College of the Death


Cerita ini hanya fiksi. Kesamaan nama orang dan tempat hanya kebetulan belaka.
Kisah dalam Cerber ini kupersembahkan untuk Teman-teman KEMPONG





Chapter 11
Don’t Die




            “Kemana perginya Mr. B?” ujar Silvi kebingungan. Ia mencoba mencari di tiap ruangan tapi nihil, ia belum menemukan sosok Mr. B. Tangan Silvi terus menggenggam erat senjatanya. Ia sudah menyiapkan mental bila harus menghadapi Mr. B sendirian.
            “Lumayan...” ujar Miss. N sambil terus menghindari serangan Inggar. “Hei, kenapa kau tak melawan? Apa kau malu karena tak mampu menandingiku dan hanya bisa bertahan?” ujar Inggar memanas-manasi Miss. N. “Kau penasaran dengan kemampuanku, ya? Padahal aku masih ingin bermain denganmu” Miss. N tertawa menanggapi kata-kata Inggar. “hyaaaat!!” Inggar segera menendang Miss. N begitu lawannya tadi lengah. Miss. N tersungkur jatuh, mulutnya berdarah. “Kurang ajar, kau” ujar Miss. N sambil bangkit kembali. “Makanya fokus untuk melawanku” ujar Inggar sambil tersenyum. “Dasar licik” Miss. N segera memberikan apa yang Inggar mau, yaitu serangan balik. Serangan Miss. N begitu cepat dan bertubi-tubi, tampak Inggar cukup kebingungan untuk menghindari tiap pukulan cepat Miss. N yang mengarah ke wajahnya. “Jangan serang wajahku!!” Inggar menendang kaki Miss. N dengan keras. “wajahku terlalu berharga hanya untuk dilukai oleh orang sepertimu!!” Inggar menarik kerah baju Miss. N dan mencoba memukulnya tapi Miss. N segera menahan tangan Inggar. “Tidak semudah itu!” Jdaaag!! Miss. N berhasil meninju perut Inggar. “Rasakan ini!!!” Miss. N tanpa membuang kesempatan segera menendang tubuh Inggar dan “Aaarrggg!!” Inggar tersungkur. “Aku takkan main-main lagi!!” Miss. N segera mencoba menendang tubuh Inggar lagi tapi Inggar segera berguling untuk menghindari serangannya. “Aku takkan kalah!!” Inggar menarik kaki Miss. N dan menyeretnya hingga Miss. N pun jatuh. “Sialan kau!!!” Inggar segera menindih tubuh Miss. N dan bersiap memukuli wajah Miss. N tapi kaki Miss. N segera menendang punggung Inggar. Miss. N dengan cepat memegangi tangan Inggar tapi Inggar tak kehilangan akal, ia menggigit tangan Miss. N. “Kyaaa!!!” Miss. N berteriak kesakitan. Jtak!! Inggar menginjak kaki Miss. N dengan keras dan melepaskan diri. “AAAAHHH!!!!” Miss. N berteriak keras. Ia nampaknya benar-benar marah. Tiba-tiba Miss. N mengeluarkan sesuatu dari balik rok mininya. Sebuah senapan. “Rasakan ini!!!” teriak Miss. N sambil menembaki Inggar. “Gawat!!!” Refleks, Inggar segera berlari menghindari tembakan membabi buta Miss. N. “Kau curang, bukankah pertarungan kita ini tanpa senjata?” ujar Inggar terus berlari. “Siapa bilang? Itu hanya kau putuskan sendiri!!” teriak Miss. N sambil terus mengejar Inggar. “Sialan..” ujar Inggar yang kerepotan menghindari peluru. Inggar terus dikejar oleh Miss. N yang tak henti menembakinya dengan senjatanya dan Inggar terus mencoba mencari ruangan yang tak dikunci hingga akhirnya ia berhasil menemukan satu ruangan. “Dapur?” ujar Inggar segera memasuki ruangan tersebut. “Jangan lari!!” Miss. N segera masuk ke dapur juga, dan matanya segera melihat sekeliling, mencari sosok Inggar. Ctaaang!!! Kepala Miss. N tiba-tiba dihantam sesuatu, sebuah panci besar. “Kurang ajar!!” Miss. N segera mengarahkan senjatanya ke Inggar tapi Inggar segera memukul lengan Miss. N hingga senjata di tangannya pun jatuh. “Jangan main-main dengan benda berbahaya” ujar Inggar sambil memukulkan kembali panci ke wajah Miss. N. “Aaaahhhh!!!” Miss. N segera bangkit dan menjauh dari Inggar. “Hei!!! Mau lari kemana kau?” ujar Inggar kini berganti mengejar Miss. N. “Sialan kau!!” Miss. N segera mengambil pisau-pisau dapur di dekatnya dan mengarahkannya ke Inggar. “Kau berani?” ujar Inggar menelan ludah, segera waspada dengan benda tajam yang dibawa oleh Miss. N. “Kau sudah membuat wajah cantikku ini berdarah-darah. Hukuman yang setimpal buatmu adalah... kematian” ujar Miss. N dengan wajah menyeramkan. Inggar tiba-tiba berbalik dan mencari sesuatu di dekatnya, tapi dari belakang Miss. N mencoba menyerangnya dan hampir saja, Inggar berhasil menghindar. “jangan alihkan perhatianmu” ujar Miss. N sambil tertawa lebar. “Hyaaa!!!” Inggar mencoba menendang tapi crasssh!! Miss. N segera menyerang kaki Inggar dengan pisau dapurnya. Inggar menarik nafas dalam, mencoba menahan rasa sakitnya. “mati kau!!!” teriak Miss N keras sambil mengarahkan pisau tersebut ke dada Inggar tapi Inggar segera menahan lengan Miss. N. Kekuatan dua wanita itu sama kuatnya, mereka saling beradu siapa yang akan menang. “Aku tak mau mati di tanganmu!!!” ujar Inggar keras tapi tiba-tiba Miss. N menginjak kaki Inggar dengan keras. “Aaahhh!!!” Inggar berteriak keras dan ia pun lengah. Jresss!!! Pisau pun menghunus dada Inggar. “Hahahahaha...!!!” Miss. N tertawa keras melihat dada Inggar segera mengeluarkan darah. “Aaggghh..” mulut Inggar pun memuntahkan darah. “Rasakan ini!!!” Miss. N bersiap menghunuskan pisau lagi ke dada Inggar tapi Inggar segera menendang kaki Miss. N hingga Miss. N pun kehilangan keseimbangan dan kepalanya membentur kompor gas. Inggar segera menyalakan api kompor gas tersebut dan Wuuussssh!!! Kepala Miss. N segera terbakar. “Tidaaaakkk!!!” Miss N berteriak kesakitan karena kepalanya terbakar. “Aaahhh..” Inggar terhuyung-huyung menghindari Miss. N, darah masih mengucur di dadanya. “Sialan..” Inggar meneteskan air mata, ia sudah tak kuat lagi. Inggar menoleh ke belakang, tampak darahnya yang sudah membanjiri lantai. Inggar pun terduduk tak berdaya. Pandangan matanya tiba-tiba berkabut, semuanya menjadi putih lalu Jrasss!!! Tiba-tiba ia kembali merasakan sakit yang amat sangat di perutnya, Miss. N terbaring di tubuhnya, baru saja menghunuskan pisau ke perutnya. Miss. N sudah mati, tapi kepalanya masih terbakar dan ikut membakar pakaian Inggar. Inggar pun tersungkur, rasa nyeri, perih dan sakitnya yang ia derita makin lama makin hilang dan Inggar pun menutup matanya. Semuanya berubah menjadi putih...
