College of the Death


Cerita ini hanya fiksi. Kesamaan nama orang dan tempat hanya kebetulan belaka.
Kisah dalam Cerber ini kupersembahkan untuk Teman-teman KEMPONG



Chapter 10
Syndicate: Doomsday Conspiration



            Heru, Vian, Tanti, Gallant, Inggar, Nanang dan Angga tak berdaya ketika para anggota Syndicate dari kapal Costa Concordia menahan mereka. Ketujuh anak itu dijebloskan dalam suatu ruangan di dalam kapal itu, sebuah ruangan sempit yang kotor dan berisi banyak mayat. Ketujuh anak itu tampak jijik dengan mayat berbau busuk di sekitar mereka. Angga yang tiba-tiba bengek, segera muntah-muntah, wajahnya tampak pucat. Tanti terus memandangi foto Toni di dompetnya. Ia terus merasakan firasat buruk, dan tanpa ia sadari air mata menetes di pipinya. “Sudah Tanti... Toni pasti baik-baik saja” Inggar menenangkan Tanti yang tampak gelisah dalam diamnya. Tanti tak menjawab, ia terus memandangi foto itu. Nanang dan Vian mencoba mencari jalan keluar dari ruangan itu tapi ruangan itu benar-benar tanpa celah, hanya ada ventilasi keluar masuk angin di atas tembok, dan itupun terlalu sempit untuk dilalui tubuh manusia. “Gawat, kita benar-benar terperangkap” ujar Heru tak percaya. “Aku tak menyangka, Syndicate pun menguasai jalur laut” ujar Gallant sambil memukul tembok disampingnya. “Sekarang kita hanya bisa pasrah, tidak mungkin kita mengharapkan bantuan dari teman-teman kita, apalagi tim penyelamat” ujar Nanang merasa putus asa. “Apa kapal ini akan membawa kita kembali ke pulau Jawa?” ujar Inggar tiba-tiba. “Entahlah, nasib kita sudah di ujung tanduk. Kemanapun kapal ini membawa kita, sepertinya hasilnya akan sama saja” ujar Vian terduduk lemas. “Teman-teman, tidurlah dulu. Kalian cape’ bukan? Untuk sementara ini kita beristirahat saja dulu, jangan terlalu banyak memikirkan hal-hal yang tidak pasti” ujar Nanang tersenyum ramah.
            Yusuf, Fina, Yessi, Hana, Silvi dan Rio terus mencoba mendayung kapal karet yang mereka tumpangi menuju pulau di dekat mereka. “Kira-kira itu pulau apa?” ujar Silvi sambil menyeka keringat di keningnya. “Entahlah, tapi semoga disana masih ada penduduk yang belum terinfeksi oleh wabah zombie” ujar Yusuf berharap. “Sebentar lagi sampai, ayo teman-teman... Semangat!!” ujar Rio keras, menyemangati teman-temannya yang lain.
            Kapal Costa Concordia pun berhenti di sebuah pulau, Nanang dan yang lainnya segera dibawa para anggota Syndicate untuk memasuki pulau tersebut. Tampak bangunan besar di dalam hutan yang kini sedang mereka lewati. Para anggota Syndicate itu benar-benar tak melepaskan perhatian pada Nanang dan yang lain hingga tibalah mereka di Bangunan besar di dalam hutan. Angga memandangi bangunan itu, ia tak menyangka ada sebuah bangunan besar di sebuah pulau kecil. Ketujuh anak itu pun digiring memasuki bangunan itu hingga sampailah mereka di sebuah ruangan yang berisi 6 orang yang tampaknya sedang menunggu mereka, 4 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Ketujuh anak itu pun duduk di kursi panjang yang menghadap langsung kepada 6 orang tersebut kemudian para anggota Syndicate yang sejak tadi membawa mereka akhirnya keluar dari ruangan tersebut dan menutup pintu. Keenam orang dewasa itu memiliki lencana nama di dada mereka, yaitu B, I, A, N, H, dan G... Nama inisial, bukan nama yang sebenarnya. B adalah laki-laki dengan pakaian paling necis diantara para pria lainnya, tubuhnya pendek dan gemuk, berkumis, hampir mirip dengan pelawak jojon. I adalah seorang wanita, ia tinggi, langsing dan wajahnya dingin, ia memakai pakaian serupa pekerja medis. A adalah orang yang paling muda disana, pakaiannya kasual, tinggi, tampan, tapi matanya tajam seperti elang. N adalah seorang wanita yang tampak judes, ia berpenampilan seperti seorang sekretaris. H adalah laki-laki yang hampir mirip dengan B, tetapi pakaiannya militer, berompi dan ber helm. G adalah seorang laki-laki yang dari wajahnya terus nampak gelisah, ia terus mondar-mandir, pakaiannya biasa saja tetapi yang paling menonjol adalah bentuk badannya yang cukup aneh, tubuhnya seperti Frankeinstein. Nanang menelan ludah, ia tak tahu hal apa yang sebentar lagi akan menimpa dirinya dan teman-temannya.
