College of the Death


Cerita ini hanya fiksi. Kesamaan nama orang dan tempat hanya kebetulan belaka.
Kisah dalam Cerber ini kupersembahkan untuk Teman-teman KEMPONG





Chapter 12
(Final Chapter)


Hold My Hand and Believe Me



            Tanti dan Fina berlari kencang, keduanya terus menghindari serangan Sersan A yang membabi buta. “Hentikan!!!” dari belakang Vian terus mengejar Sersan A. Jdag! Tiba-tiba Tanti terpeleset dan langsung tersungkur ke tanah. “Mati kau!!” Sersan A segera menghunuskan pedang langsung ke arah Tanti tapi... “Aaaaa!!!!” Vian memukulkan batu besar ke kepala Sersan A. Jdag!!! “Aaahhh!!!” Sersan A menjerit kesakitan, kepalanya segera mengucurkan darah. “Tanti, kau baik-baik saja?” Fina segera membantu Tanti untuk berdiri. “Sialan!!!” teriak Sersan A keras. Sersan A kembali mencoba menyerang Tanti, Vian dan Fina secara bersamaan. “Hyaaa!!!” Tanti segera menahan pedang Sersan A dengan balok kayu tapi balok kayu itu segera tertebas. Vian kembali mencoba merubuhkan pohon yang terbakar di dekatnya tapi kali ini Sersan A berhasil menghindar, ia kini lebih waspada karena ia sudah tidak meremehkan Vian, Tanti, dan Fina lagi. Sersan A tiba-tiba berlari kencang ke arah beberapa pohon yang terbakar. “Kalian kira hanya kalian saja yang mampu melakukannya?” teriak Sersan A sambil menebas pohon-pohon di dekatnya. Tanti, Vian dan Fina segera berlari menghindari pohon-pohon yang rubuh tersebut. “Uhuk... Uhuk...” Fina nampanya sudah kecape’an, ia terduduk sambil terus terbatuk-batuk. Sersan A segera mendekati Fina dan bersiap menyerangnya tapi.. “Hyaaa!!!!” tiba-tiba Vian melompat dan menempel di punggung Sersan A. “Sialan!!! Pergi kau!!” teriak Sersan A tak sanggup menggunakan pedangnya karena khawatir akan terkena dirinya sendiri. Sebagai gantinya, Sersan A terus bergerak kesana-kemari agar Vian melepaskannya. “Rasakan ini!!!” Fina dan Tanti menyerang perut Sersan A dengan batu besar. “Hoooeekkk!!!” Sersan A memuntahkan darah, ia terduduk tak berdaya. “Rasakan ini lagi!!!” Tanti mencoba menghantamkan batu besar ke kepala Sersan A tapi Sersan A berhasil bangkit kembali dan menghindar. “Aaaahhh!!!” Sersan A berteriak keras, ia benar-benar murka. Tiba-tiba Sersan A berlari menuju pohon yang terbakar. Vian tak sempat melompat, dan Jdaaggghh!!! Keduanya menabrak pohon terbakar itu dengan keras. Vian akhirnya melepaskan diri dari Sersan A, keduanya segera berguling-guling di tanah. Untungnya Vian tak mengalami cedera atau luka bakar yang serius. Sersan A kembali bangkit, jalannya sempoyongan tapi tenaganya masih belum habis. Ia segera menyabetkan pedangnya ke segala arah. “Orang ini benar-benar...” ujar Vian yang tak tahu lagi bagaimana cara menghadapi Sersan A. “Vian, ayo kita rebut pedangnya lalu kita keroyok dia!” ujar Tanti  sambil bersiap dengan balok kayu yang terbakar di tangannya. “Ok!” jawab Vian cepat. Kedua anak itu segera menyergap Sersan A dari belakang. “Hyaaat!!!” Vian memukul tangan Sersan A dengan kekuatan penuh hingga Sersan A tanpa sengaja melepaskan pedangnya. “Fina... Ambil!!!” teriak Tanti keras. Fina segera mengambil pedang itu dan... “Kurang ajar kalian!!!” teriak Sersan A murka. Jlebbb!!! Fina berhasil menghunuskan pedang langsung ke perut Sersan A. “Hooeeek!!!” Sersan A memuntahkan darah. “Berhasil!!” Vian dan Tanti segera menjauhi Sersan A. “Hosh.. Hosh..” Fina memandangi tangannya yang berlumuran darah. Ia tak percaya baru saja menghabisi nyawa Sersan A. “Ku.. rang ajar..” Sersan A segera terduduk, ia memegangi pedangnya lalu.. “Aaaarrrggghhh!!!” Sersan A menarik lagi pedang itu sambil berteriak kesakitan. “Takkan kuberi kesempatan!!!” Jdaaag!!! Tanti menghantamkan balok kayu yang terbakar ke kepala Sersan A hingga akhirnya anggota Syndicate itu tersungkur ke tanah. “astaga...” ujar Vian tak percaya melihat Sersan A yang ternyata masih mampu bergerak. “Teman-teman... Ayo bakar dia hidup-hidup!!!” teriak Tanti keras. Ketiga anak itu segera berlari ke posisi mereka masing-masing, yaitu di belakang pohon yang terbakar, ketiganya mencoba merubuhkan pohon-pohon itu dan berhasil, pohon-pohon itu berhasil mereka rubuhkan dan seketika Sersan A terbakar, ia mati mengenaskan karena tertimpa pohon-pohon yang berkobar itu. “Akhirnya..” ujar Fina mengambil nafas panjang. “Teman-teman... Ayo kita segera menuju Mercusuar. Tidak ada waktu lagi sebelum nuklir itu mereka luncurkan” ujar Vian mengingatkan. Vian, Fina, dan Tanti segera meninggalkan Sersan A yang telah terbakar, ketiganya menuju Mercusuar yang jaraknya cukup jauh dari posisi mereka berada sekarang.
