College of the Death


Cerita ini hanya fiksi. Kesamaan nama orang dan tempat hanya kebetulan belaka.
Kisah dalam Cerber ini kupersembahkan untuk Teman-teman KEMPONG


Chapter 2
In The Jungle, Run!!!


        Yusuf, Tika, Tiwi, Silvi dan Yessi akhirnya memasuki hutan. Mereka berlari kencang dan menghindari para zombie yang mengejar mereka. “Yusuf, kita sudah memasuki hutan. Apa kau yakin jalan yang kita lalui ini benar menuju bawah?” tanya Yessi ragu. “Entahlah, tapi setidaknya kita terus bergerak dan semakin kita masuk ke dalam hutan, kukira kita akan semakin aman. Yang penting, kita tak boleh sampai terpencar” ujar Yusuf keras. “Tunggu aku... Aku tak bisa berlari secepat kalian...” ujar Tiwi ngos-ngosan. Tiba-tiba Tiwi berhenti dan mengambil nafas, nampaknya ia benar-benar kecape’an. “Tapi kita harus terus berlari, Wi...” ujar Silvi sambil memandangi Tiwi. “Sejenak, tunggu sejenak saja” ujar Tiwi sambil memegangi dadanya, ia mencoba mengatur nafasnya. Krtek... Krtekk... Tiba-tiba tanah yang diinjak Tiwi bergetar. “Apa itu?” ujar Tika ketakutan. Sebelum Tiwi sadar, tanah dibawahnya longsor. “Aaaahhhh...”
            Bus UNNES bergerak pelan menyusuri jalan taman siswa, menabraki para zombie yang berusaha menghadang. ”Teman-teman, tolong antarkan ke rumahku...” ujar Desti tiba-tiba, menatap teman-temannya yang ada di dalam bus. “Aku... khawatir dengan keluargaku” ujar Desti sambil menitikkan air mata. Angga melihat teman-temannya yang lain lalu berkata pelan, “teman-teman, aku tahu pasti kalian khawatir dengan keluarga kalian di rumah. Aku juga tapi kondisi seperti ini benar-benar membuat dilema kita semua, akankah kita bersama di dalam bus ini dan saling melindungi ataukah kita akan berpencar dan menuju kota masing-masing. Aku memang bukan pemimpin dari rombongan ini, bukan... lebih tepatnya tak ada pemimpin dari rombongan ini, aku hanya ingin teman-teman menunjukkan rasa perikemanusiannya. Ayo kita antar Desti pulang karena rumahnya paling dekat dari sini, kita tak rugi apa-apa bukan? Toh kita juga tak memiliki tempat tujuan” Kata-kata Angga membuat semua orang di bus merenung sejenak, mereka memandangi Hp dan melihat apakah ada sinyal telepon atau tidak. “Ya, aku setuju dengan Angga. Tak ada salahnya kita mengantarkan Desti pulang” Mey mengawali pembicaraan setelah keheningan yang terjadi selama beberapa saat. “Aku juga setuju” ujar Aji sambil tersenyum. “Teman-teman...” Desti terharu melihat teman-temannya mengangguk-anggukkan kepala padanya. “Terima kasih” Desti tersenyum sambil menghapus air mata di kedua pipinya. “Baiklah, Tujuan kita yang pertama adalah... BSB!!!” teriak Aji smile dengan semangat, ia pun mengendarai bus UNNES lebih cepat.
            Tiwi tersangkut di batang pohon, ia tak sampai jatuh ke dasar jurang. “Tiwi, kau baik-baik saja?” teriak Yusuf dari tepi jurang. “Tidak, aku tidak baik-baik saja. Kakiku terkilir!” jawab Tiwi dengan nada kesakitan. “Bagaimana ini?” ujar Tika menelan ludah. Yessi dan Silvi memandangi Yusuf dan Yusuf paham apa maksud mereka. “Ya, aku tahu. Aku akan coba turun dan membantunya naik” ujar Yusuf sambil mengangguk. “Tapi Suf... Apa kau sanggup menarik Tiwi sampai ke atas?” ujar Tika tak menyangka. “Memang nampaknya mustahil, tapi tetap akan kucoba dulu” jawab Yusuf sambil tersenyum. “Baiklah, kami akan menunggumu disini. Berhati-hatilah..” ujar Yessi mengingatkan. “Tenang saja” Yusuf pun mulai menuruni jurang, ia tampak berhati-hati dalam melangkah. “Aaahhh...” Tiwi menangis karena kesakitan. “Bertahanlah, Wi... Aku datang...” ujar Yusuf keras. “Kita harus turun