College of the Death


Cerita ini hanya fiksi. Kesamaan nama orang dan tempat hanya kebetulan belaka.
Kisah dalam Cerber ini kupersembahkan untuk Teman-teman KEMPONG




Chapter 3

Death Carnival


        “Aji, kita tak mungkin bisa menghadapi sebanyak itu... Ayo cepat lari...” ujar Tanti ketakutan. “Tapi Mey...?” Aji memandangi Mey dengan ragu. “Kita tak mampu menolongnya” Toni menggeleng-gelengkan kepala. Aji tiba-tiba berlari ke arah Mey, ia memukuli para zombie yang menghadangnya. “Bagaimana ini?” Tanti memandangi Toni dengan bingung. “Ayo!” Toni menarik lengan Tanti, keduanya mengejar Aji. “Mey, bangun Mey!” teriak Aji sambil menggoyang-goyangkan tubuh Mey. Jdag!! Jdagg!! Tanti dan Toni melindungi Aji yang masih berusaha membangunkan Mey. “Bagaimana, Ji?” tanya Tanti keras. “Dia masih belum bangun. Kalau begitu, ayo kita pergi dari sini, aku akan memapahnya.” Aji pun mengangkat tubuh Mey. Tanpa mereka sadari, para zombie bertubuh hangus ternyata sudah mengepung mereka. ”Apa yang kutakutkan terjadi, kita benar-benar terkepung, dan sudah terlambat untuk melarikan diri” ujar Tanti putus asa. “Aji dan Toni menelan ludah, mereka membentuk lingkaran kecil, bersiap untuk menghadapi para zombie yang mengelilingi mereka. “Maaf Ji, karena tadi aku berpikir pesimis padahal tujuanku bersama Tanti kesini adalah untuk menolong kalian. Tapi jangan khawatir, kalaupun kita hanya bisa bertahan sampai disini, tak apa... aku sama sekali tak ada penyesalan, karena aku tak berlari meninggalkan teman-temanku” ujar Toni tersenyum. “Jangan bilang begitu, Ton... aku tak terharu mendengar kata-katamu karena aku masih belum ingin mati” ujar Aji sambil meninju bahu Toni. “Kalau begitu, kita harus terus bertahan hidup. Meskipun mustahil, ayo kita singkirkan makhluk-makhluk jelek ini!” Tanti ikut bersemangat. Brmmmm.... Brmmmm... Tiba-tiba terdengar suara mesin entah dari mana. Suara bising itu membuat para zombie itu mengalihkan perhatian sesaat. “Apa itu?” Aji tak mampu melihat di balik asap. Brmmm... Brmmm... suara mesin itu makin keras dan Jdag!! Jdag!! Seorang pengendara motor besar menabraki para zombie yang mengelilingi Aji dan yang lain. Pengendara itu juga memukul para zombie sambil melaju dengan balok kayu di tangannya sehingga tercipta celah bagi Aji dan yang lain untuk keluar dari kepungan zombie. “Ayo!” Toni segera mengajak Aji dan Tanti berlari. Ketiganya bersama Mey yamg masih tak sadarkan diri berhasil keluar dari kepungan zombie, mereka berlari kencang dan pengendara motor itu mengikuti mereka. Tanti menoleh untuk melihat siapa yang baru saja menyelamatkan mereka. “Gallant??”