            Yusuf dan Rio akhirnya memutuskan untuk melanjutkan misi mereka, yaitu menggagalkan peluncuran nuklir. Mereka menaiki tangga dengan cepat dan Jdaggg! Keduanya mencoba untuk mendobrak pintu lantai tiga yang terkunci. “Sekali lagi...  Lebih kuat!!” ujar Rio keras. “Hyaaa!!!” Dengan sekuat tenaga akhirnya kedua anak itu berhasil mendobrak pintu lantai tiga. Lantai tiga ternyata juga berupa satu ruangan besar, lantai tiga merupakan gudang senjata. “Luar biasa...” ujar Yusuf tak percaya melihat banyaknya senjata yang disimpan di dalam kotak kayu, saking banyaknya, kotak kayu itu tertumpuk-tumpuk hingga tinggi sekali. “Suf..” Rio memberikan isyarat, keduanya segera mencari senjata yang cocok buat mereka. Rio membawa banyak granat dan membawa bazooka besar. Yusuf mengambil banyak benda tajam dan hanya membawa senapan mesin. “Baiklah, ayo kita segera naik ke lantai berikutnya. Kita tak boleh membuang-buang waktu disini” ujar Yusuf cepat. Kedua anak itu segera menyusuri koridor yang terbentuk oleh kotak-kotak kayu di dalam ruangan tersebut hingga sampailah mereka ke pintu keluar tapi tiba-tiba pintu itu terbuka sendiri. Keduanya ternganga tak percaya melihat apa yang keluar dari pintu tersebut. “Zombie?” Rio dan Yusuf terdiam. “Graaa...ooo” Para zombie bermunculan dari dalam pintu itu. Mereka banyak sekali hingga membuat Rio dan Yusuf pun mundur. “Rio... Bagaimana sekarang? Ini di luar dugaanku. Tak kusangka kita harus berhadapan lagi dengan para zombie” ujar Yusuf terus melangkah mundur. “Mereka terlalu banyak. Bagaimana kalau kita terobos saja?” ujar Rio nekat. “Jangan... Itu terlalu beresiko. Belum tentu di luar pintu itu juga tidak ada zombienya...” ujar Yusuf menolak. Para zombie yang banyak itu akhirnya segera memenuhi seperempat ruangan, dan sudah tak tampak zombie lagi yang keluar dari pintu itu, tapi tetap saja, para zombie itu sudah terlalu banyak untuk keduanya kalahkan sendiri. “Bagaimana dengan bom asap?” Rio menunjuk kotak kayu berisi bom asap di sebelah mereka. “Tidak... Itu bisa jadi senjata makan tuan kalau kita gagal melarikan diri” tolak Yusuf segera. “Lemparkan granat?” ujar Rio lagi. “Jangan.. Nanti kotak-kotak kayu disini akan berguncang dan mengakibatkan ruangan ini porak-poranda” jawab Yusuf cepat. “Lalu bagaimana?” tanya Rio kehabisan akal. “Kita serang mereka, hancurkan kepala mereka semua hingga peluru kita habis” ujar Yusuf pelan. “Bazookaku?” tanya Rio tiba-tiba. “Itu kita gunakan nanti kalau kita sudah benar-benar terdesak. Ok?” Yusuf memegang pundak Rio. “Baiklah... Aku percaya dengan strategimu. Ayo kita singkirkan para zombie ini secepat mungkin..” ujar Rio sambil menatap tajam para zombie yang kini semakin mendekati mereka.