            Yusuf, Rio, Fina, Yessi, Silvi, dan Hana akhirnya tiba di pulau. Mereka mendorong kapal karet itu hingga sampai ke daratan. Keenam anak itu merebahkan diri di pasir. Mereka memandangi langit yang mulai berubah warna. Matahari pun mulai terbit, keenam anak itu mengambil nafas panjang sambil memandangi matahari di depan mereka, yang malu-malu muncul dari balik horizon laut. “Indah sekali” ujar Hana pelan, ia nampak tersentuh karena merasa masih diberi kesempatan oleh Allah untuk melanjutkan hidup. “Teman-teman... Lihat” ujar Silvi tiba-tiba, ia berdiri memandangi kapal yang tak jauh dari posisi mereka berada. “Costa Concordia?” Rio membaca nama kapal tersebut. “Ya tuhan... Jangan-jangan itu kapal penyelamat?” ujar Yessi sumringah. “Bukan” ujar Yusuf cepat. Kelima temannya memandangi Yusuf dengan wajah bingung. “Ada lambang S besar di kapal tersebut” ujar Yusuf menelan ludah. Keenam anak itu tampak kecewa sekaligus tak percaya, mereka akan kembali berhadapan dengan para anggota Syndicate. “Jangan-jangan ini adalah pulau tempat tujuan Poseidon” ujar Fina pada yang lainnya. “Ya, mungkin saja” Hana mengalihkan pandang ke hutan di belakangnya, tampak sebuah bangunan besar bertuliskan S besar sebagai lambangnya di tengah-tengah hutan tersebut. “Kita harus bersembunyi sebelum para anggota Syndicate itu menemukan kita” ujar Rio tiba-tiba. “Tidak... Kita tak boleh bersembunyi... Ayo kita hadapi saja” ujar Yusuf menolak. “Apa maksudmu?” ujar Rio tak habis pikir dengan jalan pikiran Yusuf. “Ayo kita hancurkan markas Syndicate” ujar Yusuf mantap.
            “Sepertinya mereka adalah para Survivor” ujar I pada rekan-rekannya yang lain. “Dari penampilan mereka, nampaknya mereka baru saja menghadapi suatu hal yang berat” ujar H terkekeh. “Terang saja... Negara mereka hancur lebur seperti ini, pastinya sulit bagi mereka untuk sekadar bernafas saja karena kini.... tak ada yang aman” ujar G tertawa terbahak-bahak. “Sebenarnya siapa kalian?” ujar Nanang tiba-tiba, memberanikan diri menatap 6 orang di depannya itu. B tersenyum simpul, kemudian beranjak dari kursinya dan mendekati ketujuh anak itu. “Kami adalah anggota sebuah organisasi yang bernama Syndicate. Dan aku ketua cabang Indonesia, namaku B” ujar B sambil menatap Nanang tajam.
