College of the Death


Cerita ini hanya fiksi. Kesamaan nama orang dan tempat hanya kebetulan belaka.
Kisah dalam Cerber ini kupersembahkan untuk Teman-teman KEMPONG



Chapter 9
Journey to Nowhere



            Kelompok Yusuf yang sebelumnya berada di ruang asap dan kelompok Silvi yang sebelumnya berada di ruang kontrol kini telah bergabung dengan kelompok Vian di ruang kokpit kapal. “Apa ini? Tidak ada jalurnya, ini otomatis” ujar Vian pada teman-temannya yang lain. “Berarti kapal ini bergerak tanpa navigasi, tapi Cuma satu arah” duga Nanang. “Ya, dan kalau kita aktifkan kembali mode berlayar, kapal ini akan kembali ke tempat sebelumnya, tempat asal mula kapal ini mulai berlayar, yaitu Amerika” ujar Angga menelan ludah. “Kurasa belum tentu. Aku menyangsikan kapal ini berasal dari Amerika setelah tahu bahwa kapal ini merupakan kedok Syndicate untuk memasuki wilayah Indonesia” ujar Rio cepat. “Manapun yang benar, kita harus tetap mengaktifkan kapal ini karena kita tak mungkin lagi tetap berada disini kalau kita masih ingin bertahan hidup” ujar Hana pelan. Akhirnya anak-anak itu mengaktifkan mode berlayar untuk kapal Poseidon, tanpa navigasi yang jelas, Poseidon pun bergerak menuju satu arah, yaitu tempat asal Poseidon, entah itu Amerika atau manapun. Kelima belas anak yang masih bertahan hidup itu memandangi jendela kapal, melihat pemandangan Tanjung Emas yang kini mulai mereka tinggalkan, tampak kobaran api di daratan, dan suara-suara gaduh yang menyertainya. Akhirnya, kelima belas anak itu pun berlayar...
            Setelah berhasil membajak Poseidon dan berlayar, kelima belas anak itu segera kembali ke dek atas. Dengan brutal mereka menembaki para anggota Syndicate yang sudah berubah menjadi zombie, Pertarungan sengit itu berlangsung singkat karena strategi yang anak-anak itu susun adalah menjatuhkan para zombie ke lautan sehingga mereka tak perlu menghabiskan banyak peluru untuk menyingkirkan para zombie dari dek atas. Begitu dek atas bersih, kelima belas anak itu membaringkan mayat Ifah, Iqma, dan Aji smile lalu memocong mereka, dan menyolatinya. Ketiga teman mereka yang gugur ini lalu dimasukkan ke dalam peti dan disimpan di gudang kapal untuk nantinya dimakamkan dengan layak ketika sudah mencapai daratan. Hari itu masih belum berakhir, menjelang sore, anak-anak itu masih mengelilingi kapal untuk membersihkan mayat-mayat yang berserakan dan menampungnya di dek atas. Ternyata mayat-mayat yang berada di dalam kapal jauh lebih banyak daripada yang mereka duga. Mau tidak mau kelima belas anak itu menyusuri semua bagian kapal agar kapal Poseidon benar-benar bersih. “Ruang apa ini?” ujar Toni pelan ketika melihat ruang besar di hadapannya. “Ada tulisannya” Tanti menunjuk tulisan besar di pintu ruang besar tersebut yang bertuliskan, “Nightmare”. “Sepertinya ruang ini tidak ada dalam monitor cctv” ujar Silvi sadar. Toni mencoba membuka ruang besar tersebut, tapi tak bisa, pintu itu terkunci dengan rantai dan gembok besar. “Sepertinya pintu ini juga terkunci dari dalam” duga Toni. “Teman-teman, apa yang kalian lakukan? Ayo cepat bantu sebelah sini!” teriak Angga keras ketika mendapati Silvi, Tanti dan Toni malah sibuk berbincang tentang pintu ruangan besar di di depan mereka. Toni segera mendekati Angga. “Bukankah aneh sekali, Ngga.. Pintu itu besar sekali. Aku bukan penasara dengan seberapa besar ruangan di dalamnya tapi apa yang berada di dalam ruangan itu karena pintu itu besar sekali, pasti sesuatu atau entah apa itu yang berada di dalamnya pasti juga sangat besar” ujar Toni penasaran. “Sudahlah Ton, tidak usah kau pikirkan. Besok-besok masih bisa cari tahu lagi, kan? Hari ini melelahkan sekali, kita fokus membersihkan kapal ini saja dulu” jawab Angga enteng.
            Hari kedua dan ketiga pelayaran, kelima belas anak itu masih sibuk membersihkan kapal. Bukan membersihkan mayat, tapi membersihkan kapal yang kotor karena mayat-mayat yang sebelumnya mereka kumpulkan yang sudah mereka buang ke laut. Kelima belas anak itu mencoba terus mendekatkan diri selama tiga hari terakhir jadi saat makan siang pun mereka lebih memilih untuk makan siang bersama. Siang itu di dek kapal, mereka makan siang sambil memandangi langit dan lautan biru. “Kita benar-benar kehilangan salah satu sosok yang dapat diandalkan ya. Aku tak menyangka Aji smile akan gugur” ujar Inggar pelan. Nanang diam saja, ia tak menanggapi. “Sekarang kita tinggal berlima belas. Jadi mulai sekarang kita tak boleh bertikai, masalah kecil harus segera diselesaikan karena aku tak ingin mendengar pertengkaran lagi diantara kita. Kita harus bersatu, satu tujuan karena mulai sekarang kita akan saling menopang untuk bertahan hidup dalam dunia yang penuh kekacauan ini” ujar Angga pada teman-temannya yang lain. “Ya, aku setuju” Yusuf tersenyum. “Baiklah, kita buat jadwal piket kapal dan buat tim-tim kecil untuk mengurus tiap bagian kapal. Bagaimana?” tanya Angga ramah. Akhirnya tim-tim kecil pun terbentuk. Para wanita bertanggung jawab dalam masalah dapur sedangkan para laki-laki bertanggung jawab terhadap keamanan kapal, mesin, dll.
            Hari keempat di kapal Poseidon cukup terasa berbeda. Kelima belas anak itu mulai bisa tersenyum dan menikmati segala fasilitas di kapal. Yusuf, Rio, Nanang, dan Toni tengah berenang di kolam renang kapal, Angga, Hana, Silvi dan Rina berada di ruang yang mirip dengan kantor, mereka mencoba mencari-cari tentang data Syndicate disana. Gallant dan Heru sibuk menyusuri kapal, mencatat hal-hal baru dan teknologi di dalam kapal, Inggar dan Yessi berjaga di ruang kontrol. Vian menjahili Tanti dan Fina yang sedang sibuk di dapur. “Ruang rahasia?” ujar Yusuf dengan wajah biasa saja. “Kukira kau akan ternganga ketika mendengar ada ruang rahasia di kapal ini” ujar Toni dengan wajah kecewa. “Memang dimana, Ton?” tanya Rio sambil berenang mendekati Toni. Toni dengan wajah jahil membisiki Rio dan Rio menunjukkan ekspresi penasaran. “Hah, dimana? Aku juga pengen tahu” ujar Yusuf akhirnya penasaran juga. “Ah, G jadi kukasih tahu. Wuee” ujar Toni jahil. Rio hanya terkekeh melihat Ysuuf yang nampaknya penasaran. “Io, dimana? Kasih tahu” ujar Yusuf dengan wajah memelas. Rio hanya tertawa, tidak mau memberitahu. “Ah, kalau tidak mau bilang, akan kutarik ke 2 meter, lho” ujar Yusuf sambil menarik lengan Rio. “Hei... Hei, aku G bisa berenang!!” teriak Rio panik. “Makanya kasih tahu, dong!!!” ujar ysuf yang tampak kesulitan menarik Rio. “Bang, bang... jangan bang!!” ujar Rio sambil memukul-mukul punggung Yusuf, benar-benar ketakutan. “Nanang, Toni, ayo bantu aku!!!” ujar Yusuf kesulitan menarik Rio. Nanang yang juga jahil segera membantu Yusuf menarik Rio ke kedalaman 2 meter di kolam sedangkan Toni hanya tertawa melihat kelucuan di depannya. Rio terus menjerit-jerit panik sambil terus memukul-mukul punggung Yusuf. “Iya.. iya.. akan kuberitahu dimana letaknya” ujar Rio berteriak keras, akhirnya kalah.