            “Ruang apa ini??” ujar Silvi sambil memasuki ruangan yang gelap gulita. Tangan Silvi meraba-raba tembok dan Klek! Ia berhasil menghidupkan lampu di ruangan tersebut. Tampak banyak monitor di depannya dan tampak satu pemandangan yang membuatnya tertegun. “Tidak... Tidak mungkin” ujar Silvi sambil menutup mulutya, tak percaya melihat pemandangan di salah satu monitor yang menunjukkan Inggar dan Miss. N yang terbakar di dapur. “Inggar..” Silvi segera mendekati monitor tersebut.
            “Hosh... Hosh...” Vian mencoba mengatur nafasnya, ia menengok ke belakang, lalu muncul Tanti, kemudian Fina. “Kalian baik-baik saja?” ujar Vian cepat. “Iya...” jawab Tanti sambil melihat sekeliling. “Tampaknya kita berhasil lolos dari pasukan bersenjata Syndicate itu” ujar Fina terduduk lemas. “Iya, sepertinya begitu. Tapi aneh sekali, aku tak mendengar suara orang-orang berlarian di sekitar sini, apa berarti kita berlari terlalu jauh?” ujar Vian memastikan. “Nampaknya begitu” Fina menunjuk Mercusuar yang mereka tuju kini berada sangat jauh dari posisi mereka sekarang. “Baiklah, kalau begitu kita kembali menuju tujuan awal kita, ke Mescusuar. Ayo berjalan pelan, jangan sampai menimbulkan suara, kita pasti bisa mencapai Mercusuar itu” ujar Vian sambil membantu Fina berdiri. “Baiklah, ayo semangat!!” ujar Fina mencoba bersemangat. “Hahaha..” tiba-tiba terdengar suara tawa di dekat mereka. “Siapa itu?” ketiga anak itu segera melihat sekeliling lalu muncullah seorang pria. “Hai..” nampak salah satu anggota Syndicate kini berada di hadapan mereka, yaitu A. “kau? Bagaimana mungkin?” ujar Vian tak percaya ketiganya bisa diikuti oleh A. “Aku memang sudah mengincar kalian” ujar A pelan, tersenyum dengan wajah dingin. “Baiklah, tiga lawan satu” ujar Tanti tersenyum, bersiap dengan senjatanya. “Kalian meremehkanku, ya...” ujar A berjalan pelan mendekati ketiga anak itu. “Panggil aku Sersan A!!!” A menarik sesuatu dari sabuknya dan... “Apa itu?” Fina menelan ludah melihat sesuatu yang bercahaya di tangan Sersan A. “Aku adalah pimpinan pasukan bersenjata Syndicate. Ini senjataku” ujar Sersan A sambil memamerkan cambuk bercahayanya. “Sepertinya takkan semudah yang kita bayangkan” ujar Vian bersiap dengan senjatanya.
            “Apa ini? Bagaimana mungkin?” ujar Yusuf tak percaya. “Apa kita bisa menghadapi mereka semua?” ujar Hana pesimis. “Tidak ada yang tidak mungkin. Bukankah kita sudah bertahan hidup hingga sejauh ini?” ujar Rio tak peduli. “Tapi kali ini nampaknya benar-benar akhir dari kita” ujar Nanang menelan ludah. Keempat anak itu kini tengah dikepung oleh para anggota Syndicate yaitu pasukan bersenjata. “Apa dari tadi mereka memang sudah berniat untuk mengejar kita? Nampaknya semua pasukan bersenjata ada disini” ujar Yusuf menduga. “Tapi mana A? Ia tak kelihatan diantara pasukan bersenjata ini?” ujar Hana mencari-cari anggota Syndicate tersebut. “Mungkin A kini sedang menghadang Vian dan yang lainnya” ujar Nanang sambil memandangi sekitar, mencari celah untuk melarikan diri. “Mungkin pasukan bersenjata ini mengejar kita karena kita menuju langsung ke Mercusuar” Yusuf memandangi Mercusuar yang kini hanya tinggal 200 meter saja dari posisi mereka sekarang. Tiba-tiba pasukan bersenjata itu mengarahkan senjata mereka ke empat anak tersebut. “Gawat, mereka mulai bertindak. Bagaimana ini?” ujar Hana panik. “Kalau begitu, kita juga akan bertindak!!!” teriak Rio keras, tiba-tiba mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan melemparkannya ke berbagai arah. Buuuummm!!! Sebuah ledakan keras terjadi di sekitar mereka. Rio baru saja melemparkan granat. “Fire!!!” Pasukan bersenjata itu akhirnya menembak. “Menunduk!!!” Nanang memberi instruksi pada teman-temannya. “Lari!!!” teriak Yusuf mengajak teman-temannya berlari begitu asap muncul. Seketika, hutan di sekitar mereka terbakar. “Ayo... Lari menuju Mercusuar!!” teriak Rio mengingatkan teman-temannya. Keempat anak itu segera berlari menuju Mercusuar tapi tembakan nyasar mengarah ke segala arah. “Gawat!!! Mereka mengejar kita!!” ujar hana mendapati pasukan bersenjata Syndicate mengejar mereka. “Terpaksa aku juga harus menggunakan ini” Rio segera mengarahkan senjatanya dan Wrurrrr... Api menyembur dari senjata Rio dan segera membakar pohon-pohon di depannya untuk menghadang pasukan bersenjata yang mencoba mengejar mereka. “Di depan!!” teriak Hana keras karena tiba-tiba pasukan bersenjata lainnya menghadang mereka. “Rasakan!!!” Rio segera membakar segala sesuatu di depannya, termasuk pasukan bersenjata tersebut. “Sepertinya sudah cukup. Kita sudah menimbulkan kerusakan yang sangat parah pada hutan ini” ujar Yusuf memegang pundak Rio. Keempat anak itu segera meninggalkan pasukan bersenjata di belakang mereka dan berlari menuju Mercusuar hingga sampailah mereka. “Terkunci!!” ujar Nanang yang tak bisa membuka pintu Mercusuar tersebut. “Sialan... Padahal kita harus menghentikan peluncuran rudal itu” ujar Yusuf kesal tapi tiba-tiba pintu Mercusuar terbuka secara otomatis. Keempat anak itu tak percaya keajaiban yang terjadi di depan mereka. “Ayo masuk, mereka mengejar lagi!!” teriak Hana keras sambil memandangi pasukan bersenjata yang tiba-tiba muncul dari dalam hutan. Keempat anak itu segera masuk ke dalam Mercusuar. “Apa kita masih harus menghadapi mereka bahkan di dalam Mercusuar ini?” ujar Rio keras. Tapi tiba-tiba Pintu masuk Mercusuar kembali menutup dan pasukan bersenjata itu tak bisa masuk. “Ya tuhan... apa yang sebenarnya terjadi? Kita benar-benar terselamatkan” ujar Hana bersyukur karena pasukan bersenjata itu tak lagi mengejar mereka karena tak bisa memasuki Mercusuar.
            “Syukurlah...” ujar Silvi sambil memandangi Yusuf dan yang lainnya yang memasuki Mercusuar. “Maaf teman-teman, hanya ini yang bisa kulakukan. Tak kusangka ruang kendali ini juga mengendalikan Mercusuar. Aku benar-benar beruntung” ujar Silvi sambil mengecek tiap monitor di dekatnya. Silvi kembali mencari sosok Mr. B yang dari tadi tak ia temukan di monitor. “Sebenarnya dimana Mr. B?” ujar Silvi penasaran. “Kau... mencariku?” tiba-tiba terdengar suara laki-laki di belakangnya. Silvi pun segera menoleh dan tampak Mr. B tersenyum di hadapannya. “Hebat sekali kau bisa sampai ke ruang ini...” ujar Mr. B sambil tersenyum.