            Yusuf dan yang lainnya berlari menyusuri hutan. Mereka tak beristirahat meskipun masih dalam keadaan lelah. Keenam anak itu akhirnya sampai di sebuah bangunan di tengah hutan. “Tidak ada penjaganya, ayo...” ujar Yusuf pada yang lainnya. “Yusuf, apa kamu yakin kita akan baik-baik saja? Kita tak menyiapkan strategi apapun” ujar Hana ragu. “Sesuai perkataanku, seperti biasa, kita menyamar dengan rompi dan helm Syndicate, apa yang akan kita lakukan selanjutnya bergantung pada apa yang menanti kita di dalam... Oh iya satu lagi... Sebenarnya kita tak pernah baik-baik saja, Ha9X... Kita selalu terlibat dalam masalah” ujar Yusuf tertawa simpul. Akhirnya keenam anak itu memberanikan diri memasuki markas anggota Syndicate tersebut, mereka berjalan pelan melewati koridor-koridor di dalam bangunan tersebut. Tiap kali ada anggota Syndicate yang lewat, mereka bersembunyi agar tak sampai ketahuan. Selain itu sepanjang pintu yang mereka lewati, ketujuh anak itu juga terus mengecek dalam pintu tersebut karena mereka mencari ruang ganti para anggota Syndicate agar bisa segera menyamar, hingga tibalah mereka dalam keadaan terdesak ketika tiap sisi koridor berisi para anggota Syndicate yang hendak lewat. “Gawat...” ujar Silvi menelan ludah. “Lewat sini” Yessi menunjuk lubang angin di bawah tembok. Keenam anak itu akhirnya memasuki lubang angin tersebut dan menutup pintu lubang angin itu lagi. Terpaksa, mereka meneruskan petualangan mereka lewat jalur tersebut. Jalur angin itu ternyata cukup besar di dalamnya, tapi jalurnya yang naik turun membuat keenam anak itu kesulitan melewatinya. Kini nampaknya mereka berada di jalur angin bagian atas ruangan karena tampak celah yang menunjukkan tiap ruangan di bawah mereka sehingga keenam anak itu dapat mengintip apa saja yang berada di ruangan di bawah mereka. “Teman-teman, berhenti...” ujar Rio tiba-tiba. Keenam anak itu segera mengintip melalui celah di bawah mereka, kini mereka berada di atas sebuah ruangan yang cukup besar. “Astaga...” ujar Fina tak percaya. Tampak Nanang dan yang lainnya sedang diinterogasi oleh 6 orang anggota Syndicate dengan penampilan yang jauh berbeda dengan para anggota Syndicate yang sebelumnya mereka hadapi. “Siapa orang-orang berinisial I, B, H, G, N, dan A itu?” ujar Yusuf menelan ludah, ia merasakan firasat buruk.
            “Jadi, benar kalian adalah para survivor dari pulau Jawa, ya? Hahaha... Hebat sekali kalian masih sanggup bertahan hidup sampai sejauh ini” ujar N memandangi Nanang dan yang lainnya dengan wajah sinis. “Sepertinya mereka bukan anggota pemerintah, lagipula mereka masih muda. Apa langsung kita bunuh saja?” ujar A bersiap dengan sesuatu di pinggangnya. “Sabar dulu, sepertinya mereka dapat kita manfaatkan” ujar I tiba-tiba, mengamati satu persatu tawanan mereka. “Mereka semua masih muda dan tampak cukup sehat. Bisa kujadikan kelinci percobaan” ujar I akhirnya. “Apa? Bagaimana bisa? Organisasi ini sudah memiliki aku, kan?” ujar G tiba-tiba, wajahnya tampak begitu marah. “Tenang..” ujar H sambil memegang bahu G. “Operasi kita bisa berhasil sejauh ini adalah berkat I. Kau tak perlu mencemaskan apapun keputusannya. Biarkan dia melakukan apa yang dia inginkan” ujar H pada G. “Bos??” ujar G tak memedulikan H, kini memandang pada B. “Aku percaya sepenuhnya pada I” ujar B pelan. “Apa yang mereka bicarakan?” ujar Yusuf tak mengerti. “Entahlah, tapi nampaknya keenam orang Syndicate itu memiliki jabatan yang penting di Markas mereka ini” ujar Rio menduga. Nanang dan yang lainnya tampak pucat. Mereka merasa ketakutan hingga tubuh mereka pun gemetar. “Jangan takut, kami belum akan mengapa-apakan kalian” ujar I tersenyum simpul. “Sebenarnya apa tujuan kalian? Siapa kalian sebenarnya? Kalian tak punya hak untuk memporakporandakan negara orang lain!!!” teriak Nanang tiba-tiba, sekejap tadi ia baru saja berhasil mengalahkan rasa takutnya. Keenam anggota