“hah, mereka sedang apa?” ujar Gallant tertawa sambil memandangi teman-temannya saling menjahili di kolam renang. “Sepertinya mereka benar-benar sudah lupa dengan kekacauan yang terjadi di dunia” ujar Heru ikut tertawa. “Hei kalian!!!” tiba-tiba terdengar suara memanggil keduanya. Heru dan Gallant menoleh, tampak Vian yang berlari mendekati mereka. “Ayo, makan siang sudah siap!!” ujarnya keras.
“Ah, kenapa menjahiliku? Bukankah Toni yang menjahilimu” ujar Rio protes. “Karena aku tidak mungkin menarik orang yang bisa berenang ke kedalaman 2 meter” ujar Yusuf tertawa sambil memandangi Toni. “Teman-teman, aku mau memberitahukan sebuah kabar” ujar hana tiba-tiba meskipun ia belum selesai makan. Teman-temannya yang lain mendengarkan Hana sambil terus melahap makanannya di ruang makan yang mirip restoran bintang 5 tersebut. Hana mendekati Tv yang ada di dekatnya. “Sejak awal wabah zombie ini menyebar, aku selalu penasaran dengan apa yang akan diberitakan di tv. Ketika pertama kali aku melihat tv di Masjid Agung Jawa Tengah, aku benar-benar terkejut karena ternyata seluruh Indonesia terkena wabah zombie, tapi di sisi lain aku juga penasaran dengan perkembangan dunia, bagaimana wabah zombie ini berdampak pada kelangsungan hidup manusia di dunia dan pernah suatu ketika aku berpikir mungkin di luar negeri sudah menemukan obat penawarnya, jadi aku benar-benar ingin melihat siaran luar negeri. Lalu ketika tadi aku, Angga, Silvi dan Rina berada di kantor Syndicate, sejujurnya kami tidak menemukan apa-apa karena senua data disana ditulis dengan bahasa korea, jadi kami tidak bisa memahaminya” ujar Hana panjang lebar. Teman-temannya yang lain kini mulai menghentikan makan mereka dan mendengarkan dengan wajah serius. “Sebelumnya ketika pertama kali menyusup ke kapal, aku ingat ketika tiba-tiba salah seorang anggota Syndicate mencoba berkomunikasi denganku tetapi menggunakan bahasa korea dan anehnya ketika helmnya terbuka, ia bukan orang korea” beritahu Fina tiba-tiba. “Itu poin utamanya, sepertinya bahasa korea adalah bahasa yang digunakan oleh para anggota Syndicate” Hana memberikan kesimpulan. Ctek... Tiba-tiba Hana menyalakan tv disampingnya. “Dan ketika di ruang kantor tersebut ada tv, aku tiba-tiba teringat akan rasa kepenasaranku terhadap kondisi dunia setelah wabah zombie menyebar dan lihatlah...” Hana mencoba mengganti-ganti channel luar negeri di tv tersebut. Teman-temannya yang lain tak percaya dengan apa yang dilihatnya, mereka tampak bingung dengan apa yang sedang terjadi. “Aku jga bingung” ujar Hana terus mengganti-ganti channel. Di tv tersebut terdapat semua channel luar negeri, ada channel tv korea, amerika, jerman, afrika, selandia baru, semuanya. “Kenapa di luar sana tidak terjadi apa-apa?” ujar Vian akhirnya. “Iya, aneh sekali bukan, di seluruh duia tidak terjadi apa-apa. Adem ayem padahal Indonesia sudah porak-poranda begini. Dan lihat ini” Hana menunjukkan siaran langsung dalam tv tersebut. “Ini membuktikan bahwa dunia tidak terserang wabah zombie, acara live ini membuktikan bahwa dunia sekarang aman-aman saja, tidak terjadi apa-apa” Hana menelan ludah. “Berarti Cuma Indonesia saja yang...” Yessi tak percaya terhadap kenyataan yang ada. “Iya, sepertinya hanya Indonesia saja yang terserang wabah zombie ini dan parahnya, tak ada satu pun negara yang sadar bahwa Indonesia tengah mengalami kekacauan yang luar biasa akibat wabah zombie ini” ujar Hana lagi. “Atau mungkin bisa saja negara-negara tetangga ini pura-pura tidak tahu dengan apa yang terjadi di Indonesia selama beberapa hari terakhir ini” ujar Angga sambil memandangi teman-temannya. “Syndicate, sebenarnya siapa mereka? Apa tujuan mereka di balik semua ini?” ujar Heru menelan ludah. “Kita akan segera tahu setelah kita tiba di tempat tujuan Poseidon ini” ujar Hana sambil memandangi laut melalui jendela.
“Jadi ini ruang rahasia yang kau maksud?” Yusuf memandangi pintu besar yang terkunci di depannya. Rio hanya mengangguk pelan sambil terus memasang wajah kesal pada Yusuf. “Hei, sudah dong. Jangan terus memelototiku seperti itu” ujar Yusuf tampak tak nyaman. Nanang dan Toni terkekeh melihat dua temannya itu. Yusuf mencoba mengecek pintu besar itu. “Kau benar Ton, pintu ini nampaknya selain terkunci dari luar tapi juga terkunci dari dalam” ujar Yusuf tak sanggup membuka pintu tersebut. Tiba-tiba sebuah tombol di dekat pintu tersebut mengalihkan perhatian Yusuf. “apa ini?” ujar Yusuf penasaran. Ketiga temannya yang lain ikut melihatnya. Pet! Toni dengan cepat memencet tombol tersebut. “Hei, kenapa kau pencet?” ujar Yusuf terkejut. “Bukankah kalia penasaran? Ya sudah, langsung kupencet saja” ujar Toni biasa saja. Yusuf dan yang lainnya segera memandangi pintu besar itu tapi tidak terjadi apa-apa. “Hah?” ujar Yusuf sambil mengangkat alisnya. “Kenapa tidak bereaksi apa-apa? Lalu fungsi tombol ini untuk apa?” ujar Rio tak habis pikir. “Ya sudah, ayo kita kembali ke atas. Disini pengap sekali, biarlah pintu rahasia selamanya tetap jadi pintu rahasia” ujar Nanang acuh. Ketika anak-anak itu hendak meninggalkan pintu besar tersebut, tiba-tiba Jdag.. Jdag!! Terdengar suara keras di belakang mereka. “Apa itu?” Toni berbalik dan kembali memandang pintu besar itu. Jdag! “Aahh” Anak-anak itu terkejut ketika tiba-tiba pintu itu dicoba didobrak dari dalam. Sepertinya ada sesuatu yang ingin menghancurkan pintu itu dari dalam ruangan. “Astaga” ujar Yusuf menelan ludah ketika melihat pintu di depannya terus coba didobrak oleh sesuatu di dalamnya. “aaauuuunggg...” tiba-tiba terdengar suara keras dari dalam ruangan tersebut. Toni dan yang lainnya saling berpandangan. “Sepertinya ini bukan sekadar ruang rahasia biasa, sepertinya memang kita tak perlu mengetahui apa isinya” ujar toni mulai ketakutan.