            “Sudah teman-teman, kita tak boleh menyesali apa yang sudah terjadi. Itu adalah keputusan Toni dan Tanti” ujar Aji smile pada teman-temannya yang sejak tadi terus murung. “Iya, kita tak boleh larut dalam suasana dilematis ini. Kita harus kuat!” ujar Rio pada yang lainnya. “lalu... kemana tujuan kita berikutnya?” tanya Hana pelan. “Entahlah, aku terus melajukan bus ini tanpa arah” jawab Aji smile jujur. “Tapi kita tak mungkin terus bergerak tanpa tujuan seperti ini” ujar Ifah keras. “Aku tahu... aku tahu...” Aji smile tampak tersinggung dengan kata-kata Ifah. Ckiiittt... Drep... Tiba-tiba bus yang mereka tumpangi berhenti. “Aji, ada apa?” ujar Rina terkejut. “Bensinnya... habis” ujar Aji smile sadar. “Astaga, lalu apa kita harus mendorong bus ini bersama-sama hingga sampai ke pom bensin terdekat?” ujar Iqma tak percaya. “Teman-teman, lihat” ujar Fina meminta teman-temannya untuk melihat ke luar lewat kaca. Tampak papan besar bertulis “Wonderia”. “Kita ada di depan Wonderia” ujar Hana tampak tertarik
            Jdbam!!! Mobil yang sebelumnya meledak kembali meledak dan mementalkan para zombie di dekatnya, termasuk zombie Tika. Yusuf mencoba bangkit, matanya masih berkunang-kunang. Ia lalu memandangi Yessi yang ternyata sedang menangis tersedu-sedu. “Yessi, aku tahu aku salah. Aku memang orang yang kejam, tapi kumohon... kumohon jangan begini!!” Yusuf mendekati Yessi dan menatapnya tajam-tajam. “Kau boleh memukuliku sepuasmu, tapi yang terpenting sekarang, kita harus lari dulu dari sini!” ujar Yusuf lebih keras. Yessi masih terdiam sambil menangis seolah tak mendengar kata-kata Yusuf. “Silvi, bangun Vi!!” Yusuf mencoba menyadarkan Silvi. “Yessi, bantu aku, sebelum para zombie hangus itu bangkit kembali” ujar Yusuf yang tampak tak berdaya mengangkat Silvi. Tak disangka Yessi segera membantu Yusuf untuk mengangkat Silvi, keduanya memapah Silvi dan berjalan kembali memasuki hutan. “Jangan sampai kita menimbulkan suara” ujar Yusuf pelan yang masih tak dijawab oleh Yessi.
            “Taruh Mey di belakang motorku, kalian coba ambil kendaraan yang bergelimpangan di jalan, dan cek dulu apakah tangki bensin di motor tersebut bocor atau tidak” ujar Gallant cepat. Aji segera mendudukkan Mey di belakang motor yang dikendarai Gallant sedangkan Toni dan Tanti segera mengecek kendaraan-kendaraan di sekitar mereka. “Ada!” ujar tanti yang menemukan kendaraan yang bisa mereka kendarai. Aji pun segera mengambil vespa di dekatnya dan menghidupkan mesinnya. “Sialan!” ujar Aji kesal ketika vespa itu tak bisa dikendarai. “Aji, itu!” Tanti menunjuk sepeda yang tergeletak tak jauh dari posisi Aji. Aji pun bergegas menaiki sepeda itu dan berteriak, “Ayo pergi dari sini!!!”
            “Kurasa di dalam wonderia ini kita bisa menemukan makanan untuk persediaan kita” ujar Aji smile pada teman-temannya yang lain. “Kenapa kita tidak mencari swalayan saja sekalian? Apa untungnya mencari makanan di Wonderia?” tanya Angga tidak setuju. “Tapi teman-teman, kurasa kita bisa menjadikan Wonderia ini sebagai tempat persembunyian kita. Bagaimana?” tanya Rumiana pada yang lainya. “Ya, boleh juga, lagipula setahuku tempat ini selalu sepi pengunjung. Lihat saja tempat parkirnya, sepi...” ujar Siwi sependapat. “Dan tempat ini sangat luas sebagai tempat persembunyian kita dan mungkin kita bisa tinggal disini lebih lama” Handoko setuju. “Tapi kita harus mengeceknya dulu apakah tempat ini bisa kita jadikan tempat bersembunyi sementara atau tidak, dan aku ingin bus ini tetap