Syndicate di hadapan mereka sejenak terdiam kemudian... “Hahahhaha... Tak berhak, katamu?” keenam orang itu menertawai kata-kata Nanang. “Sialan...” Rio yang mendengarkan nada tawa orang-orang itu tampak tak kuasa menahan amarahnya, ia nampak ingin menghabisi para anggota Syndicate itu. “Rio...” Yessi memegang pundak Rio, memberinya isyarat untuk menahan amarahnya. B yang masih tertawa akhirnya menepuk-nepuk pundak Nanang. “Kau hebat, dari tadi kau berani sekali menyela omongan kami. Hebat... Hebat..” ujar B keras. Nanang mendongakkan kepalanya, memandangi B, bos anggota Syndicate cabang Indonesia itu tanpa rasa takut. “Baiklah, akan kuberitahu apa tujuan kami yang sebenarnya” ujar B sambil berjalan kembali menuju tempat duduknya. “Bos, apa kau yakin mau membeberkan tujuan organisasi kita ini pada orang-orang luar seperti mereka? Bagaimana kalau atasan kita tahu?” ujar N tiba-tiba, menasehati bosnya. “Jangan khawatir N, kau hanya sekretarisku, bukan pengasuhku. Aku tahu apa yang sedang kulakukan. Kurasa tak ada salahnya memberitahukan hal ini pada mereka, karena sebentar lagi pun mereka akan segera menemui ajalnya, ya itu kalau mereka tak berhasil lulus ujian I” ujar B enteng. N segera terdiam mendengar ucapan B. “Dengarkan baik-baik, wahai kalian para survivor yang berhasil sampai di pualu ini, markas organisasi Syndicate di Indonesia” ujar B tiba-tiba, memandangi Nanang, Heru, Gallant, Vian, Inggar, Tanti, dan Angga. “Tujuan kami, para anggota Syndicate adalah menciptakan kiamat” ujar B dengan suara berat, ekspresi wajahnya kini berubah serius. Para anggota Syndicate lainnya yang berada di ruangan itu akhirnya duduk tenang di kursi mereka masing-masing, ikut mendengarkan kata-kata bos mereka, B. Nanang dan yang lainnya menelan ludah, tak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar. Rio, Yusuf, Hana, Silvi, Yessi, dan Fina yang berada di jalur angin, persis di atas ruangan itu sampai menutup mulut mereka saking terkejutnya mendengar kata-kata yang keluar dari mulut B. “Kami berhasil menciptakan skenario yang luar biasa untuk menghancurkan dunia ini. Dan kalian lihat sendiri kan? Awal dari skenario besar ini berhasil, yaitu menjadikan negara kalian menjadi hancur seperti ini karena wabah zombie. Kami menggunakan kapal Poseidon sebagai kedok kami dan mengirim helikopter ke seluruh penjuru negara ini untuk menyebarkan wabah zombie. Kalau kalian mengetahui keadaan di luar negeri, terang saja kalian akan terkejut dan sadar karena hanya negara ini yang terkena wabah zombie” ujar B panjang lebar kemudian mengambil nafas panjang. Ia tampak senang melihat wajah para tawanan mereka yang makin pucat begitu mendengar penjelasan darinya. “Kalian pasti bertanya-tanya, bagaimana cara kami menciptakan  asap beracun yang mampu mengubah manusia menjadi monster, ya... menjadi zombie. Sejujurnya, kami tak membuatnya, kami menemukan spesies baru di antartika, ya... spesies itu bernama Haredas, sebuah monster raksasa yang hanya 10 buah jumlahnya. Nafas mereka beracun dan mampu mengubah makhluk hidup yang menghirupnya menjadi zombie. Di legenda dunia, makhluk yang kami temukan itu lebih dikenal dengan sebutan Yetti” ujar B kini memelankan suaranya. “Dan entah karena alasan apa, kapal Poseidon sudah tidak bisa kami hubungi lagi. Mungkin terjadi kecelakaan yang menyebabkan kapal itu pun akhirnya menjadi korban wabah zombie ini. Bukan hal yang mustahil bila para awak kapalnya berubah menjadi zombie karena kapal itu pun memuat salah satu Haredas, monster pencipta gas beracun itu” ujar B melanjutkan kata-katanya. “Lalu apa tujuan kalian memilih negara ini untuk kalian porak-porandakan seperti ini?” ujar Nanang keras, kembali menyela B. “Hahahaha... Sabarlah anak muda, baiklah kalau kau begitu penasaran. Aku akan langsung ke intinya. Negara kalian terkenal adem ayem, maka dari itu negara ini benar-benar pilihan yang tepat untuk memulai semua