            “Grrroooaaaa!!!” Monster G berteriak keras, matanya melotot tajam. Suaranya menggelegar ke seluruh ruangan. “Ya tuhan...” Yessi menelan ludah, tak percaya dengan apa yang ia dan teman-temannya akan hadapi. “Bagaimana ini? Gallant... Angga... Bagaimana?” tanya Heru mulai panik. “Aku sendiri tak tahu, Heru... Terakhir kita menghadapi yang seperti ini ya kemarin, saat menghadapi Haredas dan kala itu pun kita juga beruntung karena berhasil lolos dari monster tersebut. Teman-teman kita yang lain lah yang berhasil mengalahkannya. Aku sendiri tak ada ide, aku bahkan tak bisa memikirkan bagaimana cara yang lain mengalahkan Haredas” ujar Angga panjang lebar, tubuhnya gemetar ketakutan. “Gallant, bagaimana? Apa kita lari saja?” ujar Heru sambil memandang Gallant. Tidak ada... Gallant tidak ada. “Gallant, mana Gallant?” ujar Heru pada yang lainnya. “Entahlah, aku tak memperhatikannya” ujar Yessi sadar. “Jangan-jangan Gallant sudah lari duluan?” ujar Heru ketakutan. “Tidak, itu dia!!” Angga menunjuk depan mereka. Tampak Gallant yang bersembunyi di balik lemari lalu... “Rasakan ini!!!” teriak Gallant keras dan Brrrrddddd!!!! Tembakan bertubi-tubi menghujam tubuh monster G tapi monster itu nampak tak kesakitan, bahkan tubuhnya tak mengeluarkan darah. “Grrroooaa!!!” Jdag!! Monster G segera menghantamkan tangan raksasanya ke lemari tempat berlindung Gallant. “Sial” Yessi segera ikut menembaki monster G. “Gallant, apa yang kau lakukan? Cepat kesini!!” teriak Yessi keras karena Gallant terbengong-bengong setelah diserang. “Heru, ayo kita jatuhkan monster itu!!” Angga menunjuk kaca besar di dekat mereka. Heru dan Angga segera mengumpankan diri mereka di dekat kaca besar itu, tapi Monster G malah mendekati Yessi. “Hei jelek, beraninya dengan wanita!!” teriak Angga keras. Tanpa disangka, kata-kata Angga itu manjur, Monster G segera mengalihkan targetnya ke Angga dan Heru. “Grroooaa!!!” Monster G berlari ke arah keduanya dan dua anak itu dengan cepat meluncur ke lantai untuk menghindari serangan Monster G. Chaaarrr!!! Monster G berhasil masuk jebakan mereka, kaca ruangan itu pecah dan Monster G pun jatuh dari ruangan tersebut, jatuh dari lantai atas tapi “Grroooaaa!!!” Tangan Monster G kembali menggapai lantai ruangan tersebut. “Astaga...” ujar Heru tak percaya. “Tembak!!!” Gallant segera menembaki tangan Monster G tapi percuma, Monster G tak merasakan apa-apa, Monster tersebut berhasil naik kembali ke lantai atas. “Mungkin ini saatnya... Kita harus melarikan diri” ujar Yessi pada teman-temannya. “Iya, aku setuju. Sungguh mustahil mengalahkan monster ini. Dia terlalu kuat, senjata kita pun tak mempan” ujar Heru mundur. “Baiklah, ayo lari!!!” teriak Gallant keras. Keempat anak itu pun akhirnya berlari tapi Monster G tak membiarkannya begitu saja, ia segera mengejar keempat anak itu.
            “Tidak ada... Tidak ada... Tidak ada...” Yusuf, Hana, Nanang dan Rio terus mengecek tiap ruangan di dalam Mercusuar yang besar itu, bahkan mereka tak menemukan satu anggota Syndicate pun di dalamnya. “Sebenarnya dimana ruangan kendali nuklir itu” ujar Yusuf bingung. “Jangan menyerah dulu, kita baru memutari lantai satu. Masih ada beberapa lantai di atas kita” ujar Hana mengingatkan. “Kalau begitu, ayo naik ke lantai dua” ujar Nanang segera. Keempat anak itu segera menaiki tangga dan memasuki lantai dua. “Astaga... Apa ini..” ujar Hana tertegun melihat isi lantai dua. Lantai dua begitu luas, tidak ada ruangan, lantai dua itulah sendiri ruangannya. Ruangan berwarna putih itu nampaknya sebuah laboratorium. Yusuf, Rio, Nanang dan Hana tanpa sadar berjalan sendiri-sendiri, mereka mengamati tiap benda di ruangan itu. “Percobaan seperti apa yang sebenarnya Syndicate lakukan selama ini?” ujar Nanang sambil memandangi banyak bangkai manusia di dalam sebuah kapsul besar. “Asap ini...” Rio memandangi asap yang berada di dalam kapsul besar di dekatnya. Hana membuka-buka catatan di dekatnya, ia membacanya sepintas. “Astaga, jadi mereka sudah menyusun Doomsday Conspiration selama 30 tahun?” ujar Hana tak percaya. “Kalian tidak sopan...” tiba-tiba terdengar suara wanita di dekat mereka. Keempat anak itu segera mencari-cari sumber suara tersebut dan tampak Mrs. I berjalan mendekati mereka. “Berani-beraninya kalian memasuki laboratoriumku” ujar Mrs. I tersenyum dingin. “Kau?” Yusuf pun mendekati Mrs. I. “Katakan, dimana ruangan peluncuran nuklir itu!” ujar Yusuf keras. “Oooh, ternyata kalian berniat untuk menggagalkan rencana peluncuran nuklir itu?” Mrs. I memandang Yusuf tanpa rasa takut. “Katakan!!!” teriak Yusuf keras sambil menarik kerah Mrs. I
            “Apa yang kau lakukan? Kau ingin melawanku?” ujar Mr. B sambil memandangi Silvi yang bersiap dengan senjatanya. “Aku tidak akan segan-segan menembakkan pistol ini ke arahmu!!” ujar Silvi melawan rasa takutnya. “Oohh... Jadi kau berani melawanku sendirian? Hahahhaa.. Menarik.. Menarik..” Mr. B tertawa keras.
            Yusuf melepaskan kerah baju Mrs. I. “Jadi ruang kendalinya masih 3 lantai dari sini?” ujar Yusuf pelan. “Tapi kalau kalian hendak kesana, langkahi dulu mayatku” ujar Mrs. I dengan pandangan tajamnya. “Kami tak berminat melawan seorang wanita” ujar Rio keras. “aku bukan orang yang bisa dengan mudah kalian kalahkan, aku memakai otak, bukan tenaga” Mrs. I tersenyum, ia berjalan menuju meja di dekatnya. Mrs. I mengambil remote kecil dari atas meja tersebut. “Apa yang kau lakukan?” Yusuf segera mendekati Mrs. I tapi Mrs. I segera mengarahkan remote itu ke Yusuf dan “Aaarrgghh!!!” Tiba-tiba Yusuf terpental jauh dan menabrak dinding tembok dengan keras. “Apa itu?” ujar Hana terkejut. “Ini remote yang memancarkan gelombang yang dapat mementalkan apa saja di depannya” jawab Mrs. I dengan santai. “Itu bukan senjata. Itu hanya alat pertahanan diri” ujar Nanang bersiap dengan senjatanya. “Apa kau tak melihat ini?” Mrs. I memamerkan tombol-tombol di remote tersebut. “Sepertinya kita tak boleh meremehkannya, kita belum tahu apa saja fungsi tombol-tombol remote tersebut” ujar Rio waspada. “Jangan tegang begitu, santai saja” Mrs. I berjalan pelan mendekati Yusuf tapi ia mengarahkan remotenya ke langit-langit dan menekan salah satu tombol. Grdaaak... Graadaak... Tiba-tiba lantai bergetar, benda-benda di dekat mereka tiba-tiba tertarik dan “Kyyaaaa!!!” Hana tiba-tiba melayang karena pistol yang ia bawa tapi Hana segera melepaskan pistolnya. Nanang dan Rio segera melepaskan senjata mereka. Langit-langit di atas mereka ternyata memancarkan daya tarik magnet. Semua benda di lantai dua tertarik ke atas dan menempel ke langit-langit. Mrs. I tersenyum melihat kebingungan yang ada di wajah keempat anak itu. “Itu baru awal” ujar Mrs. I pelan kemudian kembali menekan tombol yang sama dan... “Tiarap!!!” teriak Nanang keras. Benda-benda yang ada di atas mereka tiba-tiba kembali berjatuhan.