disini, kalau bus ini sudah masuk ke tempat parkirannya, akan sulit untuk mengeluarkannya lagi” ujar Angga panjang lebar. “Baiklah, lalu bagaimana dengan bensin bus ini?” ujar Heru pada teman-temannya yang lain. “Di dekat sini ada pom bensin kok” jawab Rima cepat. “Berarti kita bagi tiga kelompok. Kelompok pertama mengambil bensin yang lokasinya tak begitu jauh darisini, lalu kelompok kedua memasuki Wonderia untuk melihat apakah tempat itu aman atau tidak dan sisanya tetap bertahan di bus ini” ujar Angga memutuskan. “Aku ingin keluar, aku ingin menghirup udara dan cari rokok” ujar Aji smile sambil berdiri dari kursi kemudinya. “Lalu yang menyetir?” tanya Suci pelan. “Aku saja yang stand by di posisi supir” Nanang menawarkan diri. “Aku juga mau cari rokok. Aku bisa mengambilkan bensin bersama Aji smile” Vian menawarkan diri. “Apakah ada lagi yang mau menawarkan diri menemani kami berdua?” ujar Aji smile pada yang lainnya. “Aku ikut, di pom bensin pasti ada tokonya. Kita bisa mengambil bahan makanan sekalian darisana sehingga teman-teman yang masuk ke Wonderia cukup fokus melihat apakah tempat itu aman atau tidak” ujar Rima megutarakan pendapatnya. “Ya, ide yang bagus. Itu akan mengefisiensikan waktu” Ghaida sependapat. “Biar aku juga menemani mereka ke pom” Inggar tersenyum. “Ok, kurasa cukup 4 orang saja yang ke pom terdekat. Vian dan Aji bisa mengambil bensin sedangkan Rima akan dilindungi Inggar selama mengambil bahan-bahan makanan dari toko di pom bensin. Lalu siapa yang mau masuk ke dalam Wonderia?” Angga memandangi teman-temannya. Rumiana, Siwi, dan Handoko mengacungkan jari mereka. “Duh, sepertinya kalian bertiga memang dari awal sudah ingin menjadikan tempat ini sebagai tempat persembunyian kita, ya...” Angga menggeleng-gelengkan kepala. “Aku dan Heru ikut” Rio menawarkan diri. “Siapa lagi?” tanya Angga lagi pada teman-temannya yang nampak ragu-ragu. “Sepertinya tidak ada ya? Karena 5 orang terlalu sedikit, baiklah, aku juga akan ikut kalian masuk ke Wonderia” Angga tersenyum pada Handoko dan keempat anak yang lain. “Baiklah, kalau begitu sisanya tetap disini. Kalau kalian belum kembali dalam waktu satu jam, kami akan segera mencari kalian” ujar Nanang pada kedua kelompok yang hendak keluar. “Siap!” ujar kedua kelompok itu dengan keras. Pintu bus pun dibuka, kedua kelompok itu segera pergi keluar menuju tempat tujuan masing-masing.
            “Hosh... hosh... hosh...” Yusuf, Yessi dan Silvi akhirnya duduk di balik pohon yang tumbang, mereka mengatur nafas mereka. “Kita sudah cukup jauh berlari” ujar Yusuf pelan. Grrrrrnggg... Grrrrnggg.... Diatas mereka tampak helikopter-helikopter melintas. Yusuf dan Yessi segera berdiri, mereka melambai-lambaikan tangan tapi tak berani mengeluarkan suara. Helikopter yang melintas banyak sekali itu berlambang huruf S besar, dan entah apa artinya itu. “Tadi pagi pun aku melihat helikopter yang sama, mendarat di daerah patemon. Beneran, aku melihat helikoter persis semacam itu, berlambang S, mendarat di lapangan patemon, dan aku pergi ketika tiba-tiba muncul asap. Kukira penyemprotan gas untuk membasmi jentik-jentik nyamuk kurasa, tapi sepertinya bukan” ujar Yusuf tiba-tiba teringat apa yang dilihatnya tadi pagi. Yessi masih diam saja, ia hanya memandangi Yusuf dengan wajah memendam amarah. “Yessi, kumohon jangan seperti ini terus. Bukankah kita harus saling melindungi?” ujar Yusuf merasa capek dengan sikap Yessi. “Saling melindungi kau bilang?” Yessi tertawa mencemooh. “Terserah kau...” ujar yusuf pasrah.