            “Benar-benar luar biasa..” ujar Mr. B tersenyum lebar, tak mampu mengalihkan perhatiannya pada Nanang. Yessi, Heru dan Silvi terus memandangi sahabatnya itu dari balik kaca. “Baiklah, sepertinya ini akan menjadi sangat menarik..” ujar Mr. B pada Mrs. I. “Kau mau membawanya ke markas besar? Untuk ditunjukkan pada para pemimpin kita?” tanya Mrs. I tanpa basa-basi. “Tentu saja” jawab Mr. B cepat. “Baiklah” Mrs. I segera menekan tombol di dinding kaca. Tiba-tiba ruangan yang didiami oleh Nanang berubah menjadi putih, suhu udara disana tiba-tiba menjadi semakin turun. Nanang tampak kedinginan, ia terus menggigil. “Pasukan!!” teriak Mr. B tiba-tiba. Pasukan bersenjata Syndicate segera memasuki ruang yang didiami oleh Nanang melalui pintu kaca, mereka segera menyemprotkan gas pembeku ke tubuh Nanang. “Hei, apa yang kalian lakukan?” teriak Heru keras. “Kami akan membekukannya” jawab Mrs. I pelan. Yessi dan Silvi ternganga melihat Nanang yang akhirnya dibekukan, kini ia terperangkap dalam balok es  yang menyelimuti tubuhnya. “Lepaskan Nanang, lepaskan dia!!!” Heru segera mendekati Mr. B. “Apa kau ingin kujadikan sebagai kelinci percobaan juga... Ha??” ujar Mr. B melotot tajam. Pasukan bersenjata segera mengangkat balok kayu yang memerangkap tubuh Nanang dan membawanya keluar dari ruangan tersebut. “Heru, sudah... Jangan..” ujar Yessi dan Silvi menarik lengan Heru. “Pasukan, bawa anak ajaib ini ke lantai atas. Bawa dia menggunakan jet Syndicate” ujar Mr. B tegas. Mrs. I dan pasukan bersenjata segera menuju sebuah dinding. Mrs. I menekan beberapa angka sandi di dinding tersebut, lalu terbukalah sebuah pintu. “Ayo kita naik ke lift, setidaknya kalian ingin melihat teman kalian ini untuk yang terakhir kalinya sebelum ia dibawa pergi, bukan?” ujar Mr. B tersenyum simpul. Akhirnya, orang-orang Syndicate itu bersama dengan Heru, Yessi, dan Silvi menaiki lift, mereka membawa Nanang menuju lantai paling atas.
             Yusuf dan Rio terus menembaki kepala para zombie yang semakin mendekati mereka. Para zombie itu bertumbangan tapi seakan tidak ada habisnya, para zombie terus bermunculan dari pintu keluar. “Sialan..” ujar Rio yang kehabisan peluru, ia segera mengambil senapan di kotak kayu di sampingnya. “Gawat... Sepertinya rencanaku takkan berjalan semulus yang kukira” ujar Yusuf terus menembaki para zombie. “Kita tak boleh menyerah” ujar Rio yang mulai kerepotan harus menembak yang mana karena para zombie itu makin mendekati mereka. “Sudah... Ayo lari!!” Yusuf segera menarik lengan Rio dan keduanya berlari menghindari para zombie yang hampir menerkam mereka. Keduanya kini bersembunyi di balik tumpukan kotak kayu. “Bagaimana kalau kita runtuhkan saja tumpukan kotak kayu ini ke arah mereka?” ujar Rio pelan. “Kau yakin? Sebenarnya aku khawatir kalau ruangan ini jadi porak poranda dan menghambat pergerakan kita” jawab Yusuf terus terang. “Ya, tadi ceritanya sama pula dengan kalau aku melemparkan granat ke arah mereka, kan?” ujar Rio ingat kata-kata Yusuf sebelumnya. “Nah, bukankah kau ingat kata-kataku?” ujar Yusuf sambil terus mengawasi para zombie yang mencari-cari mereka. “Sudah, kurasa tidak apa-apa. Setidaknya harus kita coba” ujar Rio yakin. “Rio, sebenarnya kalau kita tak bersuara dan meninggalkan ruangan ini diam-diam, apa mungkin kita akan berhasil lolos?” ujar Yusuf yang tiba-tiba teringat bahwa para zombie tak bisa melihat, hanya bisa mendengar. “Kurasa itu terlalu beresiko. Aku tidak mau mencobanya karena para zombienya terlalu banyak, untuk membuat celah tanpa mengeluarkan suara itu benar-benar