            “Matilah kau!!!!” Silvi terus menembakkan peluru tapi Mr. B hanya tersenyum, tubuhnya tak mempan ditembaki peluru. Mr. B terus berjalan mendekati Silvi dengan santai. Tubuhnya yang ditembaki peluru nampaknya tak membuatnya kesakitan. “Apa? Tidak mungkin!! Apa kau memakai rompi anti peluru?” ujar Silvi tak percaya. Ia kemudian mengarahkan pistol ke arah kepala Mr. B tapi cklek.. tidak bisa... “Pelurunya?” Silvi memandangi pistolnya yang ternyata sudah kehabisan peluru. “Tembakanmu benar-benar membuat tubuhku gatal” ujar Mr. B yang akhirnya berada persis di hadapan Silvi. “Jangan bergerak!!” teraik Silvi sambil menodongkan senjatanya ke Mr. B tapi Mr. B segera menggenggam pistol itu. “Sudah cukup...” Mr. B memandangi wajah Silvi dengan tatapan tajam. Silvi menelan ludah, ia tiba-tiba gemetar karena melihat mata Mr. B yang tajam. “Kau... Siapa kau sebenarnya?” ujar Silvi tiba-tiba.
            Nanang mencoba bangkit. Tubuhnya kesakitan. “Teman-teman...” Nanang segera memandangi sekitar. Tampak ruangan lantai 2 itu kini porak-poranda. Hana dan Rio ternyata sudah berdiri di dekatnya. Tubuh mereka berlumuran darah. “Aaahhh...” Dengan susah payah Nanang berhasil bangkit. “Hebat sekali... Yah, tapi kalau kalian mati hanya karena benda-benda tadi jadinya ya tidak menarik” Mrs. I tersenyum sambil memandangi ketiga anak tersebut. “Ada apa dengan Yusuf?” ujar Hana bingung melihat Yusuf yang tampak seperti orang kesetrum. “Hentikan!! Dia bisa mati!!!” teriak Nanang keras. Rio tiba-tiba berlari ke arah Yusuf tapi Mrs. I segera mengarahkan remote nya ke Rio dan “Remote sialan!!” Rio mencoba menghindari remote tersebut dan berhasil, ia berhasil melewati Mrs. I dan mencoba menyadarkan Yusuf. “Percuma, dia terkena serangan kejut dari gelombang listrik remote ini” ujar Mrs. I tertawa. “Kau kira aku tak memikirkan cara lain untuk menyelamatkannya?” ujar Rio membalas dengan tawa. “Hyaaat!!!” Tiba-tiba Rio menendang tangan Mrs. I dan remote di tangan Mrs. I pun terlepas dan jatuh. “Hancurkan!!!” teriak Rio keras. Nanang segera menginjak-injak remote tersebut hingga hancur. “Kalian!!!” teriak Mrs. I murka. “Sekarang kau tak punya senjata lagi!!” teriak Hana bersiap meninjunya tapi Mrs. I segera menangkap tangan Hana. “Rasakan ini!!!” tiba-tiba Mrs. I menghujamkan pisau ke perut Hana. “aaahhh...” teriak Hana kesakitan, ia tak menyangka Mrs. I menyembunyikan pisau dari dalam pakaiannya. “Hana!!!” Nanang segera menangkap tubuh Hana sebelum terjatuh. “Hana!!! Bangun, Han!!” teriak Nanang keras yang tak percaya melihat temannya itu sekarat. Perlahan-lahan Hana menutup matanya. “Apa yang terjadi?” tiba-tiba Yusuf tersadar kembali. “Syukurlah..” ujar Rio sambil mengecek keadaan Yusuf. “Aku baik-baik saja, Io... Hana dan Nanang.. Kenapa dengan mereka berdua?” ujar yusuf kebingungan. “Sialan kau!!!” teriak Nanang sambil memandangi Mrs. I yang ternyata kini sudah menghilang dari hadapannya. “Aku disini” ujar Mrs. I dari sudut lain, membawa sebuah pemukul kayu. “Akan kubunuh kau!!!” teriak Nanang bangkit tapi Jpag!!! Mrs. I segera menghantam kepala Nanang dengan keras. Seketika Nanang pun tersungkur jatuh. “Tidak mungkin... Nanang...” ujar Yusuf tak percaya. “Yusuf, ayo pergi dari sini” ujar Rio tiba-tiba. Rio segera memapah Yusuf dan membawanya lari menuju pintu terdekat dari posisi mereka. Mrs. I diam saja melihat Yusuf dan Rio berlari dan keluar dari laboratoriumnya. “Sialan... Sial..” ujar Hana tiba-tiba yang ternyata kembali tersadar. “Kau masih hidup, ya?” ujar Mrs. I sambil memandangi tubuh Hana yang berlumuran darah. “Ayo... Lawan aku..” ujar Hana sambil mencoba bangkit. Ia memandangi Nanang yang nampaknya pingsan di sebelahnya. “Seharusnya kau pura-pura mati saja karena pada akhirnya aku pun tak perlu membunuhmu karena kau akan mati gara-gara kehabisan darah” ujar Mrs. I dingin. “Aku takkan membiarkanmu mengejar Yusuf dan Rio” ujar Hana dengan wajah serius. “Aku takkan mencegah mereka karena di atas lantai ini ada sesuatu yang takkan mungkin kalian bayangkan. Sesuatu yang mengerikan” ujar Mrs. I dengan pandangan dinginnya.
