh orang-orang berlambang S itu. “Iqma, naik!” teriak Gallant pada
Iqma yang berada paling dekat dengannya. “aaaahhh...” Tanti dan Toni juga
tertangkap. Iqma segera naik ke motor dan Gallant segera memacu kendaraannnya,
keduanya segera melarikan diri dengan motor. Yusuf segera menendang tangan
orang berlambang S yang hendak menembak Gallant dan Iqma yang melarikan diri.
Silvi mencoba meninju helm orang berlambang S yang ada di hadapannya hingga
helmnya pun terlepas. Ternyata orang di depan Silvi adalah orang Negro. Yusuf,
Toni, Yessi, Silvi, Ifah, dan Tanti tak berdaya ketika akhirnya tertangkap dan orang-orang
berlambang S itu mejebloskan mereka ke dalam truk trailer bersama anak-anak
muda lainnya. “Kita mau dibawa kemana?” ujar Yessi ketakutan. “Entahlah” Tanti
menjawab dengan wajah panik. “Bagaimana dengan Gallant dan Iqma, apa mereka
nanti akan menyelamatkan kita?” ujar Ifah penuh harap.
Gallant dan Iqma yang berhasil meloloskan diri kini
berada di sebuah gedung, mereka memandangi kekacauan yang terus terjadi di
Simpang Lima. “Gawat, teman-teman kita dimasukkan ke dalam trailer itu” ujar
Gallant pelan. “Lalu bagaimana Lant, apa yang harus kita lakukan? Siapa
orang-orang berlambang S itu?” tanya Iqma ketakutan. “Kita harus menolong mereka.
Setelah ini, kita harus mengikuti kemana truk trailer itu membawa teman-teman
kita. Iqma, aku tahu kamu ketakutan tapi...” “Ya...” ujar Iqma mengangguk,
memotong kata-kata Gallant. “Aku tahu Lant, sekarang tidak ada yang lebih
penting dari mereka karena kini hanya mereka dan kamu satu-satunya yang
kumiliki sekarang, jadi aku tidak punya alasan untuk tidak menyelamatkan mereka
meskipun aku harus menghadapi orang-orang bersenjata itu sekalipun” ujar Iqma
mantap. “Bagus” Gallant terperangah mendengar keberanian Iqma. “Kalau begitu,
ayo!” ajak Gallant segera untuk turun dari gedung dan bersiap untuk mengikuti
Truk trailer yang membawa teman-teman mereka.
“Truk trailer apa itu?” ujar Nanang sambil memandangi
truk trailer yang melaju tak jauh dari posisinya dan teman-temannya yang lain
sekarang. “Berlambang S juga” ujar Vian tak percaya. “Teman-teman ayo naik, ayo
kita berangkat!” ujar Aji smile kepada teman-temannya. “Tunggu dulu, bagaimana
dengan Rina dan Rio?” tanya Fina keras. “Kita sudah 40 menit menunggu mereka
tapi sampai sekarang mereka belum tiba. Lihatlah, ledakan masih terus terjadi
di Masjid, mungkin mereka tak mampu sampai kesini” ujar Aji smile lagi. “Tapi
kita tak mungkin meninggalkan mereka” ujar Fina menolak. “Fina, benar kata Aji
smile. Tak ada pilihan lain bagi kita, ayo!! Bila Allah berkehendak, pasti kita
akan bisa bertemu lagi dengan mereka. Kita hanya harus percaya kepada mereka”
ujar Heru menenangkan Fina. “Tapi aku tak ingin kehilangan satu pun sahabatku
lagi” ujar Fina tak kuasa menahan air matanya. Hana dan Inggar akhirnya memaksa
Fina untuk masuk ke dalam bus. Mereka bersiap untuk pergi dengan Aji smile
kembali duduk di kursi kemudi. “Lalu kita mau kemana lagi setelah ini???
Melarikan diri kemana lagi???” teriak Fina pada yang lainnya. “Kita hanya harus
pergi jauh dari mereka, entah, kemana saja” jawab angga dengan wajah putus asa.
“Apa kita tak punya tujuan? Apa kita mau berkendara tanpa tujuan seperti
sebelumnya lagi?” teriak Fina tak terima. “Fina, cukup!” bentak Nanang keras.