mustahil” jawab Rio menolak. “Baiklah kalau begitu, kita runtuhkan tumpukan kotak kayu ini, lalu kita berlari menuju pintu keluar” ujar Yusuf akhirnya setuju. Rio tersenyum, lalu ia bersiap-siap menjatuhkan tumpukan kayu sedangkan Yusuf menyiapkan senjatanya untuk menerobos barisan zombie yang berada di sekitar pintu keluar. “Hitungan ketiga!” ujar Rio keras, memberi aba-aba. “Tiga!!!” Rio segera meruntuhkan tumpukan kayu dan Dddrrrrddd... Yusuf menembaki para zombie yang berada di sekitar pintu keluar. “Ayo Suf!!!” Rio segera menarik lengan sahabatnya itu, keduanya segera berlari sambil terus menembaki para zombie dan akhirnya mereka sampai di pintu keluar tapi para zombie tiba-tiba kembali muncul dan.. “Sial!!” ujar Rio terkejut ketika para zombie itu menarik pakaiannya. “Gawat, bagaimana ini?” ujar Yusuf ketakutan. “Rasakan ini!!” tiba-tiba Rio mengarahkan bazookanya ke pintu keluar dan.. Jdbuaaamm!!! Tembakan dhasyat terjadi, Yusuf dan Rio terpental karena saking dhasyatnya ledakan yang dihasilkan. “Uhuk.. Uhuk!!!” Yusuf terbatuk-batuk sambil melihat sekitar. “Oh.. Sial!!!” ujarnya keras melihat banyak tangan yang menempel di pakaiannya. “Kau baik-baik saja?” ujar Rio mendekati Yusuf. “Ya, aku baik-baik saja” jawab Yusuf sambil melepaskan tangan-tangan putus para zombie itu. “Apa kau tergigit?” tanya Rio lagi, mencemaskan Yusuf. “Tidak..” jawab Yusuf segera bangkit. “Syukurlah” ujar Rio yang kini melihat sekitar. Para zombie yang terkena tumpukan kayu kini mulai bangkit dan pintu keluar tampak berlubang besar akibat tembakan bazooka. “Astaga..” ujar Rio tak percaya. Dari balik lubang pintu keluar itu, tampak para zombie yang masih terus bermunculan dan ada satu sosok lain yaitu seorang anggota Syndicate yang berada di lantai atas mereka, memandangi mereka sambil tersenyum. “Yusuf, lihat itu!!” Rio menunjuk seseorang yang nampak dari lubang pintu keluar, yang berada satu lantai di atas mereka. “Jangan-jangan dia yang terus mengirim para zombie ke ruangan ini?” ujar Yusuf pelan. “Ternyata lantai tiga dan lantai di atas kita ini berhubungan sedekat itu” ujar Rio tak percaya. “Ya, berarti sejak tadi pun kita diawasi oleh orang itu” ujar Yusuf sadar. “Grraaaoo..” Para zombie kembali mendekati mereka. Yusuf dan Rio kembali menembaki para zombie. “Sepertinya kita harus habis-habisan disini!!” ujar Rio keras, bersiap dengan granatnya. “Rio, di ruangan ini banyak mesiu. Kau yakin?” ujar Yusuf memastikan. “ya, aku yakin!” jawab Rio mantap, lalu segera melempar granatnya ke segala arah dan Jdbuaamm!!! Ledakan hebat terjadi, seketika ruangan lantai tiga berkobar. Dan ledakan-ledakan kecil terus bermunculan, membakar para zombie yang ada di ruangan itu. Yusuf dan Rio saling berpandangan, keduanya lupa bahwa para zombie tidak akan mati meskipun hangus terbakar. Para zombie yang terbakar itu segera bangkit dan kembali berjalan mendekati Yusuf dan Rio. “Hyaaaa!!!!” Rio dan Ysuuf kembali menembaki para zombie itu, keduanya menembak ke segala arah. Jduaarrr!!! Ledakan dhasyat kembali terjadi. “Ruangan ini akan segera hangus terbakar... dan hancur” ujar Yusuf menelan ludah. “aaahh..” tiba-tiba Rio terpeleset dan jatuh. Para zombie segera menarik kaki Rio. “Tolong!!!” teriak Rio keras. Yusuf segera menembaki kepala para zombie itu. “Bangun, Io!!” teriak Yusuf sambil melindungi Rio dengan terus menembaki para zombie yang hendak mendekat. Rio kembali bangkit dan membantu Yusuf menembaki para zombie. “Ayo!!!” keduanya kini berlari menuju pintu lantai dua, tapi pintu itu sudah hancur tertutup oleh tumpukan kayu yang terbakar. “Bahkan