            “Gila... Kita tak mungkin mengalahkannya” ujar Heru terus belari. Kini keempat anak itu sedang berlari di sepanjang koridor dan Monster G mengejar mereka. “Itu!!” teriak Angga keras, menunjuk lift di depan mereka. Gallant, Heru, Angga dan Yessi segera memasuki lift. Angga menekan tombol lantai dasar dengan panik dan “Grraaaooo!!!” Monster G hampir saja menerkam mereka dengan mulutnya yang bertaring. Pintu lift berhasil tertutup tepat waktu dan lift pun bergerak. “Astaga... aku tak menyangka kita berhasil lolos dari Monster G itu” ujar Yessi dengan wajah ketakutan. “Belum... Masih belum, selama monster itu masih hidup, nyawa kita akan terancam..” ujar Gallant keras, ia bermaksud membuat teman-temannya terus waspada. “Lalu kemana monster itu..” ujar Angga sambil memandangi langit-langit lift. Grdaaak.. Grdaaakk.. Tiba-tiba lift bergetar. “Apa yang terjadi... Apa yang terjadi?” Heru kembali panik. “Tidak mungkin... Jangan-jangan..” ujar Angga berfirasat buruk dan “Aaahhh!!!” Keempat anak itu berteriak kencang ketika tiba-tiba lift yang mereka naiki hilang kendali, lift terjatuh dan turun dengan cepat ke bawah. Yessi terduduk saking takutnya dan ketiga anak yang lainnya berpegangan erat pada dinding lift. Jdaaag!!! Lift jatuh dengan keras di lantai bawah. “Hosh... Hosh..” Yessi memandangi sekitar, nampak teman-temannya yang akhirnya terduduk karena ketakutan. Tubuh mereka lemas dan berkeringat dingin. “Astaga, apa yang baru saja terjadi?” ujar Heru tak percaya dengan apa yang baru mereka hadapi. “Sepertinya monster itu menghancurkan kabel dan tali lift ini dari atas” duga Gallant. Pintu lift perlahan terbuka tapi Jdaaagg!!! Getaran hebat kembali terjadi, kali ini di atas mereka, keempat anak itu terguncang saking kuatnya getaran tadi. “Aaahhh...” Angga memandangi langit-langit atas yang tampak penyok dan “Grrraaaooo!!!” Suara nyaring Monster G kembali terdengar, ternyata monster itu berada di atas mereka, di atas lift. “Gawat... Ayo lari!!!” teriak Gallant segera. Ia segera mendorong Yessi agar keluar dari celah pintu lift yang setengah terbuka. Yessi segera keluar dari lift itu karena ia tak kesulitan dengan tubuh super langsingnya. Gallant segera mencoba menyusul, tapi tubuhnya terhambat. Ia kesulitan untuk keluar. “Ayo Lant...” Yessi mencoba menarik tubuh Gallant dari luar. Heru dan Angga dengan sekuat tenaga mendorong tubuh Gallant dan berhasil. Gallant akhirnya keluar dari lift. “Graaaooo!!!” Monster G kembali meninju-ninju lift dari atas. “Heru, keluarlah dulu” ujar Angga sambil mendorong-dorong tubuh Heru. “Tidak, kau saja dulu” tolak Heru cepat. “Aku ini penyakitan. Aku hanya akan merepotkan kalian, kalaupun aku bisa lolos, aku takkan berguna apa-apa, aku hanya akan menghambat kalian..” ujar Angga dengan tubuh bergetar, air mata menetes pelan di pipinya. “Tidak... Kau tidak boleh berpikir seperti itu” ujar Heru keras. “Kalian... Cepatlah keluar!!” teriak Yessi dan Gallant bersamaan. “Grraaaooo!!!” tiba-tiba langit-langit lift berhasil disobek oleh Monster G. Kini, Monster itu dapat melihat secara langsung mangsanya. “Tidak..” ujar Heru ketakutan. Monster itu persis di atas mereka. “Cepat pergi!!” Angga segera mendorong tubuh Heru ke celah pintu lift dan “Aaaaahhh!!!” Angga tiba-tiba diterkam oleh Monster G. Heru terpana melihat Monster itu mengunyah Angga dengan buas. “Angga!!!!” teriak Heru keras. “Lari...!!!” Gallant segera menarik tubuh Heru. Ketiganya akhirnya berlari menjauh dari lifat dan Jdaaaarrr!!! Monster G berhasil menghancurkan pintu lift. Monster itu segera berlari mengejar ketiga anak itu. “angga...” ujar Heru masih shock. “Sudah Heru, kau tak boleh sedih. Kita tak boleh membuat pengorbanan Angga menjadi sia-sia” ujar Gallant sambil terus menarik Heru. “Gawat, monster itu masih terus mengejar” ujar Yessi panik. “Sebelah sana!” Gallant segera menunjuk ruangan yang terbuka di dekat mereka. Ketiga anak itu segera memasuki ruangan tersebut dan mengunci pintunya. “Ayo kita bersembunyi!!!” gallant segera memandangi sekitar. “Tidak ada tempat persembunyian..” ujar Yessi tak percaya. Mereka berada di ruangan yang berisi kolam renang. Jdaaaggg!!! Tiba-tiba Monster G menghantam pintu yang baru saja mereka kunci. “Menjauh!!” Gallant mengajak teman-temannya berlari menjauhi pintu yang akhirnya jebol juga. “Grraaaooo!!!” Monster G bersuara nyaring kemudian mencoba mencari ketiga mangsanya tersebut. “Teman-teman, kita tak bisa terus berlari. Kita harus menghadapi monster ini” ujar Gallant tiba-tiba. “Bagaimana caranya?” ujar Yessi cepat. “Lihat itu” Gallant menunjuk kabel-kabel listrik besar di dekat mereka. “Aku mengerti... Sama seperti saat di gazebo embung dulu, waktu menghadapi para zombie yang terjun ke embung?” ujar Heru menelan ludah. “Iya” Gallant mengangguk. “Grraaoo!!” Monster G dengan gesit berlari ke arah mereka. “Tidak ada waktu lagi. Kita harus bisa menjatuhkannya ke kolam renang sebelum monster itu menghabisi kita!!” teriak Gallant keras. Tiba-tiba Gallant berlari sambil menembaki Monster G. “Dia menjadikan dirinya sendiri sebagai umpan?” ujar Yessi tak percaya. “Sudah Yes, bukan saatnya melamun. Ayo kita kerjakan tugas kita!” ujar Heru mengingatkan Yessi. Monster G akhirnya berlari ke arah Gallant. “Monster sialan!!!” teriak Gallant keras sambil terus menembakkan pelurunya. “ayo Her... Cepat..” ujar Yessi sambil terus memandangi kondisi Gallant. “Berat sekali..” ujar Heru yang kesulitan menarik kabel-kabel besar. “Gallant, awas!!” teriak Yessi keras ketika Gallant hampir saja dihantam oleh Monster G. “Berhasil!!” ujar Heru begitu ia berhasil mencabut kabel listrik. “Ayo..” Yessi segera membantu Heru membawa kabel listrik itu. Keduanya berlari ke tepi kolam renang dan segera melemparkan kabel-kabel listrik tersebut. Bzzzttt... Kolam renang segera tampak aneh, dan seketika uap muncul di permukaan kolam renang tersebut. “Ayo sini!!!” Gallant menghentikan langkahnya dan kini berbalik ke arah Monster G. Monster itu meloncat menuju Gallant tapi Gallant segera tiarap. Ia berhasil menghindari terkaman Monster G tapi Shaaat!!! Tanpa diduga Monster G mencengkeram tubuh Gallant sebelum Monster itu terbang jatuh ke dalam kolam dan.... “Tidaaaakkkk!!!” teriak Gallant keras, meronta-ronta di dalam tangan Monster G. Jbyuurrr!!! “Gallant!!!” Yessi dan Heru berteriak keras.