juga untuk membantu” ujar Tika cemas. “Jangan, nanti kita hanya akan mengganggu” cegah Silvi. “Apakah kau bisa meraih tanganku?” ujar Yusuf pada Tiwi. “Tidak bisa, aku tidak bisa meraihnya” ujar Tiwi putus asa. “Oke.. Tenang.. Aku akan turun lagi...” Yusuf menuruni jurang lebih jauh. “Aaahhh... Aaahhh...” Tiwi masih berusaha melepaskan batang yang membuat tubuhnya tersangkut. “Akhirnya..” ucap Yusuf yang akhirnya berada disamping Tiwi. Ia segera menarik tubuh Tiwi agar terlepas dari batang yang menahan tubuhnya sedangkan kaki Yusuf bertumpu pada batu agar ia tak jatuh ke dalam jurang. “Tenang Wi, kalaupun kita jatuh, di bawah adalah sungai, kita pasti selamat” ujar Yusuf menenangkan. “Tapi aku tak bisa berenang” ujar Tiwi lemas. “Jangan pesimis begitu, aku sendiri tak tahu apakah nanti aku bisa menarikmu ke atas atau saat kita jatuh ke sungai aku dapat menyelamatkanmu, tapi setidaknya harus kita lalui dulu bukan, untuk mengetahui apa yang nantinya akan terjadi. Jadi, optimis saja” ujar Yusuf menyemangati Tiwi. Tiwi terdiam, ia mencoba berpikir positif. “Tiwi, coba tahan nafas dan perutmu, biar perutmu jadi lebih langsing” ujar Yusuf. “Ah, Yusuf... Kenapa becanda?” teriak Tiwi tersinggung. “Enggak, aku enggak becanda. Siapa juga yang akan becanda di saat genting seperti ini” ujar Yusuf yang sebenarnya ingin tertawa. “Yusuf!!! Para zombie datang!!” teriak Tika dari atas. Yusuf dan Tiwi menengadah, tampak Silvi, Yessi dan Tika ketakutan. “Kalian lari saja dulu, aku akan bersama Tiwi!” teriak Yusuf keras. “Tapi??” Tika tampaknya ragu untuk lari tapi Yessi dan Silvi segera menarik lengan Tika dan sekejap ketiganya sudah berlari dan menghilang dari pandangan Tiwi dan Yusuf. “Astaga...” ujar Tiwi sambil melihat keatas. Nampak para zombie yang berjalan diatas mereka. “Apa mereka mengetahui kalau kita ada di bawah sini?” ujar Tiwi menelan ludah. “Ssssttt...” Yusuf menutupi mulut Tiwi, wajahnya nampak tak kalah ketakutan, ia mengisyaratkan Tiwi agar diam.
            “Ya tuhan...” ujar Rima tak percaya. Sepanjang jalan mereka hanya melihat zombie, sedikit sekali manusia yang masih bertahan. “Padahal wabah zombie ini baru saja sampai di UNNES, tak kukira akan secepat ini menyebar ke area lain. Seakan tak ada tempat yang amna di luar sana” ujar Ghaida menelan ludah. “Apa teman-teman kita yang lain masih bertahan hidup, ya? Yessi. Iya, dimana Yessi?” tanya Fina sadar. “Entahlah. Sejak tadi aku terus menghubunginya, tapi tidak tersambung” ujar Rina dengan wajah pucat. “Semoga Yessi dan teman-teman kita yang lain baik-baik saja” ujar Siwi berdoa. “Iya, semoga Tika juga baik-baik saja” Mey ikut berdoa. “Sepertinya wabah zombie ini sudah menyebar kemana-mana. Firasatku mengatakan kalau wabah ini lebih dulu menyerang daerah bawah daripada daerah atas” ujar Rio pada teman-temannya. “Aku sependapat denganmu. Yang aku khawatirkan adalah, tidak mustahil kalau wabah ini bukan hanya terjadi disini, di Indonesia tapi juga di seluruh dunia” ujar Gallant pelan. “Teman-teman, sudah hentikan! Aku tak ingin mendengar hal itu. Lebih baik kita tenangkan pikiran, kita beristirahat saja” ujar Vian memarahi Rio dan Gallant. “Aku ingin menonton televisi, aku ingin melihat berita. Aku penasaran apa yang akan disiarkan oleh tiap saluran tv” ujar Hana menengahi pertengkaran. “Sayang Han, disini LCDnya tidak ada antenenya” beritahu Aji smile sambil terus berkendara. “Sudah hampir sampai... Kita sudah hampir sampai...” ujar Desti tiba-tiba sambil beranjak dari kursinya. Ia menelan ludah, wajahnya pucat menelan kekhawatirannya terhadap keluarganya.