rencana ini, rencana yang kami sebut dengan Doomsday Conspiration. Begitu negara ini hancur, kami akan segera melakukan rencana selanjutnya. Kami akan menerbangkan nuklir yang berisi gas beracun ke seluruh penjuru dunia dari sini sehingga ketika seluruh penjuru dunia sudah terkena wabah ini, mereka akan menyerang negara ini, dan terjadilah perang dunia, bukan sekadar perang dunia, tapi perang dunia ketiga ini akan melibatkan semua negara di dunia. Begitu rencana kami berhasil, seluruh pemerintahan di dunia yang sudah hancur akan dengan mudah kami kuasai. Kiamat yang kami ciptakan akan membawa sebuah regenerasi baru, yaitu sebuah bangsa yang hanya dipimpin oleh satu penguasa, yaitu organisasi Syndicate” ujar B tersenyum simpul. “Kalian... Sebenarnya siapa kalian yang sebenarnya?” ujar Heru menelan ludah. “Bukankah sudah kubilang, kami adalah anggota Syndicate” ujar B terkekeh. “Baiklah, kurasa sudah cukup” ujar N sambil memandangi bosnya. “Hahaha... Baiklah... Baiklah” B dan para anggota lainnya akhirnya beranjak dari kursinya. “Tahukah kalian wahai para survivor, beberapa jam lagi nuklir pertama yang akan kami terbangkan ke Korea Selatan akan memulai perang dunia yang sudah kusebutkan tadi” ujar B tiba-tiba membuka gorden di jendela. Cahaya matahari segera masuk dan mengalahkan penerangan di dalam ruangan tersebut. Tampak sebuah mercusuar yang berada di tengah hutan. “Di dalam mercusuar itu ada satu nuklir yang akan kami arahkan ke Korea Selatan” beritahu B lagi. “Baiklah, kuserahkan semuanya padamu, N...” ujar B pelan. “Setelah selesai mengidentifikasi mereka, kirim mereka ke laboratoriumku” ujar I pelan. N yang tak beranjak dari posisinya memberi hormat pada rekan-rekannya yang lain dan bosnya yang perlahan keluar dari ruangan tersebut. Rio dan yang lainnya yang berada di jalur angin sudah tak sabar untuk segera keluar dari sana dan membebaskan teman-teman mereka. “Kalian sudah mendengar semuanya, kan?” ujar N sambil memandangi para tawanannya. “Sekarang bekerjasamalah denganku, aku hanya akan menanyakan hal-hal yang sederhana” ujar N lagi, berjalan pelan mendekati Nanang. “Kumulai dari dirimu, wahai anak muda yang berani” ujar N sambil menatap tajam Nanang. Jdaaaag!!! Tiba-tiba suara keras membahana di ruangan tersebut. N segera mengalihkan pandangannya ke sumber suara, tampak langit-langit ruangan itu jebol dan “Kyaaaa...!!!” N berteriak keras ketika Silvi dan Yessi menyerangnya. N segera dibekuk dan ditali di kursi. “Kalian...” ujar Nanang tak percaya ketika melihat teman-temannya membebaskannya. “Bagaimana kalian bisa tahu kalau kami tertangkap disini, lalu... bagaimana caranya kalian bisa lolos dari monster serupa kuda nil itu, bahkan mendarat sampai sini?” tanya Inggar masih takjub dengan keberadaan teman-temannya. “Lepaskan aku!!!” teriak N keras, meronta-ronta di kursinya. “Berisik!!” Inggar segera menendang kepala wanita itu. Yusuf dan yang lainnya akhirnya menceritakan kronologis apa yang terjadi begitu teman-temannya terhempas ke laut akibat monster yang kini mereka kenal dengan sebutan Haredas itu...
            “Apa? Tidak mungkin... Toni tidak mungkin mati!!!” teriak Tanti tak percaya, wajahnya pucat dan seketika tubuhnya bergetar hebat. Silvi dan Hana segera memeluk Tanti, menenangkannya. “Rina juga...?” ujar Gallant menelan ludah. “Tapi syukurlah kalian bisa selamat, dan sebuah keajaiban kalian bisa sampai ke pulau ini, bahkan menyelamatkan kami” ujar Heru pelan. “Berarti kalian tadi juga mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang bernama B itu?” ujar Angga memastikan. “Ya” jawab Yusuf mantap. “Lalu teman-teman, selanjutnya apa yang harus kita lakukan? Kita sudah terlibat bahkan mengetahui terlalu jauh” ujar Nanang pada teman-temannya yang lain. “Kita selesaikan saja disini” jawab Rio cepat. “Apa maksudmu?” tanya Nanang tak mengerti. “Sekarang tak ada lagi yang bisa kita andalkan selain diri