“Sebenarnya kapal ini akan menuju kemana, ya?” ujar Inggar pelan sambil memandangi bintang-bintang di langit. “Kurasa Poseidon akan menuju markas Syndicate” Hana tersenyum simpul. Kedua anak itu kini berada di dek atas karena tidak bisa tidur. Dap.. Dap.. “Hoek... Hoekk..” tiba-tiba di belakang mereka terdengar kegaduhan. Hana dan Inggar menoleh ke belakang, tampak Angga yang sedang muntah-muntah. “angga, kau kenapa? Bengek lagi?” Inggar dan Hana mendekati Angga. “Bukan, aku mabuk laut” ujar Angga dengan wajah pucat. Brrrmmmm... Terdengar suara gaduh lainnya di dekat mereka. “Hei, teman-teman!!!” tiba-tiba sebuah motor besar mendekati mereka. Tampak Gallant yang tersenyum sambil mengendarai motor besar itu. “Kau ini suka sekali naik motor besar ya” tiba-tiba Tanti muncul dari pintu masuk dek atas. “Wah, makin ramai nih” ujar inggar melihat satu persatu temannya datang di dek atas. “Bagaimana? Kamu sudah agak mendingan?” ujar Hana pada Angga tapi Angga tak menjawab, ia muntah-muntah lagi. “Dapat darimana tuh, Lant?” tanya Tanti penasaran. Di dek atas sebelah sana tergeletak motor gede ini. Ya sudah, langsung kunaiki saja. Sebelumnya memang aku jalan-jalan sama Heru karena kami G bisa tidur, dan beruntungnya aku bisa nemu ini” ujar Gallant senang. “Hla Heru sekarang dimana?” tanya Angga akhirnya bisa berbicara lagi. “Aku disini” ujar Heru yang berjalan mendekati mereka. “Ah, kamu kenapa meninggalkanku?” ujar Heru protes pada Gallant. “Maaf.. Maaf...” Gallant tertawa. “Kamu sendiri ngapain sendirian disini? G bareng Toni?” tanya Hana pada Tanti. “Toni sedang bersama Nanang, Rio dan Yusuf. Mereka lagi di bagian bawah kapal, penasaran dengan pintu rahasia di Poseidon ini” ujar tanti cepat. “Ah, pintu itu?” ujar Angga ingat. “Jadi aku jalan-jalan sendiri deh” lanjut Tanti. “Ya sudah, kita begadang saja bareng-bareng ngobrol di dek atas ini sampai subuh” ujar Inggar pada teman-temannya yang lain.
“Hah, ternyata dari tadi kamu ada disini?” ujar Fina keras. Rina tampak malu ketahuan oleh teman-temannya. “Kamu latihan masak?” ujar Yessi tak percaya. Fina dan Yessi segera memasuki dapur. Di dalamnya tampak Silvi dan Rina sedang memasak sesuatu dan ada Vian juga yang tertidur di lantai. “Lalu ni anak ngapain?” ujar Yessi saat melangkahi tubuh Vian yang terbaring lelap di atas lantai. “Dia dari tadi ganggu terus, tapi akhirnya sekarang sudah tertidur” beritahu Rina pelan. “Hahahaha.. Ternyata dari tadi kalian mencari Rina, ya?” Silvi tertawa. “Iya nih, kukira dia dimana” ujar Fina jujur. “Aku memang lagi pengen belajar memasak” ujar Rina malu-malu. “Kenapa tidak minta diajari aku atau Fina saja?” ujar Yessi sampil menjitaki kepala Rina. “Aku malu, kalian selalu menyindirku soalnya. Kalau Silvi kan baik” ujar Rina keceplosan. “Hah, apa?” Fina dan Yessi yang mendengarnya segera mengibas-ngibaskan sayur ke wajah Rina. “Teman-teman, geli!!” ujar Rina kalah. “Hahaha...” silvi tertawa melihat tingkah lucu teman-temannya.
 “Aaauuunggg...” Suara dari dalam ruangan itu makin terdengar keras. “apapun yang ada di dalam ruang itu.. pasti bukan hal yang baik” ujar Rio menelan ludah. Jdag!!! Dobrakan keras dari dalam ruangan itu kembali terjadi. “Apa ada raksasa di dalamnya?’ ujar Nanang tak percaya. “Bukan, raksasa tidak mengaum” jawab Yusuf cepat. Jdag!!! “Pintunya...” Toni memandangi pintu di depan mereka yang mulai hancur. “Sepertinya makhluk itu akan segera keluar” ujar toni lagi. “Gawat, kita harus memberitahu yang lain” ujar Yusuf pada teman-temannya. Jdaaagggg!!! Pintu besar di depan mereka terbuka dengan keras. “Aaahhh...” anak-anak itu berlindung agar tak terkena pintu yang jebol itu. “Aaaauuuunggggg” suara auman itu jelas sekali terdengar. Yusuf mencoba melihat apa yang ada di dalam ruang itu, tampak asap putih dan.. “Waaaa!!!!” ia berteriak keras ketika melihat sesuatu muncul dari dalam ruangan berasap itu, monster. “Tidak...” ujar toni tak percaya. “Aaauuunnnggg” Monster serupa kuda nil itu mengaum dan mengeluarkan asap putih dari hidungnya. “Asap itu jangan-jangan” Rio menebak sesuatu yang menakutkan. “Lari!!!” Nanang berteriak keras. “Aaauuunggg” Monster serupa kuda nil itu mencoba keluar dari ruangan yang mengurungnya lalu mengejar Nanang dan yang lainnya yang berlari menyusuri koridor bagian bawah kapal. “Monster apa itu?’ Nanang tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Monster itu bermata merah, tubuhnya berminyak, dan ukurannya besar sekali, ia juga mempunyai taring di giginya. “sepertinya monster itu adalah penghasil asap penyebab virus zombie” ujar Rio keras. “Ternyata Syndicate tidak menghasilkan virus itu dari bahan-bahan kimia, tapi dari monster itu!!!” ujar Toni sadar. “Dan di ruang asap itu ketika aku melihat pipa-pipa di dalamnya, itu pasti pipa-pipa yang bersumber dari ruang rahasia tadi, yang mengambil asap yang dihasilkan oleh monster itu” ujar Yusuf ingat. “aaauuunnnggg...” Monster itu terus mengejar Nanang dan yang lainnya, meskipun gerakannya lambat dan sering terhambat oleh sempitnya koridor, tapi monster itu memiliki ukuran besar yang membuatnya bisa menjangkau lari Nanang dan yang lainnya. “Naik sini, ayo!” Nanang segera berlari ke tangga. Tak disangka Monster itu terus mengejar mereka menaiki tangga. Toni yang berlari paling akhir segera menutup pintu tangga begitu ia berhasil masuk ke ruang lainnya. Jdag!!! Jdag!!! Monster itu ternyata menggedor pintu ruangan. “Gawat, bagaimana ini? Aku tak tahu kalau ternyata Poseidon masih menyimpan kengerian semacam ini” ujar Toni panik. “Ini gara-gara kau yang sudah membuka pintu rahasia itu!!” Yusuf memarahi Toni. “Sudah, ini bukan waktunya untuk saling menyalahkan” ujar Rio melerai. “Senjata... Kita perlu senjata untuk melawan monster ini” ujar Nanang cepat. Jdaaaggg!! Pintu pun berhasil didobrak. “Aaauuunnggg!!!” Monster itu kini berada di depan mereka. “Lari!!!” Teriak Nanang keras.