untuk kembali pun sudah terlambat” ujar Yusuf tak percaya. Para zombie kini kembali mendekati mereka, ruangan yang panas itu kini benar-benar berubah warna menjadi merah, dimana-mana hanya ada api. “Peluruku habis” ujar Rio yang tak mampu lagi menembakkan senapannya. “Peluruku juga” ujar Yusuf sambil melihat-lihat sekitar. “bagaimana ini, Suf.. Bagaimana?” ujar Rio panik. “Bazookamu?” ujar Yusuf meminta Rio menembakkan bazookanya. “Tapi percuma, pintu keluar disana tak mungkin kita capai” ujar Rio memandangi para zombie yang masih saja bermunculan dari lubang pintu keluar. “Tidak apa-apa, setidaknya harus kita coba dulu” ujar Yusuf sambil memegang erat bahu Rio. “baiklah” Rio mengangguk. Keduanya kini kembali berlari sambil menembakkan bazooka ke segala arah, mereka mencoba membuat celah untuk bisa keluar dari ruangan itu. “Gawat..” ujar Rio tiba-tiba ketika ia tak bisa lagi menembakkan bazookanya. “Ada apa?” tanya Yusuf nampak terkejut. “Sudah tidak bisa..” jawab Rio mulai panik, lalu melemparkan bazooka itu ke arah para zombie yang kini mulai mengelilingi mereka. “Yusuf... Bagaimana ini? Bagaimana?” ujar Rio ketakutan, ia menarik-narik lengan Yusuf. “Astaga.. Kita benar-benar terkepung” ujar Yusuf yang tak mampu melihat celah untuk keluar di antara para zombie yang mengepung mereka. Tiba-tiba Yusuf teringat ketika dulu ia bersama teman-teman yang lain mengalami kondisi serupa, saat terperangkap di alun-alun simpang lima, waktu itu ia menyalakan kembang api untuk melarikan diri. Yusuf mencoba berpikir, ia melihat ke segala arah. Tidak ada yang bisa digunakan, semua bahan peledak di sekitar telah hancur lalu pandangan Yusuf beralih ke celana Rio, tampak granat yang ada di kantong celananya. Yusuf segera mengambilnya. “Yusuf, kau mau apa?” tanya Rio bingung saat melihat Yusuf terus memandangi langit-langit. “Rio... Ini akan jadi pertaruhan akhir kita” ujar Yusuf menelan ludah. “Rasakan ini, para zombie!!!” Yusuf tiba-tiba melemparkan granat itu ke langit-langit dan segera mendekap Rio, keduanya segera tiarap. Jduuaaarrr!!! Buuumm!!! Ledakan dhasyat terjadi dan meruntuhkan langit-langit, lantai 4 seketika hancur dan menimpa segala sesuatu di lantai tiga. Yusuf dan Rio terus berlindung agar tak sampai terkena reruntuhan. “Yusuf.. Yusuf!!!” teriak Rio keras ketika merasakan darah yang mengucur di pakaiannya, darah Yusuf. “Yusuf!!!” teriak Rio lagi, ia segera berganti melindungi tubuh Yusuf dari reruntuhan lantai 4 hingga berhenti jatuh. “Hosh... Hosh..” Yusuf mencoba melihat sekeliling, lantai 3 benar-benar hancur luar biasa, api yang sebelumnya berkobar di dalam lantai itu kini mulai padam akibat reruntuhan lantai 4. Rio bangkit berdiri, lalu tersenyum melihat Yusuf. “Syukurlah kau baik-baik saja..” ujar Rio khawatir. “Rio, kita berhasil..” ujar Ysuuf masih mencoba mengambil nafas. Keduanya kini berlumuran darah, tapi mereka masih sanggup berdiri tegak, keduanya masih sanggup bertahan hidup. “ayo... Kita tak boleh buang waktu..” ujar Yusuf mengingatkan Rio. Keduanya kembali berjalan menuju pintu keluar, sesekali kaki mereka tiba-tiba dicengkeram oleh tangan para zombie tapi keduanya berhasil melewatinya. Mereka kini berada di pintu keluar tapi tiba-tiba para zombie kembali bermunculan. Ya, para zombie yang sejak tadi mereka coba kalahkan kini muncul kembali, seakan tidak ada habisnya. Rio dan Yusuf terpana tak percaya, mundur selangkah demi selangkah. Keduanya mencoba melihat sekeliling, tak ada senjata yang bisa mereka gunakan, hanya ada puing-puing reruntuhan, dan itu terlalu berat untuk mereka