            Para zombie itu terus berjalan melewati Tiwi dan Yusuf. “Mereka tidak sadar” ujar Tiwi pelan. “Ya, sepertinya kita akan aman” ujar Yusuf tak kalah pelan. “Lalu bagaimana dengan Tika dan yang lain?” tanya Tiwi tiba-tiba. “Aku percaya mereka pasti baik-baik saja” ujar Yusuf yakin. Grdak... Grdak... Tiba-tiba batu yang menjadi tumpuan Yusuf lengser. Yusuf Terperosok jatuh tapi tangannya masih memegang kaki Tiwi. “Aahhh...” ujar Yusuf terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. “Yusuf, kau baik-baik saja?” tanya Tiwi keras. “tiwi, diatasmu!!” teriak Yusuf keras. Tampak para Zombie mulai menuruni jurang, mereka menyadari keberadaan Yusuf dan Tiwi. “Ayo Tiwi!!!” Yusuf dengan sekuat tenaga menarik kaki Tiwi agar terbebas dari batang pohon yang menjeratnya. “Sudah Yusuf, lepaskan saja. Tinggalkan aku!” teriak Tiwi keras. “Tidak, aku tidak akan melepaskan kakimu!” tolak Yusuf. Para Zombie pun kian mendekat dan... Jdag! Tiwi menendang kepala Yusuf hingga Yusuf pun terpental dan melepaskan kaki Tiwi. “Kyaaaa...” dengan cepat para zombie itu mengerubungi Tiwi dan Byuuuur!!! Yusuf terjatuh ke dalam sungai. Splaaahhh... “Tiwi!!!” teriak Yusuf keras. Jbyur... jbyur... para zombie pun ikut terjatuh dari jurang dan langsung tenggelam ke dalam air. “Hosh.. Hosh..” Yusuf berenang menjauh dari para zombie yang berjatuhan itu. Ia berenang menuju ke tepi sungai. “Yusuf!!!” terdengar seseorang memanggilnya dari tepi sungai. Tampak Yessi, Silvi, dan Tika berada di tepi sungai, meneriaki Yusuf agar segera sampai ke tepi. “Hosh... Hosh...” Splaasshh.. Yusuf berhasil sampai ke tepi, ia segera bangkit dengan keadaan basah kuyup. “Aku... aku tak berhasil menyelamatkan Tiwi” ujar Yusuf sedih. Jdag! Ia meninju tanah dengan kepalan tangannya. “Sudah Yusuf, sudah... Kamu sudah berusaha semampumu” ujar Tika menenangkan. “Kyaaa...” tiba-tiba Yessi berteriak keras. Tampak tubuh Tiwi yang terjatuh ke sungai dengan isi perut terburai dan langsung terseret aliran air sungai. “Astaga...” ujar Silvi tak tega melihatnya. “Baiklah teman-teman, ayo kita kembali bergerak. Kita tak boleh berdiam diri disini” ujar Yusuf akhirnya bangkit. “Yusuf, aku mempelajari satu hal. Para zombie itu tak berdaya dengan air karena mereka tidak bisa berenang” ujar Tika pelan. “Dan hal itu takkan berguna karena kalian juga tak bisa berenang. Jadi tetap saja kita tak mungkin tetap tinggal disini” ujar Yusuf cepat. “ya, kau benar” ujar Tika sambil menundukkan kepala. “Teman-teman, kali ini kita harus lebih waspada. Aku sudah gagal menyelamatkan Muslim, Faozan, dan Tiwi” ujar Yusuf sedih. “Kami tahu, dan kamu tak perlu memasang wajah begitu. Bersemangatlah, kami juga akan gantian melindungimu” Yessi tersenyum. “Iya, kita akan saling melindungi” Silvi ikut tersenyum. “Teman-teman... lihat..” Tika menunjuk sesuatu di dekat mereka. “Guk... Guk...” tampak seekor anjir menatap tajam ke arah mereka. “Anjing itu terinfeksi. Ia juga zombie” ujar yusuf tak percaya menatap anjing penuh darah dan bermata merah di hadapannya. “Guk... Guk...” beberapa anjing yang lain muncul dari balik semak-semak diikuti dengan ayam, kucing, dan kambing. Yusuf menelan ludah lalu mengambil kayu di bawahnya. “Teman-teman, ambil batu sebanyak mungkin” bisik Yusuf pada teman-temannya. Yessi, Silvi, dan Tika mengambil beberapa batu di bawah mereka. Mereka tampak ketakutan. “Aku... tak mau jadi makanan hewan” ujar Yusuf sambil mengisyaratkan teman-temannya agar bersiap untuk berlari.
            Jalanan BSB benar-benar kacau, banyak kendaraan terbakar, hancur dan berserakan di tengah jalan. Para zombie ada dimana-mana. Suasana di BSB tak kalah mencekam dengan UNNES. Desti terus berdoa sambil melihat pemandangan luar dari kaca bus. Ia tampak cemas. “Desti...” ujar Mey sambil memegang pundak Desti. “Terima kasih Mey, aku baik-baik saja. Aku berpikir positif kok” ujar Desti mencoba tersenyum. “Di sini?” ujar Aji smile menghentikan laju bus. “Iya, biar aku berjalan kaki saja dari sini, rumahku hanya berjarak beberapa rumah dari gang ini. Kalau busnya masuk ke gang, nanti akan sulit untuk keluarnya lagi” ujar Desti pelan. “Desti, jangan pergi sendirian. Aku akan ikut menemanimu” ujar Mey yang ada disamping Desti. “Tapi?” Desti tampak terharu mendengar kata-kata Mey. “Aku juga akan menemanimu” ujar Aji menawarkan diri. “Aku juga” Gallant tersenyum, bergabung dengan Mey dan Aji. “Baiklah teman-teman, kalau 30 menit kalian belum kembali, kami akan menyusul. Berhati-hatilah” ujar Nanang pada Desti dan tiga orang lainnya. “Siap!” jawab Gallant singkat. Pintu bus pun dibuka dan keempat anak itu turun. “Ya tuhan, kenapa perasaanku tidak enak?” ujar Tanti sambil menelan ludah. “Aku juga merasakan firasat yang buruk. Hla bagaimana? Kamu ingin mendampingi mereka?” tanya Tony pada Tanti. “Tapi aku takut” ujar Tanti jujur. “Sudah cukup empat orang yang turun, kalau kalian ikut turun nanti Cuma akan merepotkan satu dengan yang lainnya, kita percaya saja dengan mereka” ujar Inggar tegas. “Iya, kalau terlalu banyak yang turun, nanti cuma akan memperlambat lari mereka saat para zombie menyerang” ujar Hana sependapat.