            Handoko, Angga, Rio, Heru, Rumiana, dan Siwi pun memasuki Wonderia. Mereka berjalan pelan-pelan sambil memantau keadaan sekitar. Keenamnya membawa balok kayu di tangan sebagai senjata mereka. “Ini hanya dugaanku, tapi aku merasa para zombie itu tidak bisa melihat, hanya bisa mendengar” ujar Handoko pelan. “Ya, dari awal aku juga berpikir seperti itu. Ada kalanya ketika aku dekat dengan para zombie itu, mereka tak menyadari keberadaanku, tapi ketika aku membuat suara, hal itu langsung menarik perhatian mereka” Angga sependapat. “Daripada terus menduga-duga, coba kita buktikan saja” Rio mengambil batu kecil lalu melemparkannya ke kaca di toko yang cukup jauh dengan posisi mereka dan Chaaarrr!! Kaca toko itu pecah, dan sesuai dugaan mereka, para zombie itu berjalan menuju sumber suara. “Ternyata benar” ujar Rio tak percaya. “Baguslah, kalau begini kita bisa merasa sedikit lebih aman” ujar angga senang. “Kenapa Wonderia ini selalu sepi pengunjung, ya?” tanya Heru tak mengerti. “Kamu tak tahu ya? Di sini sering terjadi kecelakaan pada permainannya sehigga orang-orang pun jadi malas untuk datang kesini. Begitu” beritahu Siwi secara singkat. “Berarti permainan disini tidak aman, ya?” ujar Heru sambil memandangi  beberapa permainan di dekatnya. “Ya, begitulah. Lalu kita selanjutnya mau kemana? Kurasa tempat ini lumayan untuk dijadikan tempat bersembunyi” ujar rumiana pada yang lain. “Sekarang kita harus cari tempat yang cukup luas, Gedung mungkin yang bisa kita jadikan tempat untuk tidur nanti malam” Rio menyarankan. “Tapi tak ada gedung yang cukup besar disini” ujar Handoko menyadari. “Tolong... Tolong!!!” tiba-tiba terdengar suara meminta tolong. “Kalian dengar?” Siwi segera memandangi segala arah. “Darisana!” ujarnya keras, menunjuk Bianglala yang cukup jauh dari mereka. Tampak seorang ibu-ibu muda dikepung oleh para zombie. “Ayo kita tolong ibu-ibu itu!” ujar Rio bersiap dengan kayu di tangannya. Jdag!! Jdag!! Mereka segera menghantam para zombie yang hendak menyerang ibu-ibu itu dengan balok kayu. “Ibu baik-baik saja?” ujar Heru sambil melihat kondisi ibu-ibu yang baru mereka tolong. “Langsung hajar ke kepalanya!” teriak Handoko sambil menghantam para zombie dengan keras, tepat di kepala mereka. “aaahh!!” Siwi sudah mulai terbiasa menekan rasa takutnya, ia kini lebih berani untuk menghajar para zombie itu. “Tolong anak saya, nak... Dia ada di atas bianglala ini. Tolong hidupkan mesinnya disana, biar bianglala ini bisa kembali bergerak dan menurunkan anak saya yang terjebak diatas sana” ujar Ibu itu sambil menangis. Heru melihat-lihat dimana tempat mesin dihidupkan. “Ya tuhan...” ujar Heru tak percaya. Tempat mesin untuk menghidupkan bianglala dipenuhi dengan para zombie yang sedang memakan beberapa orang. “Tolong, nak” ujar ibu itu mengiba pada Heru. “Handoko dan yang lain akhirnya berhasil mengalahkan para zombie yang sebelumnya hendak menyerang ibu-ibu itu tapi kegaduhan mereka sontak menarik perhatian para zombie di sekeliling mereka. “Baiklah bu, ibu tenang saja” ujar Heru akhirnya. Ia segera berlari menuju tempat menghidupkan mesin bianglala. “Heru!!! Terlalu berbahaya!” teriak Rio mengejarnya. “Anak ibu itu masih terjebak diatas bianglala” beritahu Heru keras. “Ah, kau ini!!” Rio akhirnya membantu Heru melawan para zombie yang mengerubuti tempat menghidupkan mesin. Jdaag!! Jdaag!! Keduanya berhasil mengalahkan para zombie disana. “Ya tuhan...” ujar Rio terkejut ketika membaca tulisan di mesin di depannya, “Jangan dihidupkan. Sedang dalam kerusakan”. “Heru, kau membacanya kan? Ini terlalu berbahaya” ujar Rio merasakan firasat buruk. “Ini demi menyelamatkan orang!!” ujar Heru yang segera menarik tuas mesin itu dan Graaaakkk... Graaakkk... Bianglala di dekat mereka itu pun hidup kembali. “Berhasil” ujar Heru memandangi bianglala yang kembali bergerak.