kita sendiri... Dan kita adalah anak muda dari bangsa Indonesia, bangsa yang mereka hancurkan dan jadikan kambing hitam dalam memulai perang dunia ini, ayo kita buktikan kepada mereka, para anggota Syndicate bahwa mereka telah salah memilih lawan, mereka salah karena telah menyepelekan bangsa ini. Kita gagalkan rencana mereka, ayo kita gagalkan Doomsday Conspiration” ujar Rio berapi-api. “Aku setuju!” ujar Vian keras. “Aku juga!! Kita sudah kepalang basah terlibat sejauh ini” ujar Inggar mantap. “Bagaimana?” Nanang memandangi teman-temannya yang lain. Ternyata semuanya setuju. “Baiklah, lalu bagaimana rencananya?” Nanang akhirnya memimpin diskusi kecil tersebut. “Pertama, yang harus kita waspadai adalah keenam orang tadi” ujar Yusuf sambil memandangi N yang masih pingsan. “Benar... Nampaknya kali ini akan jauh lebih berat dari pertempuran terakhir kita ketika membajak kapal Poseidon” ujar Hana setuju. “Lalu ada saran?” tanya Nanang pada yang lainnya. “Sebelumnya kita memang terus menghadapi para anggota Syndicate yang hanya menggunakan senjata saja, meskipun jumlah mereka banyak tapi kita berhasil mengalahkan mereka dengan otak dan keberuntungan kita, tapi kali ini memang berbeda, 6 orang tadi nampaknya adalah orang-orang yang memiliki jabatan penting dalam operasi tahap pertama mereka dan mereka bekerja dengan otak juga, jadi kurasa lebih baik kita menghabisi mereka saja dahulu, para pasukannya belakangan saja karena nampaknya bila kita berhasil menghancurkan kepala ular, ekornya pun akan ikut mati. Bagaimana?” ujar Angga panjang lebar. “Ide yang lumayan. Berarti kita harus mengalihkan perhatian pasukan bersenjata itu agar kita bisa menghabisi para pemimpin mereka itu satu per satu?” ujar Fina memandangi Angga. “Ya, mau tidak mau harus seperti itu. Kita tak mungkin bisa mengalahkan para pemimpin Syndicate itu bila kita terus dikejar pasukan bersenjata mereka” Angga mengangguk-angguk kecil. “Berarti langkah pertama kita adalah mencari gudang senjata?” ujar Gallant pada yang lainnya. “Tenang saja... Persis di sebelah ruangan ini adalah gudang senjata” ujar Silvi ingat ketika tadi ia dan yang lainnya melewati gudang tersebut dari jalur angin. “Bagus. Lalu masalah yang kedua, bagaimana cara kita menggagalkan peluncuran nuklir ke Korea Selatan?” ujar Nanang membuka topik mereka selanjutnya. “Mercusuarnya...” Yusuf menerawang melalui jendela, dan memandangi mercusuar yang tak jauh dari gedung yang kini mereka tempati. “Berarti kita harus membagi kelompok” ujar Yusuf pada teman-temannya yang lain. “Ok, lalu siapa yang mau tetap di gedung ini dan memberi perhitungan pada orang-orang yang telah memporak-porandakan negeri kita?” ujar Nanang pada teman-temannya. Angga, Yessi, Gallant, Heru, Silvi, dan Yessi  mengangkat tangan mereka. “Baiklah, berarti sisanya, yaitu aku, Yusuf, Rio, Hana, Vian, Tanti, dan Fina menuju mercusuar” ujar Nanang mengakhiri diskusi kecil tersebut. Anak-anak itu segera meninggalkan N dan ruangan tersebut, mereka segera masuk ke dalam gudang senjata dan memilih senjata yang akan mereka gunakan. “Teman-teman... kita tak boleh kalah..” ujar Yusuf pada teman-temannya. Akhirnya anak-anak itu pun berpencar.
            Piiip... Piiipp... Tiba-tiba terdengar sirene dan lampu berubah menjadi merah. “Apa ini?” ujar Rio bingung. “Gawat, nampaknya kita terekam oleh kamera pengawas” ujar Tanti sambil memandangi kamera pengawas di dekat mereka. “Tidak apa-apa. Ayo kita terus berlari menuju pintu keluar” ujar Yusuf menenangkan teman-temannya. Ketujuh anak itu pun akhirnya berhasil keluar dari gedung tersebut tapi... “Aku sudah meremehkan kalian...” ujar seseorang dari dalam kegelapan hutan, nampak seorang laki-laki yang berjalan perlahan dari dalam hutan diikuti pasukan bersenjata Syndicate. “Kemampuan kalian bertahan hidup ternyata luar biasa” seorang anggota Syndicate bernama A kini menghadang ketujuh anak tersebut.