“Kegaduhan apa itu?” ujar Silvi tiba-tiba. “Di atas sepertinya terjadi sesuatu” ujar Fina merasakan firasat buruk. “Aku akan coba naik” ujar Rina pelan. “Sudah, biar aku saja. Kamu nerusin masak saja bersama Fina dan Yessi” ujar Silvi cepat. Ia segera meninggalkan dapur da menuju ke lantai atas. “Baiklah, kini giliran kami yang akan mengajarimu memasak” ujar Yessi mengambil alih posisi Silvi. “Eh, ada apa ini? Kenapa berguncang-guncang?” tiba-tiba Vian terbangun. “Sudah, kamu tidur saja lagi” ujar Rina pada Vian.
“Ini perasaanku saja atau memang kapal ini bergetar?” ujar Gallant masih di atas motornya. “Kita memang berada di laut, jadi terasa seperti terombang-ambing” ujar Angga lalu muntah lagi. “Ngga, sebaiknya kamu istirahat saja di kamar, ayo kuantarkan” ujar Tanti merasa kasihan. “Aku tidak apa-apa” jawab Angga dengan suara lemas. “Tapi aku juga merasakan getaran, sepertinya terjadi sesuatu di dalam kapal” ujar Heru sadar. “Iya, kan?” Gallant memandangi teman-temannya.
“Teman-teman, apa yang terjadi?” ujar Silvi ketika bertemu dengan Nanang dan yang lain yang tengah berlari. “Silvi, lari!!!” teriak Toni keras. “Ada apa..” Silvi ternganga tak bisa meneruskan kata-katanya saking terkejutnya dengan apa yang ia lihat, monster serupa kuda nil mengejar teman-temannya. “Kyaaaa!!!!” Silvi spontan berteriak keras. “Ayo!!!” Rio segera menarik lengan Silvi. “Aaauuungggg!!!” Monster itu kembali mengaum dan menyebarkan asap beracun lewat hidungnya. “Bagaimana ini? Kita tak mungkin mampir dulu di ruang senjata untuk mengambil senjata. Monster ini terus mengejar!!” ujar Yusuf bingung. “Dek atas. Ayo kita bawa monster ini ke dek atas!!” teriak Toni keras. Jduaaarr!!! Tiba-tiba ledakan besar terjadi. Monster serupa kuda nil itu menghancurkan ruang-ruang di sekitarnya dan menghancurkan mesin-mesin. “Gawat, monster ini merusak segalanya” ujar Nanang tak percaya. “aaauuunggg..” Monster itu terus merusak apa yang berada di depannya hingga sampailah mereka di ruang kontrol. “Tidak..” ujar Yusuf keras ketika monster itu pun menghancurkan ruang kontrol. Bip... Bip... Tiba-tiba alarm berbunyi dan sirene merah sepanjang koridor kapal Poseidon menyala. “Apa yang terjadi?” ujar Silvi menelan ludah. “Monster itu baru saja merusak sistem kendali kapal ini” ujar Rio tak percaya.
“sepertinya memang terjadi sesuatu” ujar Hana sambil memandangi sirene merah yang menyala di dek atas. “Malam-malam begini apa yang sebenarnya terjadi” ujar Angga tak habis pikir. Anak-anak itu segera berlari menuju pintu tapi “Aaauuunnngg” suara auman keras tiba-tiba menghentikan langkah mereka. “Suara apa itu?” ujar Heru berfirasat buruk. “Dari suaranya, sama sekali tidak terdengar ramah” ujar tanti menelan ludah dan “Lari!!!” tiba-tiba Nanang dan yang lainnya muncul dari dalam pintu kapal dan berlari memasuki dek atas. “Hei, apa yang terjadi??” tanya Inggar penasaran. “Ada monster!!!” jawab Silvi panik. “Aaauuunnnggg!!!” Monster serupa kuda nil muncul dari pintu masuk dan sampai ke dek atas. “astaga” ujar Angga tak percaya.
“Apa yang terjadi?” ujar Rina bingung. “Sepertinya kita harus menghentikan acara masak memasak kita” ujar Fina merasa ada yang tidak beres. Yessi, Rina dan Fina segera mematikan kompor lalu bergegas keluar dari dapur. “Hei, tunggu aku!” Vian berlari mengikuti mereka. “Astaga” Rina dan yang lainnya terkejut melihat genangan air di depan mereka. “Apa kapalnya bocor?” ujar Vian setengah sadar. “Bukan” ujar fina sambil menunjuk kerusakan di depan mereka. Tampak air membanjir dengan cepat melalui celah yang ada di tembok kapal. “Sebenarnya apa yang sedang terjadi?” anak-anak itu saling berpandangan. “Tidak ada waktu untuk memikirkannya, kita harus segera pergi ke atas sebelum kapal ini dibanjiri oleh air yang masuk dari laut dan..” Rina menelan ludah. “Apa kita tak bisa menyelamatkan kapal ini?” ujar Vian keras. “Ruang kontrol, ayo!!” ujar Fina segera. Keempat anak itu segera berlari menuju ruang kontrol. Genangan air di koridor dengan cepat membanjir dan semakin tinggi. Anak-anak itu terus berlari sampai akhirnya tiba di ruang kontrol. “Ya tuhan, tidak mungkin” ujar Rina yang terkejut melihat kerusakan parah di ruang kontrol tersebut. “Jadi ini alasannya kenapa sirene dan alarm berbunyi” ujar fina sadar. “Lihat!!!” tampak satu monitor cctv yang masih menyala di ruang kontrol tersebut dan tampak pemandangan dek atas. “Apa itu?” ujar Fina tak percaya. Tampak monster serupa kuda nil di dek atas. “Semuanya ada di dek atas” ujar Vian melihat teman-temannya dari monitor cctv. “Tapi yang terpenting, monster apa itu?” ujar Rina mulai merasa ketakutan. “Menyeramkan sekali, monster itu besar sekali, dan lihat... Monster itu mengeluarkan asap!” ujar Yessi keras. “Teman-teman, ayo kita ke ruang kokpit, mungkin kita bisa melakukan sesuatu disana” ujar Fina pada yang lainnya. “Tapi banjir ini? Apa masih sempat?” ujar Vian tak setuju. “Kalau begitu kau bantu teman-teman, aku akan menuju ke kokpit” ujar Fina cepat. “Tidak, aku ikut kamu!” ujar Yessi sambil memegangi lengan Fina. “Aku juga” ujar Rina juga. “Baiklah, kalau begitu aku akan ke ruang senjata dan langsung ke dek atas untuk membantu yang lain” ujar Vian cepat. Ia segera berlari menuju ruang senjata. “Kalau begitu, ayo!!” Fina, Yessi dan Rina segera berlari menuju ruang kokpit.