            Vian, Fina, dan Tanti terus berlari menghindari serangan Sersan A. Cambuk bercahayanya itu ternyata mengandung listrik yang sangat kuat. Ketiga anak itu kini berlari di hutan yang terbakar. Keringat mereka bercucuran dan mereka mulai kehabisan nafas karena terus berlari. “Aaah..” tiba-tiba Fina terpeleset dan terjatuh. “Mau lari kemana kalian? Kalian takkan bisa lari dariku” ujar Sersan A dengan nada sombong. Pssyyaattt!!! Cambuk listrik itu tiba-tiba menghantam tanah di sebelah Fina. “Kyaaa!!!” Fina segera berguling untuk menghindari sengatan listrik senjata itu. “Pintar sekali kau... Tanah memang medan yang sesuai untuk menghantarkan arus listrik” ujar Sersan A sambil menatap tajam Fina. “Hei, kau!! Lawanmu adalah aku!! Kau tak boleh menyakiti mereka!!” teriak Vian tiba-tiba, ia maju mencoba menghadapi Sersan A. “Vian, apa yang kau lakukan?” ujar Tanti sambil menarik lengan Vian. “Tidak apa-apa... Tenanglah.. aku takkan mati semudah itu. Dari tadi kita hanya terus berlari dari dia, kita belum mencoba melawannya. Keajaiban masih mungkin muncul” ujar Vian optimis. “Ha??? Keyakinan saja tak cukup untuk mengalahkanku” ujar Sersan A merasa terhina. “Vian, ayo lari!!! Mustahil mengalahkannya. Jangkauan senjatanya terlalu luas” Fina mendekati Vian. “Dasar kalian sampah!!!” tiba-tiba Sersan A mengarahkan cambuknya kepada tiga anak itu dan Bzzzaaattt!!! Ketiga anak itu terlambat menghindar, ketiganya terkena cambuk listrik itu dan segera tersengat. Ketiganya tersungkur kesakitan di tanah. “Hosh.. Hosh” nafas mereka ikut sesak karena dari tadi terus menghirup asap akibat hutan yang terbakar. “Tempat yang tragis ini akan menjadi kuburan kalian!!” ujar Sersan A berjalan mendekat. Ketiga anak itu bangkit dan segera melihat sekitar. “Apa yang mau kalian lakukan hasilnya akan sama saja, kalian akan tetap mati” ujar Sersan A sombong. “Sialan!!!” Fina segera menembak ke arah Sersan A tapi dengan mudah Sersan A menangkis peluru-peluru yang ditembakkan Fina dengan cambuk listriknya. “Senjatanya itu adalah kelemahannya, tanpa senjata itu dia takkan bisa berbuat apa-apa. Ayo kita rebut dan hancurkan cambuk sialan itu!!” ujar Tanti keras. “Hancurkan saja langsung orangnya!!!” teriak Vian lebih keras. Ia tiba-tiba menendang dan menghancurkan pohon terbakar di dekatnya dan mengarahkannya pada Sersan A. “Rasakan panasnya api ini!!!” Vian berhasil mendorong pohon yang terbakar itu hingga rubuh ke arah Sersan A. “Sialan...!!!” Sersan A segera berlari tapi nampaknya ia tak mampu menghindari pohon itu. Pssyyaaattt!!! Cambuk listriknya pun tak mempan untuk menghalau pohon yang rubuh itu dan Braakkk!!! Sersan A tertimpa pohon yang terbakar itu. Seketika tubuhnya pun ikut terbakar. Sersan A segera muncul kembali dari dalam kobaran api, ternyata ia hanya terkena ranting-ranting pohonnya saja. Sersan A berguling-guling di rerumputan untuk memadamkan api yang mengenai tubuhnya. “Dasar sombong!!! Makan itu!!” teriak Vian puas. “Sial!!!” tiba-tiba Sersan A mengarahkan cambuk listriknya ke kaki Vian dan menariknya hingga Vian pun terjatuh. Untung saja cambuk listrik itu sudah rusak gara-gara ikut terbakar oleh api, sehingga Vian tak sampai tersengat listrik. “Hentikan!!!” Tanti menginjak cambuk itu dan Fina segera melepas cambuk yang membelit kaki Vian. “Kurang ajar!!!” Sersan A bangkit dan segera menarik cambuknya. Vian, Tanti dan Fina mundur, ketiganya masih mewaspadai Sersan A meski kini tubuhnya hangus dan dalam keadaan luka bakar yang parah. “Aku takkan mati sendirian!!” teriak Sersan A keras kemudian mencambuk ke segala arah. Pohon-pohon terbakar di dekatnya segera rubuh. Ketiga anak itu terus menghindari pohon-pohon rubuh tersebut. “Kalian kira kalian bisa lolos dari ku dan sampai ke Mercusuar itu?” ujar Sersan A sambil menunjuk Mercusuar yang kini jaraknya sangat jauh dari posisi mereka berada. “Jangan bercanda!!!” Dengan cepat Sersan A mengarahkan cambuknya ke arah ketiga anak itu tapi ketiganya segera tiarap untuk menghindari serangan Sersan A. “aku ini komandan perang!!!” teriak Sersan A keras. Ia mencambuk ketiga anak itu yang terjebak dalam posisi tiarap mereka. “Aaarrrgghh...!!!” Vian, Fina, dan Tanti menjerit kesakitan ketika Sersan A tak henti-hentinya terus mencambuk mereka. “Cukup!!!” tiba-tiba Tanti menangkap cambuk Sersan A. “Lepaskan cambukku!!!” teriak Sersan A. “Sampah seperti kalian bahkan tak seharusnya berada di hadapanku!!” teriak Sersan A angkuh. “Kami bukan sampah!!!” teriak Vian keras. “Lepas!!!” teriak Sersan A lagi, tak mampu menarik kembali cambuknya. Ternyata Tanti menggenggam cambuk itu begitu erat hingga tangannya berdarah. “Mati kau!!!” Vian berlari ke arah Sersan A dan melemparkan batu besar tapi Sersan A berhasil menghindar. “Hyyaaahh!!!” Tanti behasil menarik cambuk itu ketika Sersan A lengah. Ia segera membuang cambuk itu jauh-jauh. Sersan A memandang tajam ke arah tiga anak itu. “Kalian kira orang sepertiku tak memiliki senjata cadangan lain? Ha!!!” Sersan A murka, ia kembali mengeluarkan sesuatu dari pingganya. “astaga... Apa lagi sekarang. Pinggangnya itu seperti kantong doraemon. Sabuknya yang ternyata adalah cambuk lalu kali ini?” ujar Fina tak percaya melihat pentungan kecil yang ada di tangan Sersan A. “aku takkan berlama-lama, akan kuhabisi kalian” ujar Sersan A sambil menekan tombol di pentungan itu. Tiba-tiba keluar pedang dari dalam pentungan itu. “Sialan...” ujar Vian menelan ludah, ia segera mencari-cari senjata di sekelilingnya. Vian segera mengambil cambuk yang ada di dekatnya. “Hyaaa!!!” Sersan A berlari ke arah mereka tapi Vian segera mencambuknya. “kau akan mati karena senjatamu sendiri!!!” teriak Vian keras. Crraaasshh!!! Dengan mudahnya Sersan A menebas cambuk yang digunakan Vian. “Kau kira aku tak tahu kelemahan senjataku sendiri? Haha.. Jangan membuatku tertawa!” teriak Sersan A keras. Fina dan Tanti segera berlari karena Sersan A mengejar mereka. “Hei, lawan aku!!!” Vian ikut berlari menyusul mereka.
“Kau sudah kalah...” ujar Mr. B sambil menarik Silvi yang tersungkur di tanah. Silvi tak berdaya karena cengkeraman tangan Mr. B kuat sekali menggenggam lengannya. “Lepaskan aku!!!” teriak Silvi sambil meronta-ronta. “Diamlah dulu” ujar Mr. B pelan. “Kenapa kau tidak membunuhku saja? He!!!” teriak Silvi keras. “Tiba-tiba aku memikirkan hal lain, aku rasa kau bisa berguna buat organisasi ini” ujar Mr. B tertawa. “Apa maksudmu!! Aku tidak mau!!! Lebih baik kau membunuhku saja!!” Silvi terus meronta-ronta. “Aku mau menjadikanmu sebagai kelinci percobaan” ujar Mr. B tersenyum lebar. Mr. B akhirnya menyeret paksa Silvi. Keduanya melewati koridor lantai satu yang hancur berantakan akibat Monster G. “Huh, sepertinya Monster itu belum berhasil menghabisi teman-temanmu” ujar Mr. B dengan nada kecewa. “Teman-temanku... Tidak akan mati!!!” teriak Silvi keras.