“Aku tahu kondisi kita sekarang benar-benar tak menentu, tapi kumohon untuk
kali ini saja kita harus bersatu untuk bekerja sama dan melarikan diri dari
tempat ini. Kita semua tak ingin kan, pengorbanan Rio dan Rina menjadi
sia-sia?” ujar Nanang pada semuanya. Fina akhirnya diam, ia menitikkan air mata
sambil menunduk. “Sudah... Sudah...” Hana dan Inggar menenangkannya. Akhirnya
bus pun melaju, meninggalkan truk trailer berlambang S di belakangnya. Aji
smile berkata lantang kepada semua teman-temannya dari kursi kemudinya, “Teman-teman,
kali ini kita memiliki tujuan” Seketika teman-temannya yang lain segera
menyimak Aji smile yang segera meneruskan kata-katanya, “Kita akan menuju ke...
Poseidon”
Cliffhanger....
Note: Chapter lima, chapter dengan halaman yang banyak,
ya... Ha9X... Karakterisasi tiap tokoh dalam cerber ini mulai tampak dengan ke
ciri khas-annya masing-masing. Sekali lagi, jangan protes ya soal karakter yang
kumatikan satu per satu. Nah, musuh utama dalam cerber ini pun sudah kalian
ketahui, dan bagian selanjutnya (chapter berikutnya) akan menguak beberapa
misteri yang masih menjadi tanda tanya selama ini. Ok, terima kasih sudah
membaca kisah ini, tetep ikuti kisahnya ya...
Terima
kasih sudah membaca Cerber College of the Death ini. Kisah cerber sepanjang 12
chapter ini akan menemani liburan para pembaca selama kurang lebih beberapa
minggu ke depan. Tiap minggunya akan di update 2 buah cerber, sehingga para
pembaca yang penasaran dengan lanjutan kisahnya dapat mengetahui kapan update
kisah zombie thriller horror action ini. Kisah cerber ini terinspirasi oleh
manga High School of the Dead. Ya, dan memang pada dasarnya aku ingin membuat
sebuah cerber untuk teman-teman KEMPONG dengan mereka sendiri sebagai tokoh
utamanya. Karakterisasi yang ada di cerber bukan karakterisasi anak-anak
KEMPONG yang sesungguhnya, jadi jangan sampai terlarut dengan kisahnya, ya. Aku
dan White Prince mempersembahkan hadiah menarik bagi para pembaca yang berhasil
menebak dengan benar dan tepat siapa saja tokoh yang akan bertahan hidup hingga
cerber ini berakhir. Tebak 3 nama saja yang akan bertahan hidup di akhir kisah
cerber ini. Kirimkan tebakan kalian ke alamat email berikut ini: yusuf_luffy@ymail.com
Bagi para pengirim yang berhasil menjawab dengan benar, akan diundi lagi untuk
dipilih dua nama yang akan menjadi pemenang dan berkesempatan untuk menonton
film 3D bareng The Dark Knight dan White Prince. Ayo segera kirim nama yang
kalian jagokan, paling lambat tgl 20 Februari 2012. Pengumuman pemenang akan
diumumkan pada Rempongs on the Week edisi perdana Season 2. Baiklah kalau
begitu, terus ikuti kisah cerber ini ya. Salam dari The Dark Knight dan White
Prince untuk para pembaca. Selamat menikmati liburan... XOXO... See ya...
Ada
hal dalam hidup yang tidak bisa kembali: Waktu, kata-kata, kesempatan
Ada
hal yang dapat menghancurkan hidup seseorang: kemarahan, keangkuhan, dendam.
Ada
hal yang tak boleh hilang: Harapan, keikhlasan, kejujuran
Ada
hal yang paling berharga: kasih sayang, keluarga, kebaikan
Ada
hal dalam hidup yang tak pernah pasti: Kekayaan, kesuksesan, mimpi
Ada
hal yang membentuk karakter seseorang: komitmen, ketulusan, kerja keras
Ada
hal yang membuat kita sukses: impian, kemauan, fokus
Semoga
kita bisa lebih bijak dalam menyikapi semuanya...
0 komentar:
Posting Komentar