angkat dan gunakan sebagai senjata. Tubuh mereka yang sudah lemas tak berdaya membuat mereka kini terdesak, keduanya kini kembali dikepung oleh para zombie. Nafas Rio tersengal-sengal, ia benar-benar ketakutan. Rio memandangi Yusuf yang tampak sama pucatnya. “Yusuf.. bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan?’ ujar Rio menarik-narik lengan Yusuf, tapi Yusuf diam saja, ia tak menjawab. Rio semakin panik karena para zombie itu semakin mendekat. “Yusuf!!! Jangan diam saja!! Ayo lakukan sesuatu!! Yusuf!!!” kini Rio mendorong-dorong tubuh Yusuf tapi tetap saja, Yusuf tetap diam, tak melakukan tindakan apapun. “Bagaimana ini? Kita benar-benar terkepung” ujar Rio keras, tanpa sadar ia mengeluarkan air matanya. Rio benar-benar ketakutan. Para zombie itu semakin mendekat dan kedua anak itu masih terdiam dan tak melakukan perlawanan. Rio akhirnya mencoba mengangkat puing-puing reruntuhan di sekitarnya. Ia nampak tak kuat tapi segera melemparkan puing-puing itu ke arah para zombie yang mendekat tapi tetap saja, usahanya sia-sia karena para zombie itu terlalu banyak. “Yusuf, apa yang harus kita lakukan?? Yusuf!!!” teriak Rio keras, ia benar-benar panik karena saking ketakutannya. Yusuf tiba-tiba memandangi Rio dan Rio pun terdiam. Sahabatnya itu tersenyum dan mengulurkan tangannya kepada Rio. Rio tak mengerti tapi ia menjabat tangan sahabatnya itu, air mata mengucur deras di pipi Rio, ia mencoba menahan tangisnya tapi ia tak bisa karena ia kini benar-benar merasa ketakutan dan tak tahu lagi harus berbuat apa, hanya Yusuf, sahabatnya itu yang ia percaya, dan makin lama Rio pun menyadari mengapa sahabatnya itu mengulurkan tangan padanya. “Sudah, Rio... Sudah cukup..” Yusuf mencoba tersenyum, tapi air mata juga menetes di pipinya. Rio mencoba menahan air matanya lagi tapi tetap saja tak bisa karena ia kini sadar akan posisi mereka sekarang, posisi mereka yang terdesak. “Sudah tidak ada yang bisa kita lakukan..” ujar Yusuf pelan, ia menggenggam erat tangan Rio. “Jangan takut.... aku akan menggenggam tanganmu.... Jangan khawatir... Aku takkan melepaskan tanganmu.... Aku takkan meninggalkanmu sendiri... Terima kasih karena selama ini sudah mau menjadi sahabatku, aku senang bisa mengenal dirimu... Pegang tanganku erat dan percayalah padaku... Aku akan terus berada di sampingmu sampai semua ini berakhir..” ujar Yusuf yang kini tak sanggup lagi membendung air matanya. Keduanya saling berpegangan erat dan pasrah terhadap apa yang sedang mereka hadapi karena kini mereka sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi. Para zombie semakin mendekat dan mereka mulai mencoba meraih Rio dan Yusuf. Keduanya berpegangan semakin erat, pasrah terhadap nasib yang akan menimpa mereka dan Grtaak... Grtaak.. Tiba-tiba lantai tiga bergetar hebat. Yusuf dan Rio saling berpandangan, keduanya melihat sekeliling. Ruangan itu benar-benar berguncang dan Jduuaarrggghh!!! Tiba-tiba lantai tiga runtuh, lantai itu hancur dan jatuh menimpa lantai di bawahnya, lantai dua. Yusuf dan Rio segera melihat sekeliling. Puing-puing lantai tiga yang baru saja hancur kini bercampur dengan puing-puing lantai empat. Yusuf segera menarik tangan Rio yang sejak tadi berpegangan erat kepadanya. Keduanya segera berlari di reruntuhan lantai tiga dan empat tersebut menuju sebuah pintu yang terbuka, pintu lift. “Rio... Sepertinya keajaiban baru saja terjadi..” Yusuf tersenyum lebar, ia tak percaya masih diberi kesempatan untuk hidup oleh Tuhan. Rio memandangi belakang mereka, tampak para zombie yang kembali bangkit. “Ayo cepat Suf, mereka kembali