            “Kalian menyadari sesuatu, kan” ujar Inggar pada yang lainnya. “Ya, para zombie itu tak bisa melihat. Sejauh perjalanan kita dari bus sampai sini, mereka tak menyadari keberadaan kita” Rima tersenyum tak percaya. “Mereka hanya bisa mendengar” Aji smile pun berjalan lebih ringan tanpa takut akan diserang para zombie secara tiba-tiba. “Berarti kita hanya harus terus bergerak dalam diam” Vian tertawa ringan. Akhirnya keempat anak itu pun sampai di pom bensin. “Ada beberapa” ujar Aji smile menunjuk beberapa zombie yang berkeliaran di dalam pom bensin. “Berarti kita harus menyingkirkan mereka tanpa membuat suara? Sepertinya akan sulit” ujar Vian menggeleng-gelengkan kepala. “Apa kalian lupa kalau ada aku?” ujar Inggar pelan. Ia pun maju dan memimpin teman-temannya. Dalam diam, Inggar berhasil mendekati para zombie, melumpuhkannya satu persatu sedangkan Aji smile dan Vian bertugas untuk menghancurkan kepala para zombie yang sudah dilumpuhkan oleh Inggar. Berhasil, mereka tak menarik perhatian para zombie di jalanan. “Hosh... Hosh.. Ini lebih menegangkan daripada melawan mereka seperti biasa, aku seperti sedang bermain Daruma berguling” ujar Inggar mencoba mengatur nafasnya. “Wah, benar-benar beruntung. Ada jerigen kosong disini” ujar Aji smile sambil mengambil bebrapa jirigen kosong di dekat mereka. “Ya sudah, kalau begitu kalian berdua segera cari bahan makanan di dalam toko” ujar Vian sambil mengeluarkan rokok dan membaginya dengan Aji smile. “Jangan buat kekacauan, ya” ujar Inggar pada Vian dan Aji smile sebelum ia dan Rima memasuki toko. “Tenang saja” Aji smile tersenyum sambil menghisap rokoknya. “Aaah, damai sekali” ujar Vian ynag benar-benar menikmati rokoknya. “Ayo segera kita isi” ujar Aji smile segera.
            Bianglala pun kembali bergerak, si ibu bersiap di pintu masuk, menunggu anaknya tiba. Heru dan Rio kembali menghampiri teman-temannya yang lain yang masih sibuk mengalahkan para zombie yang terus berdatangan. “Kita tak bisa berada disini terus. Setelah ibu itu membawa anaknya, kita harus segera lari, para zombie ini terus berdatangan seakan tak ada habisnya” ujar Angga sambil terus memukulkan balok kayu ke kepala para zombi yang menyerang. “Iya, aku tahu” ujar rio yang langsung membantu melawan para zombie. “bagaimana, bu?” ujar Heru sambil menghampiri ibu-ibu yang masih menunggui anaknya di pintu masuk bianglala. “Anakku!” ujar ibu itu yang segera membuka pintu bianglala begitu anaknya sudah turun. Anak ibu itu ternyata masih kecil, ibu itu segera memeluk anaknya dan menggendongnya. Heru terkejut melihat mata anak itu yang berwarna merah. “Gawat, bu... Anak ibu...” terlambat, anak ibu itu menggigit leher ibunya. “Kyyaaaa!!!” teriak ibu itu kesakitan. “Apa? Anak ibu yang kita tolong itu ternyata terinfeksi?” ujar Rio tak percaya. Heru segera menghindar ketika anak kecil itu hendak menyerangnya. “Pergi kau!!” Siwi segera memukul kepala zombie kecil itu dengan keras. Heru terduduk lemas, “Hosh... hosh...”. “heru, lihat!” Rio tiba-tiba menunjuk papan di dekatnya yang bertuliskan kalau besi yang menumpu bianglala di dekat mereka itu sudah terlalu tua sehingga berbahaya bila bianglalanya dihidupkan. “Apa maksudnya ini?” ujar Heru masih tak mengerti. Siwi menelan ludah, ia memandangi atas mereka. Tampak besi yang menumpu bianglala itu mulai retak. “Lari!!!” teriak Siwi keras. Heru segera bangkit, ia dan Siwi menarik lengan teman-temannya agar segera pergi. Grtaaak... Grtaaak Ctaaar!!! Bianglala di dekat mereka benar-benar terlepas dari besi yang menumpunya, bergerak dengan cepat dan menggelinding. “Lari lebih cepat!!!” teriak Rio keras ketika bianglala itu mulai melindas para zombie yang ada dibawahnya.
            “Astaga...” ujar Ghaida tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Teman-temannya yang lain segera melihat melalui kaca bus, tampak bianglala besar yang menggelinding ke arah tak tentu dan menghancurkan permainan-permainan di sekitarnya. “Kekacauan apalagi ini?” ujar Nanang tak percaya. “Kita harus menolong mereka” ujar Rina tiba-tiba. “Jangan!! Percuma kita keluar dari sini karena belum tentu kita bisa menolong mereka!” ujar Hana keras. “Tidak, aku mau kesana!” ujar Rina bersikeras, ia pun membuka pintu bus dan keluar. “Tunggu Rin!!” Fina pun ikut keluar. “Bagaiamana ini?” ujar Ifah sambil memandangi teman-temannya yang lain. “Tak ada yang bisa kita perbuat. Kita hanya bisa menunggu mereka” ujar Nanang pelan.