“Tidaaak..” Yessi dan Heru terduduk ketika menyadari Gallant tak muncul lagi dari kolam renang. “Grroooaaa!!!” tiba-tiba monster G muncul lagi ke permukaan. Monster itu meronta-ronta setelah sempat tak sadarkan diri di kolam berarus listrik tersebut. “Grraaa!!!” Monster G itu segera keluar dari kolam. “Gawat... Mustahil” ujar Heru dan Yessi bersamaan, keduanya bangkit dan kembali waspada. Tanpa disangka, Monster G tiba-tiba berubah wujud kembali menjadi manusia. Heru dan Yessi terpana melihat hal itu. “Apa yang terjadi? Dia kembali ke wujud aslinya” ujar Yessi masih tak dapat mengalihkan perhatiannya pada Monster G yang kini kembali berwujud manusia. G berjalan terhuyung-huyung ke arah Yessi dan Heru. Tubuhnya penuh luka dan melepuh. “Mau apa kau??” Heru bersiap dengan senjatanya tapi G terus saja berjalan ke arah mereka. Mata merahnya benar-benar mengingatkan kedua anak itu pada... “Gawat, dia berubah menjadi zombie!!” ujar Yessi segera menarik lengan Heru dan benar saja, G hampir saja menerkam Heru. “Tidak mungkin. Sebenarnya apa yang terjadi dalam dirinya? Bukankah dia manusia yang diberi sel dari tubuh Haredas? Dia bukan zombie” ujar Heru bingung. “Itu tidak penting. Sekarang, kita harus membunuhnya selagi dia dalam sosok yang bisa kita kalahkan” ujar Yessi cepat. Heru segera menembaki G tapi G terus saja berjalan ke arah mereka. “Heru, apa kau sudah lupa apa kelemahan para zombie?” ujar Yessi sambil berlari menuju pelampung. “Yessi, kau mau apa?” ujar Heru tak mengerti. Yessi segera menempelkan pelampung ke kepala G dan menendangi tubuh G. “Aku berhasil menahannya. Heru, cari sesuatu untuk menghancurkan kepalanya!!!” teriak Yessi keras. Heru kebingungan, ia tak bisa menemukan benda yang bisa ia gunakan untuk meghancurkan kepala G. “Kalau begitu, ayo kita lari saja selagi ada kesempatan” Yessi segera mendekati Heru. Jdbuaaagg!!! Tiba-tiba terjadi ledakan dhasyat, Heru dan Yessi terpental. Nampaknya granat baru saja meledak di dekat mereka. “Apa itu?” Heru mencoba melihat sekeliling, tampak tubuh G yang hancur berkeping-keping lalu di dekat pintu masuk ruangan tampak dua sosok yang ia kenal. “Aku tak butuh lagi orang yang tak berguna seperti itu” Mr. B berjalan pelan sambil menyeret Silvi memasuki ruangan. “Silvi?” ujar Yessi terkejut melihat Silvi yang tertangkap oleh Mr. B. “Kolam listrik ini, ya?” ujar Mr. B pelan sambil memandangi kolam listrik di sebelahnya. “Lepaskan Silvi!!” Yessi dan Heru segera bangkit dan berjalan menghampiri Mr. B. “nampaknya gara-gara kolam listrik ini, sel-sel Haredas di tubuh G jadi bermutasi atau mungkin malah melenyapkan efek luar biasa, efek monster dari dalam tubuh G dan hanya meninggalkan racun saja yang akhirnya membuat G kembali ke tubuhnya semula dan membuatnya menjadi seorang zombie. Hahaha.. Menarik.. Menarik.. Eksperimen Monster ini... Senjata biologi manusia ini masih belum berakhir, ternyata Mrs. I punya PR tambahan” Mr. B tertawa keras menyadari apa yang baru saja terjadi pada hasil eksperimen organisasinya yang tenyata gagal. “Kami akan menghabisimu disini!!” ujar Heru keras, kini berhadapan langsung dengan Mr. B. “Anak-anak sombong” ujar Mr. B pelan, matanya melotot tajam ke arah Heru. Tiba-tiba dari pintu masuk muncul para anggota Syndicate yaitu pasukan bersenjata. “Tidak mungkin..” ujar Silvi tak percaya. Pasukan bersenjata itu segera menangkap Heru dan Yessi. “Kalian akan kubawa ke laboratorium. Kalian bertiga akan kujadikan kelinci percobaan” ujar Mr. B kali ini dengan wajah serius.
“Bagaimana ini?” ujar Rio bingung. Ia dan Yusuf kini berhenti di tangga antara lantai 2 dan lantai 3. “hana pasti masih hidup, tapi dia pasti kehilangan banyak darah, kalau kita membiarkanya saja, dia bisa mati” ujar Rio lagi. “Rio, cukup!!!” Yusuf memegang bahu Rio dan menatapnya tajam. “Sejak kekacauan akibat wabah zombie ini, satu per satu teman kita terus tumbang, dan kini... setelah sejauh ini, kita tak boleh melihat ke belakang. Meskipun kita bisa mengalahkan Mrs. I, tapi kita tak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikan pendarahan Hana. Kita bukan dokter.. Percuma kita kembali” ujar Yusuf menatap tajam wajah sahabatnya itu. “Lalu Nanang?” ujar Rio dengan suara bergetar. “Begitu pula dengan Nanang, kita tak mungkin kembali untuk menolongnya. Kali ini kita punya tujuan, kita harus menggagalkan peluncuran nuklir yang akan menuju ke Korea Selatan. Maka dari itu, kita tak boleh menyia-nyiakan pengorbanan mereka karena diantara kita semua, di antara aku, kamu, Vian, Fina, Tanti, Nanang, Hana, Angga, Heru, Gallant, Silvi, Yessi, dan Inggar, hanya kita berdua yang sanggup melangkah hingga sejauh ini. Tinggal beberapa lantai lagi, kumohon..” ujar Yusuf meneguhkan hati Rio. Rio terdiam, ia masih tak rela meninggalkan Hana dan Nanang begitu saja.