            Dap.. dap.. dap.. Yusuf, Yessi, Silvi dan Tika berlari kencang dari kejaran hewan-hewan zombie itu. Jduag! Yusuf berhasil memukul anjing yang hendak menerkamnya dengan balok kayu di tangannya. “mereka cepat sekali!! Kenapa para hewan ini bisa berlari? Kenapa tidak seperti zombie manusia yang terhuyung-huyung jalannya?” ujar Tika ketakutan. Wiing! Wiiing!! Silvi dan Yessi melempari hewan-hewan di belakang mereka dengan batu. “Aku tidak tahu kenapa para hewan ini bisa berlari, tapi yang paling merepotkan adalah anjing-anjing ini!” Jduag!! Sekali lagi Yusuf berhasil memukul anjing zombie di belakangnya. “Tapi kita tidak mungkin melawan mereka. Berhenti sama saja bunuh diri!” teriak Tika ketakutan. “Naik pohon, naik! Ayo!” Yusuf segera mengangkat tubuh Tika ke pohon. “Panjat, Tik! Panjat!” teriak Yusuf. Silvi dan Yessi juga berusaha memanjat pohon di dekat mereka. Jdag! Jdag! Yusuf mencoba melindungi teman-temannya yang hendak memanjat pohon. Ia terus menghantamkan kayu kepada para hewan zombie yang mencoba menerkam. “Yusuf!!” teriak Tika yang akhirnya sampai juga diatas. “Aaahhh!” Yusuf terjatuh ketika seekor anjing hendak menerkamnya. Gigi anjing zombie itu tepat di depan wajah Yusuf, air liurnya menetes-netes. “Yusuf!” teriak Yessi hendak turun untuk menolang. “Tidak usah!” cegah Yusuf segera. “Aaahhhh!!!” Anjing zombie itu kuat sekali hingga Yusuf pun terguling-guling karena menghindari giginya. “Aahhh...” Yusuf mencoba meraih batu di dekatnya dan... Jdag!! Ia menghantamkannya ke kepala anjing zombie itu. Para zombie hewan yang lain pun menerjang ke arah Yusuf tapi Yusuf segera memajat pohon di dekatnya. “Hosh... Hosh...” Yusuf akhirnya berhasil mencapai ke atas. Para zombie hewan itu tak mampu memanjat, mereka mengelilingi pohon yang dipanjati Yessi, Silvi, Yusuf, dan Tika. “Bagaimana ini? Apa kita harus menunggu hingga hewan-hewan ini pergi?” ujar Yessi ketakutan. “Belum lagi kalau kita sampai ditemukan oleh para zombie yang mengejar kita sampai ke dalam hutan” Silvi nampak cemas. “Maaf teman-teman... aku minta maaf. Tak kusangka kalau masuk ke dalam hutan akan lebih berbahaya. Aku minta maaf” ujar Yusuf penuh penyesalan.
            Gallant, Aji, Desti dan Mey pun tiba di rumah Desti. Mereka mempelajari satu hal selama berjalan dari bus sampai rumah Desti, “ternyata para zombie itu tak bisa melihat, mereka hanya bisa mendengar” ujar Gallant sadar. “Ya, dan asalkan kita tak bersuara seperti ini, mereka takkan menyadari keberadaan kita” ujar Aji pelan. “Ini harus segera kita beritahukan kepada teman-teman yang lain setelah kita selesai dari rumah Desti karena informasi ini penting sekali” ujar Mey pada teman-temannya yang lain. “Teman-teman, terima kasih sudah mengantarkanku kesini. Kalian bisa meninggalkanku sekarang” ucap Desti tiba-tiba. “Apa?” ujar Mey tidak percaya dengan kata-kata Desti. “Tidak Des, aku akan menemanimu ke dalam. Bukan... kita semua akan menemanimu ke dalam” ujar Mey lagi. “Iya, dan biar aku dan Gallant yang masuk lebih dulu” ujar Aji yang berjalan mendahului Desti. Ia membuka pintu rumah Desti, ternyata tak dikunci. Desti tampak pucat, ia tanpa sadar berpegangan pada Mey. “Lebih baik kita terus bersama” bisik Gallant pada yang lainnya. Gallant membuka pintu kamar satu persatu, tak ada... “Ayah... Ibu...” Desti tak kuasa menahan tangis, ia tak menemukan keluarganya di dalam rumah. “maaf teman-teman, aku ingin ke kamar mandi” ujar Desti sambil berlalu ke kamar mandi dan... “Kyaaa!!” “Ada apa, Des?” Gallant dan yang lain segera mendatangi kamar mandi. Tampak Desti yang terduduk di lantai kamar mandi. Ia menatap mayat yang persis berada di depannya. Mey menelan ludah dan segera memeluk Desti. “Sudah, jangan dilihat. Ayo pergi” ajak Mey sambil membangkitkan Desti berdiri. “Tidak Mey, tidak!” Desti melepaskan diri dari Mey kemudian duduk mendekati mayat yang ada di kamar mandi. “Haaaaa... Tidaaaak... Tidaaaak...” teriak Desti