            “Sepertinya kita ketahuan” ujar Angga pada teman-temannya yang lain. “Tenang saja, kini kita sudah berhasil menyamar seperti mereka, berompi dan ber helm Syndicate” ujar Heru pelan. Keenam anak yang masih berada di gedung terus mengecek tiap ruangan yang mereka lewati, hingga sampailah mereka ke dalam ruangan yang tak pernah mereka sangka akan mereka temukan secepat itu, ruang bos Syndicate, Mr.B. “Kalian lebih cepat dari dugaanku” ujar seseorang dari balik kursi putar, tak jauh dari pintu masuk. Kursi itu pun memutar, dan tampak Mr. B tersenyum pada ketujuh anak itu. “Sepertinya penyamaran kami sudah tak ada gunanya” ujar Gallant sambil melepas helmnya. “Kalian tahu kenapa aku bisa menebak siapa kalian? Karena tak ada anggota Syndicate yang kuperbolehkan masuk ke ruanganku selain 5 orang yang kalian lihat tadi, G, A, I, H, dan N” ujar Mr.B beranjak berdiri dari kursinya. “Tak usah basa-basi... Sekarang tamatlah riwayatmu!” ujar Inggar garang, mengarahkan senjatanya ke Mr. B. “Kalian ini anak muda yang berdarah panas, ya... Bersabarlah...” ujar Mr. B tetap tenang. Tiba-tiba pintu kembali terbuka dan masuklah G, laki-laki aneh dengan tubuh mirip Frankeinstein. Keenam anak itu mundur dan agak menjauhi G. “Sayangnya aku tak berencana melawan kalian” ujar Mr. B sambil berlalu menuju pintu. “Tunggu!!!” teriak Gallant keras tapi segera dihadang oleh G. “Minggir!!!” Inggar tiba-tiba menendang G, ia dan Silvi segera berlari mengejar Mr. B dan yang lainnya segera menyusulnya tapi G segera menghadang kembali. Wajah G berubah garang karena ia baru saja kehilangan 2 mangsanya, Inggar dan Silvi. “Baiklah, soal Mr. B, kita serahkan saja pada Inggar dan Silvi. Kurasa kita harus menghabisi Frankeinstein ini dulu” ujar Yessi menatap G tajam.
            “Berhenti!!!” Inggar dan Silvi akhirnya berhasil menghadang Mr.B. “Kami takkan membiarkanmu lolos” ujar Silvi ikut mengarahkan senjatanya pada Mr. B. “Keras kepala sekali kalian, aku sudah bilang aku tak berminat melayani kalian” ujar Mr. B, kini dengan wajah serius. “Tenang saja, aku akan menghabisimu dengan cepat” ujar Inggar bersiap dan “Hyaaaat!!!” Inggar mencoba menendang Mr. B tapi Jdag!! Kakinya ditahan oleh seseorang. “Kau?” ujar Inggar tak percaya ketika N menghadang kakinya. “Kau kira aku akan tetap terperangkap di ruangan tadi?” ujar N pelan, kemudian balas menyerang Inggar tapi Inggar segera menghindari serangan N. “Jangan salah, aku juga bisa bela diri” ujar N menatap Inggar tajam. “Baiklah kalau begitu, kuserahkan mereka berdua padamu” ujar Mr. B pada Miss. N, lalu beranjak pergi meninggalkan ketiganya. “Rasakan ini!!!” Silvi tiba-tiba menembak tapi N dengan gesit menendang senjata di tangan Silvi hingga Silvi pun terjatuh. Tanpa disangka Inggar meletakkan senjatanya, ia membuat kuda-kuda. “Sepertinya kita harus melawannya dengan tangan kosong. Silvi, kau pergilah dulu” ujar Inggar nampak bersemangat. “Baiklah” ujar Silvi cepat, kemudian pergi meninggalkan Inggar. “Kenapa kau malah tampak senang?” ujar Miss N memicingkan mata. “Tentu saja aku senang, karena aku merasa sekarang aku mendapatkan lawan yang membuat darahku mendidih” jawab Inggar sambil tersenyum.
            “Mereka terlalu banyak” ujar Yusuf menelan ludah. “Ayo terobos saja” ujar Rio pada yang lainnya. “Kau yakin?” Hana memandangi Rio. “Kita serahkan saja semuanya pada nasib. Kita tak boleh sampai terkepung” ujar Rio mantap. “Baiklah, hitungan ketiga...” Nanang memandangi teman-temannya. “Tiga!!” Akhirnya ketujuh anak itu pun berlari, mereka menerobos sisi hutan lainnya yang tak dijaga oleh para anggota Syndicate. “Kejar dan habisi mereka!!!” teriak A keras.