“darimana asal monster ini?” ujar Angga keras. “Dari ruang rahasia di bawah” jawab Toni cepat. “Hah, apa?” Angga tampak terkejut. “Dan lagi, kita tak boleh menghirup asap yang dihasilkan monster ini karena itu adalah asap beracun yang bisa mengubah manusia menjadi zombie” beritahu Rio. “Jadi monster ini penyebab wabah zombie” ujar Inggar nampak emosi. “Iya, ternyata Syndicate menggunakan nafas monster ini sebagai senjata biologi mereka” ujar Yusuf keras. “Berarti ada kemungkinan bahwa makhluk ini juga memiliki zat penawar dari dalam tubuhnya” ujar Heru tiba-tiba. “Tapi kita tak mungkin punya kesempatan untuk mengetahuinya karena kini kita terdesak, kita harus bisa menyelamatkan diri kita dulu!!!” teriak Toni terus berlari. “Kita tak bisa terus berlari seperti ini!!! Monster itu terus mengejar kita!!!” ujar Angga keras. Brrrmmm... dari sudut lain tiba-tiba Gallant muncul dengan motornya, ia melaju cepat menuju monster itu. “Gallant?” Hana dan yang lainnya menghentikan larinya begitu melihat Gallant. Brrmmm... Gallant melaju berlainan arah dari teman-temannya dan monster itu mengejarnya. “Dia mau menjadikan dirinya sebagai umpan” ujar Tanti tak percaya. “Akan kubuat monster ini terjatuh ke laut!!!” teriak Gallant keras. Brrrmmm.. Ia melaju kencang ke tepi kapal dan monster itu mengejarnya dengan penuh gairah. “Aaauuuunnngg” “Hyyaaaa!!!” gallant segera mengerem motornya dan langsung berbelok dengan cepat sebelum sampai ke tepi dan monster itu tak sempat menghentikan lajunya hingga Jdaggrrr.. Monster itu menabrak pembatas tepi kapal dan jatuh. “Berhasil!!!” ujar Gallant keras. “Astaga, berhasil” ujar Angga terduduk tak percaya. Tapi tiba-tiba “Gallant, awas!!!” teriak Inggar keras tapi terlambat, monster itu kembali muncul dari tepi dan menghantam motor Gallant dengan keras menggunakan tangannya yang berminyak. “Aaahhh...” Gallant terlempar jatuh cukup jauh. “Gallant!!!”
Vian akhirnya sampai di ruang penyimpanan senjata. Ia segera memasukkan banyak senjata ke dalam ransel besar dan segera membawanya. “Teman-teman, tunggu aku!” ujarnya sambil meninggalkan ruang senjata.
Dap.. Rina, Fina dan Yessi akhirnya memasuki kokpit. Ketiganya segera mencari cara menyelamatkan Poseidon. “Kapal ini tak boleh karam” ujar Yessi sambil melihat semua tombol di depannya. “Tak ada tombol darurat untuk menutup semua pintu di bagian bawah kapal” ujar Rina putus asa. Air tiba-tiba menggenang masuk ke dalam ruangan. “Gawat, bagaimana ini?” ujar Fina masih terus mencari cara. Tombol-tombol di sekitar mereka bukan untuk mengendalikan kapal, tapi hanya ruang pemantau navigasi saja. “Kokpit macam apa ini” ujar Yessi kesal. Jreggg Jreegggg... Tiba-tiba terjadi getaran keras dari bawah. “Aaahhh...” ketiga anak itu terjatuh. “Apa yang terjadi?” ujar Yessi tak mengerti. “Tidak mungkin...” ujar Fina terpana. Tampak gelombang air muncul dari sisi yang berlawanan menuju kokpit. “Aaaarrrgghhh” Fina, Rina dan Yessi segera bangkit dan berlari menuju pintu dan jdag!! Mereka menutup pintu ruangan kokpit tapi mereka tak cukup kuat, gelombang air itu mengalahkan mereka hingga ketiganya terdorong dan Syuuur... Air seketika menggenangi isi ruang kokpit. “Aaahhh” teriak Fina mencoba mencari teman-temannya. Fina segera mendekati Yessi dan Rina yang tak jauh darinya. “Kalian baik-baik saja?” tanya Fina cepat. “Kakiku” ujar Rina kesakitan. Tampak kaki Rina yang terjepit di antara 2 lemari besi. “Rina, bertahanlah” ujar yessi membantunya melepaskan kaki Rina yang terjepit. Sementara itu, air semakin membanjiri ruangan kokpit.
“Gallant, kau tidak apa-apa?” ujar Tanti mencoba membangunkan Gallant. “Sepertinya dia pingsan” ujar Heru cepat. Kini Tanti dan Heru tengah menjaga Gallant di tepi kapal sedangkan Yusuf dan yang lainnya terus berlari sebagai pengalih perhatian bagi monster serupa kuda nil tersebut. “Apa kita hanya bisa terus berlari saja?” ujar Angga mulai kecape’an. “Aaaah, sial!! Tak kusangka kalau di dalam pintu rahasia itu bersarang makhluk jelek ini!” ujar Toni sambil memukuli kepalanya. “Rasakan ini!!” tiba-tiba terdengar teriakan keras dari seberang kapal. Jdbuam!!! Sebuah tembakan menghantam tubuh monster besar itu. “Aaaauuungg” Monster itu tampak terhenti, kemudian mengalihkan perhatiannya pada “Vian” ujar Tanti yang tak begitu jauh darinya. “Aaauuunggg” Monster itu seketika mengalihkan targetnya kepada Vian dan Vian segera berlari. “Ini!!!” Vian melemparkan ransel besar ke tengah dek kapal. Teman-temannya yang lain segera mendekati ransel itu. Yusuf membukanya dengan cepat. “ada senjata” ujar Rio yang segera mengambil beberapa granat dari dalam ransel itu. Toni mengambil senapan api, Silvi dan Yusuf mengambil senapan berpeluru banyak. “Teman-teman!!!” tiba-tiba teriakan Heru mengalihkan perhatian teman-temannya dari ransel berisi senjata yang ada di depan mereka. “Ada kapal karet!!!” teriak Heru lagi. “Ayo kita kesana!!!” ujar Nanang keras. Tanpa pikir panjang beberapa anak segera berlari mendekati Heru dan Tanti yang tengah membaringkan Gallant ke dalam kapal karet. “aaauuungg” Monster itu semakin mendekat ke arah Vian dan Jrrrrssss... Toni menembakkan api dari senjatanya kepada monster itu. “Kalian, ayo kesini!!!” teriak Inggar pada beberapa temannya yang masih sibuk dengan ransel berisi senjata. “Sudah, kita bersiap-siap saja dulu dengan kapal ini, jadi ketika mereka sudah bisa melarikan diri kesini, kapal karet ini sudah siap” ujar Angga sambil melepaskan tali yang mengikat kapal karet itu. “Tapi, masih ada Rina, Yessi, dan Fina di dalam kapal” ujar Nanang ingat. “Astaga, aku lupa” ujar Tanti sadar. Silvi, Hana, Rio, Yusuf, dan Toni segera berlari mendekati Vian yang terdesak dengan Monster serupa kuda nil tersebut. “Makan ini!!” Rio melemparkan granat ke tubuh monster itu dan Jdbuar!!! Bagaikan bertubuh baja, Monster itu baik-baik saja. “Apa?” ujar Rio tak percaya. “Aaauuunggg...” Monster itu kembali mengejar keenam anak itu. Vian bersiap dengan senjata yang sejak tadi ia bawa, Bazooka. “Matilah kau!!!” Jdbuam!!! Monster itu tak disangka-sangka bisa menghindari tembakan Vian lalu Jduag!! Monster itu menghantam Vian dengan tangannya hingga Vian terpental jauh. “Vian!!” Inggar dan Tanti segera keluar dari kapal karet dan berlari mendekati Vian. “Aaauunngg” Monster itu kembali mengejar Vian. “Gawat...” Tanti dan Inggar dengan cepat segera memapah Vian yang tak sadarkan diri ke kapal karet. “Ayo cepat!!!” teriak Nanang keras. “Hei, lawanmu bukan disana!! Kami disini!!!” teriak Yusuf dan yang lainnya yang berada di sudut kapal yang lain, mereka menembaki monster itu tapi monster itu terus mendekat ke arah kapal karet. “Aaahhh...” akhirnya Tanti dan Inggar berhasil membawa Vian ke kapal karet. “Aaauuunggg” “Tidaaakkk!!!” Monster itu menghancurkan tiang di tepi kapal sehingga kapal karet itu pun terlepas dari tali yang menahannya dan “Teman-teman!!!” teriak Hana keras ketika kapal karet itu hilang dari pandangannya. “Aaauuunnngg” Monster itu mengaung keras begitu berhasil menjatuhkan kapal karet tersebut. “Apa?” Toni tampak shock, ia segera berlari ke tepi kapal dan memandang lautan, gelap... tidak ada apa-apa, ia tak bisa menemukan dimana kapal karet yang jatuh tersebut. “Gallant, Nanang, Heru, Tanti, Inggar, Angga, dan Vian..” ujar Silvi tak percaya.