kencang. “Desti, jangan menangis. Nanti para zombie mendengar” ujar Aji mengingatkan. “Gawat, biar aku yang mengecek keadaan depan” Gallant segera menuju pintu depan. “Tidaaaakkk...” Desti memeluk mayat itu, ia terus menangis dan meluapkan kesedihannya. “Sudah Des, sudah...” ujar Aji menenangkan. Sring... Tiba-tiba mata mayat itu terbuka, menatap Mey dan Aji dengan tajam. “Desti, awas!” teriak Mey keras, ia mencoba menarik Desti tapi terlambat, mayat itu berubah menjadi zombie dan segera menerkam leher Desti. “Kyaaaa!!!!” teriak Desti kesakitan, ia langsung terbujur tak berdaya. “Desti!!” Mey bingung harus berbuat apa. “Ayo Mey!” Aji segera menarik lengan Mey keluar dari kamar mandi. “Tapi Desti...” tanpa sadar Mey menangis. “Teman-teman, pintu belakang!!!” teriak Gallant keras. Tampak kerumunan zombie bejubel memasuki rumah Desti. Aji dan Mey segera berlari ke dapur. “Desti mana?” tanya Gallant segera setelah berkumpul lagi dengan Aji dan Mey. Gallant langsung paham apa yang terjadi ketika Mey menangis dan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Ya sudah, kita tak punya banyak waktu. Ayo keluar dari sini” Gallant segera menendang pintu belakang yang terkunci gembok. “Sialan, bagaimana ini?” ujarnya tak sanggup menjebol pintu. “Jendela!” Aji segera menuju jendela dapur dan membukanya. “Mey, keluarlah lebih dulu!” ujar Gallant sambil menutup pintu menuju dapur dan Jdag!! Jdag!! Gallant berhasil menghentikan laju para zombie yang mengejar mereka untuk sementara. “Aku punya ide, cepat kalian dulu yang keluar” ujar Mey sambil menghidupkan kompor gas di dekatnya. “Apa yang kau lakukan?” ujar Aji terkejut. Gallant tak bertanya, ia langsung menuruti perintah Mey dan keluar lebih dulu lewat jendela. “Teman-teman, disini aman. Ayo segera keluar!” ujar Gallant dari luar. “Mey, aku tak bisa meninggalkanmu. Sudah, kamu tak perlu berbuat aneh-aneh” ujar Aji keras. Jdaaar!!! Pintu dapur pun terbuka, para zombie pun masuk. “Mey!!” Aji segera menarik tubuh Mey dari sergapan para zombie. Aji dan Mey segera keluar dari jendela sebelum para zombie itu menangkap mereka. “Rasakan ini, makhluk jelek!” ujar Mey dari luar jendela, melemparkan pemantik api ke kompor dan Byaaar!!! Jdaaar!! Ledakan gas hebat terjadi, tubuh Mey, Aji, dan Gallant yang berada di luar rumah ikut terpental akibat dhasyatnya ledakan tersebut. Seketika api berkobar dan membakar rumah Desti dan dengan cepat membakar rumah lainnya. “uhuk...uhuk...” Gallant mencoba bangkit. Asap tebal menyelimutinya. Ia tak bisa melihat sekeliling. Jdaaarrr!!! Tiba-tiba sebuah ledakan besar kembali terjadi. “Gawat, ledakan tadi menyebabkan rumah lain terbakar dan kompor gas dari rumah-rumah di sekitarnya pun ikut terbakar” ujar Gallant sadar. Ia berjalan terhuyung-huyung sambil melihat sekeliling yang penuh asap.
            “Apa yang terjadi?” ujar Heru terkejut, memandang kobaran api dan asap di kampung Desti. “Firasat burukku benar, bahkan ini lebih buruk” ujar Tanti tak percaya. “Ayo, kita harus menolong mereka” ujar Toni pada yang lainnya. “Tunggu Ton, ini terlalu beresiko. Belum tentu mereka masih selamat dan kurasa berbahaya kalau kita berada disini terus. Ledakan itu bisa sampai kesini, dan bus ini terancam” ujar Aji smile keras, ia pun segera menghidupkan mesin bus dan melaju. “Tunggu Ji, Tunggu! Belum tentu pula mereka sudah mati!” teriak Toni lagi. “Terlalu beresiko Ton, terlalu beresiko” ujar Aji smile lagi. “Toni, sadarlah. Ini situasi dimana kita harus rasional” ujar Iqma menenangkan Toni. “Dan meninggalkan teman-teman kita begitu saja?” teriak Toni lagi. “Baiklah, terserah kau!” Aji smile tiba-tiba menghentikan bus. “Cepat pergi!” teriak Aji smile. Toni segera membuka pintu bus, ia pun keluar dan diikuti oleh Tanti. “Semoga kita bisa bertemu lagi” ujar aji smile pelan, kembali melaju dengan bus. Teman-teman yang lain terdiam, mereka tampak bingung dengan situasi yang sedang mereka hadapi kini.