bangkit!!” ujar Rio keras. Akhirnya Yusuf dan Rio berhasil menaiki lift. Dengan cepat Yusuf menekan tombol lift, tanpa ragu-ragu ia menekan tombol langsung ke tiga lantai di atas mereka, yaitu lantai lima, ruang tempat peluncuran nuklir. Pintu lift tertutup tepat waktu sebelum para zombie itu masuk ke dalam lift. “Astaga..” Yusuf dan Rio segera terduduk lemas. “Hosh.. Hosh..” keduanya saling berpandangan, tak percaya mereka berhasil melewati kejadian mencekam tadi. Rio dan Yusuf kemudian tertawa, keduanya tertawa terbahak-bahak, bersyukur bahwa mereka masih hidup dan Dooong...!!!! Suara pintu lift terbuka. Yusuf dan Rio bangkit lalu berjalan pelan keluar dari lift, memasuki lantai lima. Tampak seorang laki-laki di ujung ruangan, laki-laki itu pun berbalik, pakaiannya mirip dengan pasukan bersenjata Syndicate, yang membedakannya hanya lencana di dadanya yang bertuliskan H. “Kuucapkan selamat kepada kalian karena telah berhasil melawan pasukan zombie ku dan berhasil sampai ke ruangan ini. Perkenalkan, aku Ir. H” ujar Ir. H memberi salam pada Yusuf dan Rio yang tampak terpana melihat ruangan lantai lima yang luas sekali, dan tampak nuklir raksasa yang tersembunyi di dalam ruangan di atas mereka. Keduanya menengadahkan kepala melihat nuklir tersebut dari langit-langit ruangan lantai lima yang terbuat dari kaca tembus pandang. “Baiklah, sekarang aku lah lawan kalian” ujar Ir. H mengeluarkan senjatanya, sebuah bazooka.
            Kini, Mr. B, Mrs. I, pasukan bersenjata, Yessi, Heru, dan Silvi berada di atas Mercusuar, mereka berada di atap Mercusuar yang membentuk lapangan landasan pesawat. Tampak Nanang yang sedang dibawa masuk oleh pasukan bersenjata ke dalam jet Syndicate. “Dia akan dibawa kemana?” tanya Heru keras. “Dia akan dibawa ke Markas Besar” jawab Mrs. I pelan. Yessi, Heru, dan Silvi tak mampu berbuat apa-apa, mereka hanya bisa memandangi Nanang yang kini sudah berada di dalam jet. “Ucapkan selamat tinggal pada teman kalian itu..” Mr. B tertawa terbahak-bahak. Jet pun segera meluncur dan hilang dari pandangan. Nanang telah dibawa pergi oleh para anggota Syndicate menuju Markas Besar mereka. “baiklah, selanjutnya tinggal kalian...” ujar Mrs. I sambil memandangi Heru, Silvi dan Yessi. “Apa yang akan kau lakukan?” ujar Yessi bersiap bila akan diserang oleh anggota Syndicate. “Kami akan membawa kalian ke Costa Concordia” ujar Mr. B pelan. “Kau mau menawan kami lagi?” tanya Silvi cemas. “Tidak... Seperti yang kubilang sebelumnya, kami akan menggunakan kalian sebagai kelinci percobaan” jawab Mr. B sambil tersenyum. Tiba-tiba terjadi getaran yang membuat lantai landasan bergetar cukup hebat. “Sepertinya teman-teman kalian baru saja memporak-porandakan tiap lantai di dalam Mercusuar ini” ujar Mrs. I geram. “Apa mereka berhasil lolos dari lantai tiga?’ tanya Mr. B pelan. “Entahlah, tapi aku tak peduli. Ir. H pasti akan menghabisi mereka” jawab Mrs. I cepat. “Teman-teman kita yang dimaksud jangan-jangan adalah Fina, Vian, Tanti, Yusuf dan Rio?” Heru memandangi Yessi dan Silvi. “Sayangnya bukan, hanya dua anak laki-laki saja yang berhasil lolos dariku tadi” ujar Mrs. I menanggapi. “Baiklah, kurasa kita tak perlu berlama-lama disini karena sebentar lagi pun nuklir akan diaktifkan, jadi ayo kita kembali ke Kapal” ujar Mr. B sambil berjalan pelan. Pasukan bersenjata kembali menawan Yessi, Heru dan Silvi. Akhirnya mereka semua kembali memasuki lift dan menuju lantai paling bawah. “Apa ini?” ujar Mrs. I tampak jijik melihat darah yang berceceran di dalam lift. “Sepertinya ini darah teman-teman kalian” Mr. B memandangi