            “Apa yang terjadi??” ujar Aji smile tak percaya, ia da Vian terperangah dengan pemandangan yang mereka lihat. Bianglala yang meggelinding. “Sepertinya terjadi sesuatu dengan Handoko dan kawan-kawan” ujar Aji smile sambil menelan ludah. “gawat!!” Vian menunjuk para zombie di jalanan yang berjalan menuju Wonderia, bianglala yang menggelinding itu menarik perhatian para zombie dari luar. “Aji, belakangmu!!” teriak Inggar tiba-tiba. Aji smile yang terkejut tanpa sadar menyemprotkan selang bensin yang daritadi ia pegang ke belakangnya. Ternyata para zombie yang berada di belakangnya. Rima dan Inggar yang selesai mengambil bahan makanan segera menarik lengan Aji smile. “Sudah, ayo kita segera meninggalkan pom bensin ini!” ajak Inggar. “Rasakan ini!!” vian melemparkan pemantik apinya pada para zombie yang berlumuran bensin dan Whhuuuusssh!!! Para zombie itu terbakar. “Vian, apa yang kau lakukan, para zombie yang terbakar itu bisa memicu ledakan! Ini pom bensin tahu!!” ujar Rima marah. Vian ternganga karena tak sadar dengan apa yang baru saja diperbuatnya. “sudah, sebelum pom ini benar-benar meledak, ayo pergi!!” Aji smile segera mengambil jerigen-jerigen yang sudah ia isi penuh dengan bensin. Keempat anak itu tampak kerepotan berlari dengan membawa barang-barang bawaan yang berat. “Sebesar apa ledakan pom bensin?” ujar Vian merasa bersalah. “Aku tak mau membayangkanya!!” teriak Rima ketakutan. Keempatnya berlari secepat yang mereka bisa. Grdak... Grdaaak... Tanah yang mereka tapak tiba-tiba bergetar. “Lari lebih cepat!!” teriak Aji smile keras. Jdbammm... Dhuaaar!!! Ledakan dhasyat pom bensin benar-benar terjadi, mereka terpental karena saking kuatnya ledakan dari dalam tanah itu.
            “Ya tuhan, apalagi sekarang??” ujar Ghaida memandang ledakan besar tepat di depan matanya yang kini berubah menjadi kobaran api besar yang segera melahap daerah di sekitarnya. Hana segera membuka pintu bus dan keluar. “Hana, mau kemana?” teriak Nanang tapi terlambat, Hana berlari keluar dan mendekati pom bensin. Dari balik asap tampak Rima dan yang lain yang kesulitan berdiri. “Kalian baik-baik saja?” Hana mendudukkan teman-temannya satu persatu. “Aah, ini gara-gara Vian” ujar rima keras. “Maaf..” rengek Vian yang juga kesakitan.
            Bianglala itu terus menggelinding, meskipun pelan tapi tetap bergerak dan menghancurkan apapun di sekitarnya. “Kyyaaa...” Siwi terpeleset dan jatuh. “Siwi!!” teriak Heru keras. Jblaaas! Terlambat, Siwi terlindas oleh bianglala. Rio menarik lengan Heru dan mengajaknya berlari. “Jangan cengeng!” bentak Rio pada Heru yang tampak sedih karena tak bisa menyelamatkan Siwi. Grdak... Grak... Bianglala itu terhambat oleh salah satu permainan sehingga membuatnya berhenti. “Ya tuhan...” Rumiana dan yang lain berhenti dan memandangi bianglala yang tepat ada di atas mereka. “Bianglala itu tidak stabil, aku tak bisa menebak kemana bianglala itu akan jatuh, kemanapun arah yang kita tuju untuk berlari sama saja dengan sebuah pertaruhan” ujar Angga putus asa. “Kita harus keluar dari sini. Ayo menuju pintu keluar!” pimpin Handoko, sesaat setelah mereka kembali berlari, bianglala itu pun runtuh. “Aaahhh....” Sekitar mereka menjadi gelap karena bianglala itu tepat jatuh diatas mereka. “Lari lebih cepat!!!” teriak Rio keras. “Kyaaa...” Rumianana berlari sambil menangis ketakutan dan Jdbaaaam!!! Bianglala itu benar-benar jatuh menimpa