“Bagaimana ini?” ujar Fina panik sambil terus berusaha melepaskan kaki Rina yang terjepit. “Aku tak bisa bernapas” ujar Rina yang mulai tenggelam. “Rina, bertahanlah” Yessi terus mencoba melepaskan kaki Rina yang terjepit. “Teman-teman..” ujar Rina menitikkan air matanya. “Fina.. Yessi... Sudah.. Sudah..” ujar Rina sesenggukan. Fina dan Yessi tak menjawab, keduanya terus mencoba melepaskan kaki Rina dari lemari yang menjepit kakinya. “Kalian pergilah, sudah... Tinggalkan saja aku” ujar Rina sedih. “Tinggalkan bagaimana? Kami tidak mungkin meninggalkanmu!!” jawab Yessi keras. “Aku benar-benar tidak berguna. Maafkan aku... Maaf” ujar Rina menangis. Fina dan Yessi ternyata juga menitikkan air mata tapi keduanya mencoba terus menahan tangis mereka. “Kita akan hadapi ini bersama-sama. Kami tidak akan meninggalkanmu” ujar Fina sedih.
“Tanti!!!” teriak Toni keras. Jduag!!! Monster itu tiba-tiba menghantam tubuh Toni hingga membuatnya terpelanting cukup jauh. “Astaga..” ujar Hana menelan ludah. “Teman-teman, ayo kita hadapi monster ini” ujar Yusuf keras, “Kita punya senjata” ujarnya lagi. “Tapi kita tak bisa mengalahkan monster ini hanya dengan asal serang saja” ujar Silvi merasa putus asa. “Aku ada ide” ujar Yusuf begitu ia melihat Tank di dekat mereka, kemudian matanya segera mencari-cari sesuatu lagi di sekitar mereka. “Hana, bensin itu!!” Yusuf menunujuk jirigen bensin yang berada cukup jauh dari posisi mereka. “Lalu bagaimana strateginya?” ujar Rio pelan. Sementara itu monster serupa kuda nil itu kembali mengalihkan perhatiannya kepada mereka, dan Toni tampak tak sadarkan diri di tepi kapal. Aku dan Silvi akan menaiki Tank itu dan menjadi umpan, Hana menyebar bensin di sebelah sana dan Rio, kau pamungkasnya, setelah kami beraksi, kau harus melemparkan granat ke dalam mulut monster itu” ujar Yusuf cepat. Secepat kilat keempat anak itu segera berpencar. Yusuf dan Silvi segera memasuki Tank, Hana berlari ke arah Jirigen Bensin dan Rio bersiap di sudut dek atas lainnya. “Silvi, kau tembak monster itu dengan senapanmu, aku akan menggerakkan Tank ini” ujar Yusuf sambil menghidupkan mesin Tank. Di luar dugaan, Monster itu malah mengejar Rio. “Yusuf, monster itu mengejar Rio” ujar Silvi keras. “Kalau begitu, tembak sekarang! Aku sudah siap dengan posisiku!” jawab Yusuf cepat. Dengan brutal Silvi menembaki Monster itu dan sesuai dugaan, Monster itu kini mengalihkan targetnya kepada Tank yang kini sudah bergerak. “Astaga... Hampir saja” ujar Rio terduduk ketika ia tak lagi dikejar oleh Monster itu. Di sisi lain Hana tengah menyebarkan bensin di lantai dek atas. “Monster itu semakin mendekat” ujar Silvi keras sambil terus menembak. “Bagus, dia termakan umpan” ujar Yusuf yang tiba-tiba memutar balik Tanknya, kini menghadap langsung kepada monster itu. “Yusuf, apa yang kau lakukan?” tanya Silvi tak mengerti. “Cukup Vi, ayo masuk dan tutup pintunya” ujar Yusuf keras. Silvi segera masuk ke dalam Tank dan menutup pintu atas Tank. “Monster ini benar-benar telah masuk ke dalam perangkap kita” ujar Yusuf yakin. Jdaggg!!! Monster itu bertabrakan langsung dengan Tank yang dikendarai Yusuf dan Silvi. “aaahhh” Silvi dan Yusuf terkejut dengan tabrakan keras tersebut. “Ini saatnya. Rasakan!!!” Yusuf segera menekan tombol merah di depannya dan Buuummm... Tembakan tepat ke perut Monster itu menciptakan ledakan yang cukup besar. “Aaaaahhh!!!” Yusuf dan Silvi berteriak begitu Tank mereka terpelanting gara-gara ledakan tersebut dan Bum! Tank yang mereka naiki itu terjatuh miring. Monster itu pun terpelanting dan jatuh dalam lantai berminyak yang sebelumnya sudah dilumuri bensin oleh Hana. “Berhasil!” ujar Hana sambil berlari menjauhi area tersebut. “Kau tidak apa-apa?” tanya Yusuf sambil memandangi Silvi yang ternyata pingsan. Ia segera mengangkat tubuh Silvi dan keduanya keluar dari dalam Tank. Yusuf segera memandangi sekitar dan tampak Monster itu terus terjatuh karena lantai yang lincin, tubuh berminyaknya kini semakin berminyak karena telah terlumuri oleh bensin. “Rio, giliranmu!!!” teriak Hana keras. Rio segera berlari mendekati monster yang terus mengaum tersebut. Tangan Rio menggenggam dua, Bukan..... tapi empat granat sekaligus. “Aaauuunggg!!!” Monster itu membuka mulutnya lebar-lebar ketika Rio datang tapi Rio segera berseluncur di lantai berminyak tersebut untuk menghindari terkaman Monster tersebut dan “Makan ini!!!” Ia melemparkan empat granat tersebut ke dalam mulut Monster tersebut dan Jdbuaaammm!!!! Granat-granat tersebut meledak dengan hebat di dalam perut Monster itu. Rio yang tubuhnya pun kini berlumuran dengan minyak berhasil menghindari ledakan tersebut. Hana mendekati Yusuf, keduanya memandangi Monster itu yang tampak kesakitan karena panas. Rio segera berlari mendekati Yusuf dan hana. “Silvi bagaimana?” tanya Rio cepat. “Dia pingsan” jawab Yusuf sambil memeriksa denyut nadi Silvi. “Aaaauunngg” Ternyata Monster itu masih hidup, dengan tubuh terbakar ia terus mengaum dan mata merahnya kini memandang kepada Yusuf dan yang lainnya. “Gawat, semua ini belum cukup untuk membunuh monster itu” ujar Rio tak percaya. “Astaga, bahkan para zombie pun masih terus hidup meskipun tubuhnya hangus terbakar, apalagi dengan Monster sumber virus tersebut” ujar Yusuf ingat. “Tapi dia tetap saja makhluk