            Jdaaar!!! Sebuah ledakan besar terdengar. Yusuf, Yessi, Tika dan Silvi terkejut hingga hampir terjatuh dari pohon. “Lihat teman-teman... Mereka pergi...” ujar Yusuf pelan kepada teman-temannya yang lain. Para hewan zombie itu tiba-tiba meninggalkan mereka dan menuju sumber suara. “Iya, mereka pergi” ujar Yessi tak percaya. “Pelan-pelan turunnya” Yusuf memperingatkan teman-temannya yang lain. Keempat anak itu akhirnya turun. Mereka melihat sekeliling, sepi... “Lalu, sekarang kita kemana?” Silvi memandangi Yusuf. “Aku rasa ledakan tadi tak jauh dari sini, dan pasti itu suara ledakan sesuatu, mungkin kendaraan. Aku rasa kita sudah dekat dengan kota” duga Yusuf. “Berarti ini saatnya kita kembali memasuki kota, bertemu dengan para zombie itu?” tanya Tika ragu. “Kalian maunya bagaimana?” tanya Yusuf balik. “Tapi kita tak ada tujuan Suf... Kita mau kemana?” Tika merasa putus asa. “Mungkin saja di luar sana ada tim penyelamat tapi entahlah...” ujar Yusuf meragukan kata-katanya sendiri. “Tapi yang jelas, di hutan ini pun sama tidak amannya” ujar Yessi berpendapat. “Kalau begitu baiklah, ayo kita coba keluar dari hutan” Silvi setuju dengan Yusuf. “Baiklah, ayo” akhirnya Tika pun mengikuti teman-temannya keluar dari hutan. Mereka berlari cepat menelusuri hutan menuju sumber suara ledakan yang baru saja mereka dengar dan... “Hosh... Hosh...” Yusuf dan yang lainnya akhirnya keluar dari hutan, mereka berada di tepi jalan. Tampak Para Zombie mengerubuti kendaraan-kendaraan yang bergelimpangan di jalan dan tampak truk dengan drum minyak besar yang terguling dan terbakar. “Sepertinya sumber suaranya dari sana” ujar Yusuf pelan. “Banyak sekali zombienya, bagaimana?” ujar Tika ketakutan. “Tidak apa-apa, kita melangkah pelan-pelan” ajak Yusuf. Keempatnya pun bergerak dalam diam di tepi jalan, berharap agar keberadaan mereka tak disadari oleh para zombie dan... Bep! Yusuf yang tadinya hendak berteriak dibekap mulutnya terlebih dahulu oleh Yessi yang berada tepat di belakangnya. Yusuf berkeringat dingin. Tepat di depannya persis ia hampir menabrak zombie. Aneh, begitu pikirnya... Zombie itu tak sadar akan keberadaan Yusuf yang tepat di depannya, keanehan itu juga dirasakan oleh Yessi, Silvi, dan Tika. Gawat, begitu pikir Yusuf. Zombie itu tak segera pergi, ia malah mendekatkan wajahnya ke Yusuf tapi Zombie itu tetap tak sadar bahwa Yusuf berada tepat di depannya. Yessi mengambil kaleng minuman di bawahnya lalu melemparkannya ke arah lain dan Kltak! Suara jatuhnya kaleng itu tanpa disangka-sangka menarik perhatian para zombie yang segera megerubutinya termasuk zombie di depan Yusuf. Pelan-pelan Yessi melepaskan bekapan tangannya. “Hosh... hosh...” Yusuf mengatur nafasnya sambil memandangi ketiga temannya. Dalam keadaan tak bersuara, keempatnya pelan-pelan berjalan menjauh dari para zombie. Ysuuf menelan ludah, ia tak percaya bahwa keberadaan mereka tak disadari oleh para zombie. Akhirnya keempatnya bersembunyi di dalam mobil yang terbuka. Pelan-pelan mereka menutup pintu mobil itu kemudian mengambil nafas sepuas-puasnya.. “Astaga, tadi benar-benar menegangkan” ujar Tika masih merasa ketakutan. “Yang penting kita semua berhasil selamat” ujar yusuf sambil meminum botol aqua yang berada di mobil lalu memberikannya pada teman-temannya yang lain. “Teman-teman, apa kalian menyadari sesuatu?” ujar Yessi akhirnya. “Ya, keanehan tadi kan?” Silvi menanggapi. “Berarti para zombie itu tak bisa melihat, hanya mendengar saja?” ujar Yessi menyimpulkan. “Bukan Cuma itu, kurasa para zombie itu juga kehilangan alat perasanya, kalian sadar kan, zombie yang ada di depanku tadi tak bisa mendengus dan mencium bauku?” ujar Yusuf