area pintu keluar. “Teman-teman!!!” teriak Handoko keras, kakinya tercepit diantara besi. “Teman-teman, kalian baik-baik saja?” teriak Handoko lebih keras. Ia berusaha melepaskan kakinya yang terjepit besi. Bianglala yang hancur itu menimbulkan kerusakan yang luar biasa parah, debu menutupi pemandangan wonderia. “Teman-teman!!” teriak Handoko lebih keras lalu muncul sosok yang mendekatinya, sosok itu tersenyum, seorang badut wonderia mendekati Handoko. “Tolong aku, tolong aku pak badut...” ujar Handoko tak berdaya. Badut itu mendekatkan wajahnya ke Handoko dan Handoko pun sadar bahwa badut itu bukan badut biasa tapi zombie badut. “Aaaaaahhh”
            Hana membantu satu persatu teman-temannya memasuki bus dan mengambil jirigen berisi bensin yang sudah mereka bawa. Suci pun ikut turun dan membantu Hana untuk mengisi bensin. “Bagaimana teman-teman yang lain?” tanya Aji smile sambil memegangi bahunya yang kesakitan. “Entahlah, tapi Rina dan Fina sudah turun untuk melihat kondisi mereka yang ada di Wonderia. Lalu kalian sendiri, kenapa bisa sampai meledakkan pom bensin seperti itu?” ujar Nanang penasaran. “Itu gara-gara Vian” Rima segera menjawab. “Ah, kenapa aku terus yang disalahin. Maksudku kan baik” ujar Vian membela diri. “Iya, tapi caranya yang salah” Rima membungkam kata-kata Vian. Hana dan Suci akhirnya kembali memasuki bus. “Sudah terisi, tidak sepenuhnya, tapi sudah bisa untuk menjalankan bus ini, kan?” ujar Hana pada teman-temannya yang lain. “Baiklah, sekarang kita tinggal menunggu mereka kembali” ujar Nanang was-was. “Kuharap mereka bisa kembali dengan selamat” Suci berdoa untuk teman-temannya.
            Rina dan Fina terkejut melihat Handoko yang dimakan secara brutal oleh zombie badut, keduanya memilih untuk berjalan pelan sambil mengecek kondisi teman-temannya yang lain. Tiba-tiba satu lagi pemandangan mengerikan mereka lihat, Fina dan Rina yang tadinya hendak berteriak dibungkam mulutnya oleh seseorang, “sssstttt...” bisik orang itu pelan. “Mereka tidak bisa melihat, tapi mereka bisa mendengar. Jaga suara kalain” bisik orang itu lagi. Fina dan Rina mengatur nafas kemudian berbalik, “Rio?” ujar Fina pelan. “Iya, aku juga terkejut melihat itu, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa” ujar Rio sambil memandangi Rumiana yang sudah menjadi mayat di depan mereka, tubuhnya hancur tertimpa bianglala. “Aku bersyukur aku masih bisa selamat” ujar Rio sambil menundukkan kepala. “Baiklah, ayo kita cari yang lain” ajak Rina segera. Ketiganya segera berjalan melewati puing-puing bianglala. Tampak Heru yang sedang mencoba membebaskan Angga yang terjebak diantara reruntuhan. Rio, Fina dan Rina segera membantu Heru untuk mengangkat besi yang memerangkap tubuh Angga. “Berhasil” ujar Heru akhirnya. Angga mencoba bangkit, tubuhnya penuh luka dan wajahnya tampak pucat. “kau bisa berjalan?” tanya Rio pelan. “Ya, aku bisa. Bagaimana dengan Rumiana dan Handoko?” tanya Angga segera. “Kami terlambat menyelamatkan keduanya” ujar Rina sedih. “Apa, jadi Handoko sudah?” Angga terpana tak percaya. “Ayo kita keluar dulu dari sini” ajak Heru sambil memapah Angga. “Tidak, aku mau melihat Handoko dulu!” tolak Angga. “Dia sudah dimakan zombie Ngga!” teriak Fina akhirnya. Angga yang terkejut akhirnya terdiam, ia pun menurut ketika teman-temannya membawanya keluar dari Wonderia. “Tempat ini benar-benar...” ujar angga sambil menitikkan air mata.