            “Ayo segera habisi orang ini!!!” Gallant mengarahkan senjatanya pada G. Jdaaag!!! Tiba-tiba dengan mudah, G memukul senjata Gallant dan membuat Gallant ikut jatuh. “Sial... Kekuatannya besar sekali” ujar Gallant tak percaya. “Sudah kuduga, tubuh anehnya ini pasti menyimpan kekuatan yang tak terduga pula” ujar Heru waspada. “kalian terlalu nekat” ujar G akhirnya bicara. “Sepertinya kita harus menghabisinya terlebih dahulu sebelum dia mulai menyerang” ujar Yessi pada teman-temannya yang lain. “Menghabisiku???” G tertawa terbahak-bahak. Tiba-tiba G menatap keempat anak di depannya dengan mata tajam yang makin lama berubah warna menjadi merah dan... “Astaga...” ujar angga tak percaya. Keempat anak itu ternganga dengan apa yang ada di hadapan mereka. G, laki-laki yang mirip Frankeinstein itu tiba-tiba meraung keras, tubuhnya tiba-tiba berubah, otot-ototnya semakin besar, bentuk tubuhnya semakin besar dan sudah tak mirip dengan bentuk manusia lagi. Keempat anak itu sampai menengadahkan kepala mereka karena G yang terus berubah bentuk menjadi lebih besar dan tinggi, menjadi sebuah monster. “Sel dalam tubuhku ini sudah bermutasi dengan sel monster Haredas... Aku bukan zombie, lebih dari pada zombie... Akulah monster yang sebenarnya...” ujar G dengan nada suara berat dan menyeramkan. Yessi, Gallant, Heru dan Angga tak percaya dengan apa yang akan mereka hadapi, sesosok monster nyata. G tertawa nyaring kemudian kembali menatap tajam empat anak di depannya, “Bersiaplah untuk mati...”


To BE CONTINUED....

             

Chapter 10 ini hanya berisi sedikit halaman karena kurasa bagian ini tidak perlu terlalu panjang dan aku sendiri tak ingin memaksakan untuk memanjang-manjangkan cerita. Ha9X... Chapter kali ini hanya bercerita tentang pembongkaran rahasia saja tentang tujuan akhir musuh sekaligus menjadi tujuan berikutnya bagi para survivor yang bertahan. Sebenarnya, kisah ini skalanya besar. Di kala aku masih mengerjakan chapter 5, tiba-tiba di otakku terangkai sebuah pengembangan cerita yang baru, hingga aku merasa butuh 12 chapter lagi untuk bisa menamatkan kisah College of the Death yang sebelumnya kutarget (karena sudah kubuat kerangka ceritanya) hanya 12 chapter saja. Sempat berpikir akan merealisasikan total 24 chapter tapi pada akhirnya lebih baik tidak usah, karena 12 chapter saja seharusnya sudah cukup, maka dari itu kisah yang aslinya masih bisa berkembang jauh lebih luas ini kuputuskan untuk kuselesaikan di chapter 12 saja sehingga ceritanya lebih kupadatkan dan tidak jadi kukembangkan. Ha9X... Ok, terima kasih bagi para pembaca. Liburan benar-benar sudah berakhir!!! Sudah siapkah dengan semester yang baru??? Ok, tetap semangat pokoknya. Semester baru, semangat baru, tujuan baru!!! The Dark Knight dan White Prince undur diri dulu... XOXO... See ya..


·           Karena hidup ini cuma laksana gelembung sabun, kekayaan laksana riak air tertiup angin dan tubuh kita laksana aksara yang dituliskan di air, adakah alasan tuk kita berpaling dari Allah?
·           Apa kabar hati? Masihkah ia embun? Menunduk tawadu’ di pucuk-pucuk daun.. Masihkah ia karang? Berdiri tegar menghadapi gelombang ujian. Apa kabar iman? Masihkah ia seperti bintang? Terang benderang menerangi kehidupan. Apa kabar saudaraku? Semoga Allah senantiasa melindungi dan menjaga dirimu, hatimu dan imanmu hari ini dan untuk selamanya...
·           Sahabat paling baik dari kebenaran adalah waktu, musuhnya yang paling besar adalah prasangka, dan pengiringnya yang paling setia adalah kerendahan hati.
·           Berpikir positif, maka semua kan baik-baik saja. Doa sebelum tidur, mohon ampun apabila ada kesalahan yang kau perbuat hari ini... n_n
·           Ilmu tanpa amalan itu kosong, bak orang yang kehausan, ia sudah mempunyai air tapi ia tak bisa meminumnya


1 komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
ini blog perdana "kempong"... mudah-mudahan dapat menampung saran dan segala unek-unek... ada postingan biodata para anggota kempong juga (eksklusif lho... ) jgn lupa tinggalkan komen yach.... terima kasih... HAH!!!

Pengikut

Blogger templates

Blogroll

Copyright © 2012 keluarga rempongTemplate by : UrangkuraiPowered by Blogger.Please upgrade to a Modern Browser.