hidup, dan pasti dia akan mati bila terus seperti itu” ujar Hana mencoba optimis. “Tapi sebelum monster itu mati, mungkin kita dulu yang mati” ujar Yusuf menelan ludah ketika Monster itu kembali berlari mendekati mereka. “Gawat” Rio segera merogoh isi kantongnya tapi tak ada granat tersisa, sedangkan Yusuf mencoba menembak tapi ternyata ia kehabisan peluru. “Apa yang harus kita lakukan?” ujar hana bingung. “Terjun ke laut?” ujar Yusuf sambil menelan ludah. “Aku tidak bisa berenang!!! Dan bagaimana dengan Silvi?” ujar Rio keras. Yusuf pun bingung dan tak mampu berpikir sedangkan monster itu kian mendekat. “Hyaaaaa!!!!” teriak seseorang keras. Brrmm.. Tiba-tiba sebuah motor muncul dengan sebuah tali panjang di belakangnya. “Gallant?” ujar Hana begitu melihat Motor tersebut. “Bukan, itu Toni!!!” ujar Rio keras. Toni mengendarai motor besar mengelilingi monster itu dan melilitkan tali panjang. Monster yang kini sebagian tubuhnya masih terbakar tersebut nampak kebingungan karena pergerakan motor Toni yang begitu cepat mengelilinginya. “Apa yang dia lakukan?” ujar Yusuf tak bisa menebak rencana Toni. “Akan kubuat perhitungan dengamu, monster jelek!!” ujar Toni keras, akhirnya selesai mengikat Monster itu. Brrrmmm.. Motornya pun melaju kencang menuju tepi kapal dan Chhhiiitt... Ia mengerem mendadak, tapi tubuh Monster yang tertarik itu terlalu berat sehingga terus melaju ke tepi kapal dan Jluugg.. “Aaauuung!!!” Monster itu terjatuh dari kapal dan Toni segera melepaskan motornya begitu motornya pun terseret jatuh tapi.. “Aaauuunggg!!!” Tiba-tiba monster itu muncul kembali, tubuhnya kembali menaiki kapal dan “Aaauuungg” Monster itu menerkam Toni yang berada di dekatnya. “Tidaaakkk!!!” teriak Rio, Yusuf dan Hana bersamaan. “Mati kau!!!” teriak Toni keras di dalam mulut Monster itu dan Jdbuam!!! Kepala Monster itu meledak dengan dhasyat. “Aaauuungg..” Monster itu mengaum kesakitan dengan keras. “Tidak, Toni...!!!” Yusuf terduduk tak percaya. Jgleg... Tiba-tiba kapal yang Poseidon miring. “Aaaahhh...” Yusuf, Silvi Hana dan Rio terguling-guling jatuh. “Ada apa ini?” ujar Yusuf bingung. “Poseidon... karam!!” teriak Hana keras. “Tidak” ujar Rio tak percaya. Di sisi lain tampak Monster itu akhirnya mati, ia jatuh tak berdaya dengan kepala masih terbakar. “Otak Monster itu hangus dan hancur, jadi memang kepalanya adalah bagian lemahnya, persis sama seperti makhluk-makhluk yang tercipta dari monster itu... para zombie” ujar Hana sadar. “Bagaimana ini? Kita harus pergi dari sini” Yusuf mencoba bangkit di lantai yang miring. Poseidon kini tengah karam di tengah laut. “Tunggu dulu, masih ada Rina, Silvi, dan Yessi di dalam” ujar Rio ingat. “Lalu bagaimana?” ujar Hana bingung. Yusuf berlari mendekati kapal karet lainnya. “Tolong bawa Silvi kemari” ujar Yusuf sambil melepaskan tali yang menahan kapal karet tersebut dengan Poseidon. Rio dan Hana segera membawa Silvi yang pingsan ke kapal karet. “Hana, kamu jaga Silvi disini, aku dan Rio akan masuk kembali ke Poseidon dan mencari Rina, Yessi dan Fina” ujar Yusuf cepat. Ia dan Rio segera berlari di lantai dek atas yang miring dan memasuki Poseidon. “Kembalilah dengan selamat!!” teriak Hana keras.
“Sudah, tinggalkan saja aku!!” teriak Rina keras. Air semakin membanjir dan akan segera memenuhi ruang kokpit. “Tidak, kami takkan meninggalkanmu” Fina dan Yessi masih belum bisa melepaskan kaki Rina yang terjepit lemari. “Teman-teman!!” tiba-tiba Rio dan Yusuf muncul, keduanya segera memasuki Kokpit. “Tolong kami!!” teriak Yessi keras. “Apa yang terjadi?” ujar Rio kesulitan berbicara karena air yang sudah membanjir selehernya. “Kaki Rina terjepit di lemari” jawab Fina keras. Yusuf dan Rio segera mencoba melepaskan kaki Rina tapi tak bisa. “Cukup teman-teman, sudah... kalian pergilah” ujar Rina sedih. “Bertahanlah, Rina!!!” teriak Rio terus mencoba melepaskan kaki Rina yang terjepit. “Air semakin membanjir, kalian segeralah pergi. Aku akan baik-baik saja” ujar Rina keras. Tiba-tiba Rina mendorong tubuh Rio dan Yusuf yang sedang mencoba melepaskan kakinya yang terjepit di lemari. “Kalian pergilah, pergi!!!” teriak Rina keras. Yusuf, Rio, Fina dan Yessi terdiam mendengar teriakan Rina. “Teman-teman... sudah cukup... kumohon, pergilah..” ujar Rina akhirnya menangis, ia menangis dengan keras. “Rina...” Yessi dan Fina segera memeluk Rina. Ketiganya menangis dengan keras. Rio dan Yusuf pun meneteskan air mata. “Rina... maaf... Maafkan kami karena kami tak bisa menolongmu” ujar Fina keras. “Tidak apa-apa.. Tidak apa-apa” jawab Rina sesenggukan. “Aku senang bisa bersahabat denganmu” ujar Yessi terus mengeluarkan air matanya. “Aku juga senang bisa memiliki kalian” ujar Rina terharu. Gelombang air besar tiba-tiba menghempaskan mereka. Bluup... Bluup... Kelima anak itu kini tenggelam dalam ruang kokpit yang sepenuhnya sudah berisi air. Rina melepaskan pelukan kedua temannya dan menyuruh mereka segera pergi. Yusuf dan Rio segera menarik Fina dan Yessi. Di dalam air, mereka masih bisa melihat Rina tersenyum kepada mereka dan akhirnya keempat anak itu pun meninggalkan Rina. Yusuf menarik lengan Rio dan Rio menarik lengan Yessi dan Fina sekaligus. Keempatnya akhirnya saling bergandengan tangan menyusuri koridor yang berisi air lalu naik ke atas, menuju dek atas.