menambahi. “Hahahaha... Harusnya tadi kau menciumnya sekalian, Suf” ujar Tika becanda. “Ha9X...” Yusuf tertawa mendengar candaan Tika. Grep... “Kyaaa!!!!” Tiba-tiba ada yang menarik kerah baju Tika. “Zombie!!!” Yessi yang duduk disamping Tika segera menghantamkan alat pemukul di dekatnya pada kepala zombie hingga hancur tapi genggaman tangan zombie itu tidak bisa lepas dari kerah baju Tika. “Bagaimana ini? Bagaimana ini?” teriak Tika panik. Tiba-tiba para zombie di luar sana sudah mengerubuti mobil yang dijadikan tempat persembunyian mereka. “Gawat...” ujar Yusuf sambil menghidupkan mesin mobil. “Tidak bisa!” teriak Ysuuf panik. Para zombie terus mengguncang-guncangkan mobil yang mereka tumpangi. “Bagaimana ini?” Silvi nampak ketakutan. “aaahhhh” Yessi akhirnya berhasil melepaskan genggaman zombie yang menempel erat di kerah baju Tika. “Aku tak menyangka kalau di dalam mobil ini juga ada zombie. Lain kali kita harus mengeceknya dulu sebelum menaiki sebuah kendaraan” ujar yessi pada teman-temannya yang lain. “Sepertinya tak ada lain kali. Kita akan mati disini” ujar Tika menangis. Gdrak! Gradak!! Para zombie itu mengguncang-guncangkan mobil dengan keras dan berhasil membalikkan mobil itu dan “Aaahhhh” Mobil yang mereka tumpangi teguling ke tepi jalan dan terperosok. Pintu mobil pun rusak, sehingga pintu itu terbuka dan dari posisi mobil yang terbalik itu, mereka dapat melihat para zombie yang berjalan menuju ke arah mereka. “Ayo keluar!!” teriak Yusuf pada teman-temannya yang lain. Ialu ia pun segera keluar diikuti oleh Silvi. “Tika...Tika!!!” teriak Yessi yang mencoba menarik Tika yang tak sadarkan diri. “Yessi, ayo keluar!” Yusuf menarik Yessi keluar tapi Yessi meronta-ronta tak mau melepaskan Tika. “Kita tak bisa meninggalkan Tika sendirian disana! Tika masih hidup!” ujar Yessi keras. “Aku tahu... Aku tahu... tapi kita tak bisa menolongnya, kita tak bisa!” teriak Yusuf lebih keras. “Tapi kita tak mungkin menjadikan Tika sebagai umpan agar kita bisa berlari dari para zombie itu!” Yessi menangis keras. Yusuf akhirnya berhasil menarik Yessi dan Ia segera menggendong paksa Yessi agar dapat meninggalkan mobil yang masih ditumpangi oleh Tika yang tak sadarkan diri itu. “Tidaaak!!!” teriak Yessi keras. Para zombie itu segera mengerubungi mobil yang sudah mereka tinggalkan dan melahap Tika. Silvi yang tak kuasa melihatnya memilih untuk terus menghadap ke depan. Jdddaaaaarrrr!!!! Ledakan kembali terjadi, mobil yang baru saja mereka tinggalkan itu meledak dengan hebat hingga membuat Yusuf terpental dan melepaskan gendongannya dari Yessi. Silvi terpental dan jatuh cukup jauh dan langsung tak sadarkan diri. “Uhuk... uhuk...” Mata Yusuf berkunang-kunang, ia membalikkan badan dan memandangi kondisi mobil yang terbakar. Tampak para zombie yang terbakar berguling-guling dan ada yang masih berjalan seolah tak merasakan apa-apa. Yusuf pun mengalihkan pandang. Di depannya nampak Silvi yang tak sadarkan diri lalu Yessi yang sudah bangkit berdiri, memandanginya dengan penuh emosi. “Bangun kau!” tiba-tiba Yessi menarik Yusuf berdiri dan mencekiknya. “Kau jahat! Kejam!” teriak Yessi keras di hadapan Yusuf. “Bagaimana mungkin kau meninggalkan temanmu?” teriak Yessi keras yang membuat para zombie pun mengalihkan pandang ke arah mereka. “Yessi, tolong hentikan. Kau menarik perhatian para zombie itu” ujar Yusuf dengan suara tercekik. “Biar saja, biar kita semua mati bersama-sama!” teriak Yessi tak peduli. “Aaaahhhh!” Ctaaakkk!!! tanpa sadar Yessi menampar Yusuf dengan keras hingga Yusuf terjatuh ke tanah. Pandangan Yusuf yang berkunang-kunang menangkap pemandangan mengerikan, para zombie itu mendekat, dan di tengah-tengah mereka.. nampak sosok Tika.