Silvi, Yessi, dan Heru dibawa paksa oleh pasukan bersenjata dan Mr. B, mereka kini tengah melewati hutan yang berkobar karena api. “Parah sekali... Teman-teman kalian pasti anak-anak yang nakal waktu masih bersekolah” ujar Mr. B sambil memandangi hutan terbakar yang kini mereka lewati. “kalian mau membawa kami kemana?” ujar Heru keras. “Sabar, sebentar lagi kita akan sampai” jawab Mr. B pelan. Akhirnya rombongan itu pun sampai di Mercusuar. “Ini?” Yessi tak percaya ternyata mereka dibawa ke Mercusuar. Pasukan bersenjata segera melempar granat dan meledakkan pintu masuk. Rombongan itu kemudian memasuki Mercusuar dan segera naik ke lantai dua. Lantai dua yang nampak porak poranda itu disekat oleh sebuah kaca besar hingga membuat satu ruangan itu terbagi menjadi dua ruang. “Wow, sepertinya baru saja terjadi kehebohan ya?” ujar Mr. B memasuki ruangan itu, mendekati Mrs. I yang berdiri sambil memandang ke dalam ruangan lainnya dari balik kaca. “Hana???” Yessi, Silvi dan Heru terkejut melihat Hana yang tersungkur di dekat mereka. “Wah, padahal aku sudah membawakanmu anak-anak ini untuk kau jadikan sebagai eksperimenmu” ujar Mr. B yang ikut memandang ruang satunya. “Sayangnya aku sudah memasukkan anak itu” ujar Mrs. I tersenyum melihat Nanang yang akhirnya terbangun. Nanang perlahan-lahan bangkit dan segera melihat sekitar. “Teman-teman...” Hana hampir saja kehilangan kesadarannya, ia mencoba bangkit. “Hana, ada apa denganmu?” Silvi tak kuasa menahan tangisnya melihat kondisi Hana. “Aaahh... Pertemuan yang menyedihkan” ujar Mrs. I memandangi keempat anak itu. “Sudah... Lepaskan mereka” ujar Mr. B tiba-tiba. Pasukan bersenjata itu akhirnya melepaskan Silvi, Yessi dan Heru. Ketiganya segera mendekati Hana yang sekarat. “Hana, bertahanlah...” ujar Heru sedih. “Hana, kenapa bisa sampai seperti ini? Mana yang lainnya?” ujar Yessi terbata-bata, ia sedih sekali melihat Hana yang hampir meregang nyawa. Tubuh Hana kini berlumuran darah, ia hanya bisa tersenyum. “Teman-teman... aku senang kalian masih bisa bertahan hidup... Hiduplah demi aku...” ujar Hana memaksakan diri bicara yang akhirnya membuatnya memuntahkan darah. “Sudah Hana.. Jangan berbicara. Iya, kami baik-baik saja... kami pasti akan terus bertahan hidup” ujar Silvi berjanji pada Hana. Hana tersenyum lembut kemudian perlahan-lahan menutup matanya dan... “Tidakkk!!!” Yessi dan Silvi menjerit keras ketika Hana akhirnya tak membuka matanya lagi. “Sudah cukup reuninya” ujar Mrs. I pada ketiga anak itu. “Sialan kalian!! Kurang ajar!!” Heru berteriak keras pada Mrs. I dan Mr. B. “Hei, lihatlah..” ujar Mr. B pelan, meminta ketiga anak itu untuk melihat sisi ruang yang satunya. “Nanang?” ujar Yessi tak percaya. Nanang berada di satu ruang lainnya, persis di sebelah ruangan mereka. “Hei, apa yang mau kalian lakukan pada Nanang?” teriak Heru keras. “Silakan nikmati pertunjukan di depan kalian ini” ujar Mrs. I pelan. Tiba-tiba menyembur asap ke dalam ruangan itu, Nanang tampak terkejut. Ia melihat sekeliling, berteriak-teriak dan berlarian ke segala arah untuk menghindari asap itu. Sayangnya, Nanang tak mampu melihat menembus kaca, sehingga ia tak mampu melihat teman-temannya. “Kaca ini tembus pandang, tapi dari posisinya, kaca itu hanya tampak seperti kaca biasa” ujar Mrs. I terus mengamati Nanang. “Asap itu... Jangan-jangan itu asap penyebab virus zombie” duga Silvi. “Ya, benar... Ayo kita lihat transformasinya” ujar Mr. B tampak terhibur. Nanang akhirnya menghirup asap itu juga karena dengan cepat asap itu menyebar ke seluruh ruangan, Nanang tampak mencoba menahan nafasnya tapi tak berhasil, ia tetap saja tak mampu untuk tidak menghirup asap itu. “Nanang!!! Nanang!!!” teriak Heru, Yessi, dan Silvi keras, menggedor-gedor kaca. Pasukan bersenjata segera menarik ketiga anak itu dan menjauhkannya. “Apa yang terjadi? Kenapa tak ada reaksi apa-apa?” ujar Mrs. I mulai merasakan kejanggalan. Nanang yang berada di dalam ruangan itu juga merasakan hal yang sama, ia tak lagi mencoba menahan nafasnya. Ia mencoba menghirup asap itu. Tetap saja tidak terjadi apa-apa. “Tidak mungkin... Mustahil...” ujar Mrs. I masih tak percaya. “Menarik” Mr. B tersenyum melihat pertunjukan di depannya. “Nanang baik-baik saja?” ujar Heru terkejut. “Apa dia kebal terhadap virus zombie itu?” duga Yessi. “Dia... Kurung dia...” ujar Mrs. I tampak masih shock dengan apa yang dilihatnya. Nanang tampak baik-baik saja, tubuhnya kebal terhadap virus zombie, matanya tak berubah merah, tubuhnya benar-benar tak merasakan apa-apa. Nanang tak menjadi zombie, ia masih menjadi manusia seperti sebelum menghirup asap itu. Nanang kembali melihat sekeliling, ia mengarahkan pandangannya pada kaca besar di dekatnya. Matanya berkilat-kilat memandangi kaca itu. “Sepertinya baru saja kita temukan orang pertama yang mampu bertahan dari virus zombie ini, orang yang kebal terhadap asap ini.. Hahahaha...” Mr. B berteriak keras. “Astaga...” ujar Yessi masih tak percaya. “Subhanallah” ujar Heru menelan ludah. Silvi memandang Yessi dan Heru lalu mengucapkan kata-kata secara pelan, “Bahkan mungkin baru saja kita lihat bersama-sama, akhirnya kita menemukan obat penawar dari virus mematikan ini... Obat penawar yang mampu mengalahkan virus ini, Obat itu adalah... Nanang”


To BE CONTINUED....

            Luar biasa... akhirnya sampai juga di chapter 11. Aku sendiri tak menyangka bisa menulis hingga sejauh ini, karena meskipun sudah kubuat kerangka ceritanya sampai akhir, aku sendiri kadang tak punya waktu dan parahnya, kehilangan mood untuk menulis kisah ini. Chapter 11 ini kembali memecahkan rekor untuk halaman terpanjang yang kutulis per chapternya, kali ini sampai 19 halaman. Wow... Tapi kisahnya memang tak bisa kupadatkan lebih jauh lagi, jadi ya harus sepanjang ini untuk satu chapter ini. Ha9X... Ok, bagaimana minggu pertama kuliah di semester 6 ini? Pasti menyenangkan, bukan? Semoga para pembaca berbahagia dalam menjalani perkuliahan... Tetep semangat pokoknya!!! The Dark Knight dan White Prince undur diri dulu.. Sampai jumpa di chapter terakhir... XOXO... See ya..

·           Kesuksesan haruslah diukur tidak saja dari posisi yang diraih oleh seseorang, tetapi juga dari rintangan yang berhasil dilwatinya.
·           Saat-saat dalam hidup ini sangatlah berarti. Senang ataupun sedih itulah sisi kehidupan yang sangat indah. Kesenangan mengajarkan kita betapa indahnya hidup ini yang harus kita jalani dengan senyuman yang tulus sedangkan kesedihan mengajarkan kita betapa sulitnya hidup ini harus kita jalani dengan ketegaran dan kesabaran yang tulus dari hati. Inilah kehidupan. Syukurilah atas kehidupan hari ini yang sangat indah.
·           Ketika aku ingin hidup kaya, aku lupa bahwa hidup adalah sebuah kekayaan. Ketika aku takut memberi, aku lupa bahwa semua yang aku miliki adalah pemberian. Ketika aku ingin jadi yang terkuat, aku lupa bahwa dalam kelemahan, Allah memberikan ku kekuatan. Ketika aku takut rugi, aku lupa bahwa hidupku adalah sebuah keberuntungan, karena anugerahNya ternyata hidup ini sangat indah

0 komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
ini blog perdana "kempong"... mudah-mudahan dapat menampung saran dan segala unek-unek... ada postingan biodata para anggota kempong juga (eksklusif lho... ) jgn lupa tinggalkan komen yach.... terima kasih... HAH!!!

Pengikut

Blogger templates

Blogroll

Copyright © 2012 keluarga rempongTemplate by : UrangkuraiPowered by Blogger.Please upgrade to a Modern Browser.