“Ya Allah, selamatkanlah mereka” ujar Hana berdoa. “Aaahh..” tiba-tiba Silvi terbangun. “Syukurlah Vi, akhirnya kau sadar” ujar Hana sambil memeluk Silvi. “Apa yang terjadi Han, kenapa aku bisa ada di kapal karet ini?” ujar Silvi bingung, lalu pandangannya beralih kepada Monster yang berada di tepi kapal yang akhirnya terjatuh juga ke laut. “Monster itu?” tanya Silvi cepat. “Monster itu sudah mati, dan Toni mengorbankan dirinya” ujar Hana pelan. “Lalu mana teman-teman?” tanya Silvi sambil melihat-lihat sekeliling. “Rio dan Yusuf di dalam Poseidon, mereka...” kata-kata Hana terhenti begitu melihat Yusuf dan Rio muncul membawa Fina dan Yessi keluar dari pintu kapal Poseidon. Hana dan Silvi bangkit dan tersenyum melihat keempatnya berlari mendekati mereka. “Mana Rina?” tanya Hana tiba-tiba tapi melihat ekspresi sedih dan tangis Fina dan Yessi, Hana segera tahu apa yang menimpa Rina. “Ayo!!” ujar Rio begitu ia dan yang lainnya berhasil sampai di kapal karet. Tali kapal karet pun lepas dari Poseidon dan kapal karet pun mendarat di laut dengan suara yang keras. Pandangan anak-anak itu tertuju pada Poseidon yang semakin lama semakin tenggelam. “Poseidon benar-benar karam” ujar hana tak percaya. “Teman-teman, lihat!!!” tiba-tiba Yusuf berteriak keras. Fina dan Yessi yang masih sedih pun terkejut begitu melihat apa yang ditunjuk oleh Yusuf. “Astaga” ujar Rio menelan ludah. Hana, Yusuf, Rio, Yessi, Silvi, dan Fina ternganga dengan apa yang ada di depan mereka... Sebuah pulau
“Kira-kira bagaimana nasib mereka, ya?” ujar Inggar khawatir. “Monster laut itu begitu kuat. Kita beruntung tidak mati dan bisa melarikan diri meskipun dengan ketidaksengajaan seperti ini” ujar angga sambil menunduk. “Tapi aku yakin mereka pasti baik-baik saja. Teman-teman kita adalah anak-anak yang kuat” ujar Heru optimis. Kini, Nanang, Gallant, Vian, Heru, Tanti, Inggar, dan Angga tengah berada di lautan, mereka berhasil bertahan hidup dengan kapal karet yang mereka tumpangi. Lautan yang gelap itu tiba-tiba menjadi terang. Sebuah kapal mendekat ke arah mereka. “Poseidon..” ujar tanti terkejut. “Bukan, itu bukan Poseidon, kapal itu lebih kecil” ujar Nanang keras. Gallant dan Vian yang sudah tersadar masih pusing dan tak cukup kuat untuk menggerakkan tubuh mereka yang kesakitan. “Toni... Toni..” tiba-tiba Tanti meneteskan air mata. “Kau kenapa?’ tanya Inggar pelan. “Entah kenapa, dadaku sesak sekali. Aku benar-benar mencemaskan Toni” ujar Tanti merasa sedih. “Teman-teman, semuanya berdiri!!!” ajak Angga. Ketujuh anak itu pun segera berdiri lalu melompat-lompat di atas kapal karet agar kapal itu menyadari keberadaan mereka. “Aku hampir lupa, bahwa lautan aman dari wabah zombie, dan ini pasti kapal milik pemerintah karena kapal ini cukup besar” ujar Nanang senang. Kapal itu menyorotkan cahayanya ke kapal karet yang ditumpangi Angga dan yang lainnya. “Berhasil, kapal itu mendekat!! Mereka akan menolong kita!” ujar Heru tak percaya. Tapi ketika kapal itu semakin mendekat dan semakin jelas apa yang berada di dalam kapal itu, ketujuh anak itu pun terdiam, tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Tampak orang-orang berompi dan berhelm di atas kapal tersebut. Mereka tiba-tiba bersiap dengan senjatanya. “Tidak mungkin” ujar Nanang menelan ludah begitu melihat simbol di kapal tersebut. Tergambar S besar di kapal bernama Costa Concordia tersebut.


To BE CONTINUED....

            Kisah chapter 9 ini kembali diakhiri dengan akhir kisah yang mengambang. Babak akhir (3 chapter terrakhir) sudah di depan mata. Selanjutnya, para survivor yang tersisa akan mengakhiri kisah petualangan mereka di dunia apocalypse dengan berhadapan langsung dengan tujuan sebenarnya dari musuh mereka yang akan kembali mengorbankan beberapa nyawa para tokoh utama. 3 chapter selanjutnya akan berisi full action dan rahasia-rahasia lainnya (dan terakhir) akan segera terbongkar. Kisah chapter 9 ini merupakan kisah dengan halaman terpanjang yang kutulis dan mungkin akan segera disalip oleh chapter-chapter berikutnya. Teman-teman, sudah siap masuk kuliah??? Semangat!!! The Dark Knight dan White Prince undur diri dulu... XOXO... See ya... 


  • Kita mengeluh: “Tak mungkin!!”
  • Allah menjawab: “Jika Allah menghendaki sesuatu, cukup berkata ‘JADI’ Maka jadilah” (QS.Yasin:82)
  • Kita mengeluh: “Saya terlalu lelah”
  • Allah menjawab: “Aku ciptakan tidurmu untuk istirahatmu” (QS.An-naba:9)
  • Kita mengeluh: “Saya tak mampu”
  • Allah menjawab: “Allah tidak membebankan sesuatu pada seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya” (QS.Al-baqarah:286)
  • Kita mengeluh: “Saya stress”
  • Allah menjawab: “Hanya dengan mengingat Allah, maka hati menjadi tenang” (QS.Ar-ra’du:28)
  • Kita menggerutu: “Tak ada gunanya”
  • Allah menjawab: “Maka barang siapa mengerjakan amal kebaikan seberat dzarrah, niscaya ia akan melihat kebaikannya” (QS.Al-zazalah:7)

0 komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
ini blog perdana "kempong"... mudah-mudahan dapat menampung saran dan segala unek-unek... ada postingan biodata para anggota kempong juga (eksklusif lho... ) jgn lupa tinggalkan komen yach.... terima kasih... HAH!!!

Pengikut

Blogger templates

Blogroll

Copyright © 2012 keluarga rempongTemplate by : UrangkuraiPowered by Blogger.Please upgrade to a Modern Browser.