            “Gallant!!! Aji!!! Mey!!! Desti!!!” teriak Toni dan Tanti keras. Dalam kepulan asap, mereka tak mampu melihat sekeliling mereka dengan benar. Grrraaaoooo!!!! Jdag!! Dengan gesit Toni menghantamkan balok kayu pada para zombie yang hendak menyerang mereka. “Waspada” ujar toni memperingati Tanti. “Ya” Tanti mengangguk pelan. “Mey!! Mey!!” teriak seseorang dari balik asap. Toni dan Tanti segera berlari ke arah sumber suara itu, ternyata dekat dengan rumah Desti yang terbakar. Tampak Aji yang terus berteriak ke arah pohon di dekat mereka. “Aji, kau baik-baik saja?” Toni segera merangkul Aji. “Tapi Mey...” Aji menunjuk beberapa meter di dekat mereka, tampak Mey yang tak sadarkan diri terbaring di rerumputan di dekat zombie yang belum menyadari keberadaannya. “Toni, Tanti, kuberitahu satu hal penting. Para zombie ini tak bisa melihat, mereka hanya bisa mendengar. Jadi selama kita tak bersuara, kita akan aman” beritahu Aji sambil menatap tajam mata Toni dan Tanti. “lalu kenapa kau berteriak keras?” tanya Tanti bingung. “Karena aku ingin mengalihkan perhatian mereka” beritahu Aji cepat tapi mata Tanti dan Toni tertuju pada hal lain, mereka ternganga. “Sepertinya kau berhasil menarik perhatian mereka” ujar Toni sambil terkejut. Aji ikut memandang apa yang dilihat Toni dan Tanti, tampak segerombolan zombie dengan tubuh hangus berjalan terseok-seok ke arah mereka. Aji menelan ludah, ia telah berhasil menarik perhatian para zombie itu tapi ia tak menyangka akan menarik perhatian zombie sebanyak itu... “Bahkan dengan tubuh hangus mereka masih hidup. Mereka sungguh mengerikan. Ini mengerikan sekali” ujar Tanti tak percaya. Aji memandangi teman-temannya kemudian berkata pasrah, “Gawat... Zombie-zombienya terlalu banyak... Kita terkepung”
           

To be continued....

Note: Chapter 2 ini sudah mulai kelihatan pembagian porsi adegannya dan dialognya sebisa mungkin kubagi rata untuk tiap tokoh. Sebisa mungkin kubuat agar tidak ada tokoh utama di cerber ini yang benar-benar utama sehingga kisahnya terasa netral, yaitu tanpa tokoh utama yang benar-benar utama karena semuanya adalah karakter utama, bedanya Cuma kapan matinya saja. Ha9X... dan jangan protes ya kalau tokoh favorit kalian kumatiin di kisah ini, karena aku benar-benar orang yang tega untuk melakukannya. Semoga para pembaca menikmati chapter kali ini.

            Terima kasih sudah membaca Cerber College of the Death ini. Kisah cerber sepanjang 12 chapter ini akan menemani liburan para pembaca selama kurang lebih beberapa minggu ke depan. Tiap minggunya akan di update 2 buah cerber, sehingga para pembaca yang penasaran dengan lanjutan kisahnya dapat mengetahui kapan update kisah zombie thriller horror action ini. Kisah cerber ini terinspirasi oleh manga High School of the Dead. Ya, dan memang pada dasarnya aku ingin membuat sebuah cerber untuk teman-teman KEMPONG dengan mereka sendiri sebagai tokoh utamanya. Karakterisasi yang ada di cerber bukan karakterisasi anak-anak KEMPONG yang sesungguhnya, jadi jangan sampai terlarut dengan kisahnya, ya. Aku dan White Prince mempersembahkan hadiah menarik bagi para pembaca yang berhasil menebak dengan benar dan tepat siapa saja tokoh yang akan bertahan hidup hingga cerber ini berakhir. Tebak 3 nama saja yang akan bertahan hidup di akhir kisah cerber ini. Kirimkan tebakan kalian ke alamat email berikut ini: yusuf_luffy@ymail.com Bagi para pengirim yang berhasil menjawab dengan benar, akan diundi lagi untuk dipilih dua nama yang akan menjadi pemenang dan berkesempatan untuk menonton film 3D bareng The Dark Knight dan White Prince. Ayo segera kirim nama yang kalian jagokan, paling lambat tgl 20 Februari 2012. Pengumuman pemenang akan diumumkan pada Rempongs on the Week edisi perdana Season 2. Baiklah kalau begitu, terus ikuti kisah cerber ini ya. Salam dari The Dark Knight dan White Prince untuk para pembaca. Selamat menikmati liburan... XOXO... See ya...

Karang itu tegar karena ganasnya ombak.. pohon itu kokoh karena kencangnya tiupan angin.. Sahabat, ketika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan mengujinya dengan rasa takut, kehilangan, sakit, haus, lapar, dll. Sungguh, bukan masalahlah yang mendewasakan seseorang, tapi sikap dan pilihan untuk bagaimana mengatasi masalah tersebutlah yang membuatnya semakin matang dan dewasa.

0 komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
ini blog perdana "kempong"... mudah-mudahan dapat menampung saran dan segala unek-unek... ada postingan biodata para anggota kempong juga (eksklusif lho... ) jgn lupa tinggalkan komen yach.... terima kasih... HAH!!!

Pengikut

Blogger templates

Blogroll

Copyright © 2012 keluarga rempongTemplate by : UrangkuraiPowered by Blogger.Please upgrade to a Modern Browser.