            “Mereka sudah tiba” ujar Ghaida yang melihat Rina dan yang lain berjalan mendekati bus. Pintu bus pun dibuka, Rina, Fina, Angga, Heru, dan Rio memasuki bus sambil sempoyongan. Tak ada yang berani menanyakan apa yang baru saja terjadi di Wonderia dan dimana Rumiana, Siwi, dan Handoko karena mereka tahu kalau Heru dan yang lainnya pasti baru saja mengalami kejadian yang mengguncang diri mereka. Nanang pun menghidupkan mesin bus dan melaju meninggalkan Wonderia, bus UNNES itu pun kembali melaju menuju tempat yang belum mereka tentukan. Entahlah, begitu pikir Nanang, kemanapun mereka pergi sepertinya akan sama saja, tidak ada tempat aman di luar sana, tak ada tempat yang lebih aman daripada kendaraan yang mereka tumpangi sekarang.
           

To be continued....

Note: Pelan-pelan para pembaca mulai bisa mengikuti alur kisah ini, kan? Pelan-pelan beberapa hal dalam kisah ini pun mulai tersingkap. Ya, awal kisah yang benar-benar kurasa “very awfull” mulai kuperbaiki di tiap chapter dan aku akan terus memperbaiki gaya menulisku dan berceritaku agar kisahnya bisa dipahami dan dinikmati. Arah akhir kisah ini memang masih belum bisa terbaca tapi mulai chapter-chapter berikutnya, kisah utama mulai akan kupaparkan sehingga paruh awal yang menempa para karakter ini sebagai seorang survivor akan memasuki tahap berikutnya, tahap dimana apa yang akan mereka hadapi dan menjadi tujuan mereka selanjutnya akan mulai kelihatan.

            Terima kasih sudah membaca Cerber College of the Death ini. Kisah cerber sepanjang 12 chapter ini akan menemani liburan para pembaca selama kurang lebih beberapa minggu ke depan. Tiap minggunya akan di update 2 buah cerber, sehingga para pembaca yang penasaran dengan lanjutan kisahnya dapat mengetahui kapan update kisah zombie thriller horror action ini. Kisah cerber ini terinspirasi oleh manga High School of the Dead. Ya, dan memang pada dasarnya aku ingin membuat sebuah cerber untuk teman-teman KEMPONG dengan mereka sendiri sebagai tokoh utamanya. Karakterisasi yang ada di cerber bukan karakterisasi anak-anak KEMPONG yang sesungguhnya, jadi jangan sampai terlarut dengan kisahnya, ya. Aku dan White Prince mempersembahkan hadiah menarik bagi para pembaca yang berhasil menebak dengan benar dan tepat siapa saja tokoh yang akan bertahan hidup hingga cerber ini berakhir. Tebak 3 nama saja yang akan bertahan hidup di akhir kisah cerber ini. Kirimkan tebakan kalian ke alamat email berikut ini: yusuf_luffy@ymail.com Bagi para pengirim yang berhasil menjawab dengan benar, akan diundi lagi untuk dipilih dua nama yang akan menjadi pemenang dan berkesempatan untuk menonton film 3D bareng The Dark Knight dan White Prince. Ayo segera kirim nama yang kalian jagokan, paling lambat tgl 20 Februari 2012. Pengumuman pemenang akan diumumkan pada Rempongs on the Week edisi perdana Season 2. Baiklah kalau begitu, terus ikuti kisah cerber ini ya. Salam dari The Dark Knight dan White Prince untuk para pembaca. Selamat menikmati liburan... XOXO... See ya...

Nabi Ismail telah mengajarkan kita arti ketundukan, bahwa sepahit apapun yang diaturkan Allah, selalu wajib kita taati, tanpa keluh apalagi buruk sangka. Hanya ketundukan tanpa bantah.. nabi Ibrahim telah mengajarkan kita arti berserah diri. Bahwa sejatinya, kita adalah hamba dan Allah adalah pencipta. Maka Allah berhak mengambil apapun yang dititipkan pada kita. Ibunda Hajar pun telah mengisahkan arti keteguhan. Bahwa dibalik tawakkal kita, ada ikhtiar luar biasa yang mendahului. Meski terkadang ikhtiar itu belum menunjukkan hasil yang nyata. Semoga kita termasuk orang-orang yang mampu mengambil pelajaran..


0 komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
ini blog perdana "kempong"... mudah-mudahan dapat menampung saran dan segala unek-unek... ada postingan biodata para anggota kempong juga (eksklusif lho... ) jgn lupa tinggalkan komen yach.... terima kasih... HAH!!!

Pengikut

Blogger templates

Blogroll

Copyright © 2012 keluarga rempongTemplate by : UrangkuraiPowered by Blogger.Please upgrade to a Modern Browser.