Yessi, Heru dan Silvi secara bergantian. “Mungkin mereka baru saja menaiki lift ini” ujar Mr. B tersenyum simpul. Akhirnya pintu lift kembali terbuka, dan... Dordordor... Tiba-tiba peluru ditembakkan dari segala arah, beberapa pasukan bersenjata tumbang, sedangkan Mr. B dengan santai berjalan keluar dari lift, tubuhnya seakan tak mempan oleh peluru. Mrs. I, Yessi, Heru dan Silvi masih berada di dalam lift. “Keluarlah!!!” teriak Mr. B keras. Tiba-tiba muncul tiga sosok dari balik pilar lantai 1, Vian, Tanti dan Fina. Ketiganya bersiap dengan senjata mereka. “Jadi masih ada kecoak-kecoak lagi yang bertahan hidup, ya?” ujar Mr. B dengan wajah dingin, perlahan-lahan mendekati ketiganya. “Teman-teman!!” Heru, Silvi dan Yessi segera keluar dari lift. “Rasakan ini!!!” Vian menghantamkan balok kayu yang terbakar ke kepala Mr. B tapi seakan tak merasakan rasa sakit, Mr. B hanya tersenyum lalu Jduaaag!! Dengan kekuatan yang sulit dipercaya, Mr. B meninju Vian hingga terpental menabrak tembok. Fina dan Tanti terkejut, keduanya terdiam di tempat mereka masing-masing. “Astaga...” ujar Yessi, Heru, dan Silvi tak percaya, kepala Mr. B tak berdarah, tapi mengelupas, dan tampak seperti mesin. “Ya.. Seperti yang kalian lihat, Mr. B adalah Cyborg” ujar Mrs. I pelan. Tanti dan Fina terduduk, keduanya ketakutan melihat wajah Mr. B yang perlahan-lahan meleleh, dan tampak mata Cyborg di mata kanannya. Tangan kanan Mr. B menghadap ke Tanti lalu tiba-tiba keluar api besar yang segera membakar tubuh Tanti. “Kyaaa!!!” Fina berteriak ketakutan melihat Tanti meronta-ronta kesakitan karena tubuhnya terbakar. “Sakit, bukan?” ujar Mr. B tanpa ampun. Akhirnya Tanti pun tergeletak di lantai karena ia sudah tak sanggup lagi menahan rasa sakit tersebut. “Sekarang giliranmu!!” Mr. B menghadapkan tangan kanannya ke arah Fina. “Jangan!!! Kumohon jangan!!!” tiba-tiba Yessi berlari dan menghadang. “Kami... kami akan menuruti semua perintahmu... kami akan menjadi kelinci percobaanmu... kumohon jangan sakiti... kumohon jangan sakiti kami” ujar Yessi dengan suara bergetar, ia meneteskan air mata di pipinya saking takutnya dengan apa yang akan terjadi. “Yessi...” Fina menangis melihat Yessi yang mau melindunginya. Vian yang baru saja bangkit pun terkejut melihat Yessi, ia menjatuhkan senjatanya. “Sudah... Jangan beri ampun!” ujar Mrs. I tajam. Mr. B akhirnya menghentikan serangannya, ia tak lagi menghadapkan tangannya pada Fina dan Yessi. “Baiklah... Untuk kali ini akan kuberikan kesempatan” jawab Mr. B pelan, ia kembali berjalan dengan santai menuju pintu keluar Mercusuar. Pasukan bersenjata segera menawan Yessi, Fina, dan Vian. Akhirnya mereka semua keluar dari Mercusuar dan menelusuri hutan yang masih berkobar karena api, mereka menuju kapal Costa Concordia.
            “Kalian hebat, mampu datang kesini tepat waktu, sebelum aku mengaktifkan nuklir ini” ujar Ir. H terkesan dengan Rio dan Yusuf. “Tentu saja. Kami takkan membiarkan kalian meluncurkan nuklir itu. Kami akan menggagalkan rencana Doomsday Conspiration” ujar Rio menatap tajam Ir. H. “Kalian sombong sekali. Dengan tubuh berlumuran darah seperti itu, tidak mungkin kalian bisa mengalahkanku” ujar Ir. H bersiap dengan bazookanya. “Jangan remehkan kami!!” ujar Yusuf keras. “Ini bukan bazooka yang akan meledakkan ruangan ini, tapi ini bazooka yang mengeluarkan gas dingin dan akan membekukan ruangan ini” ujar Ir. H mengarahkan langsung bazookanya ke Yusuf dan Rio, lalu Buum!!! Keduanya meloncat tapi tembakan bazooka tersebut mengenai kaki mereka, dan langsung membeku. “Apa ini?” ujar Yusuf terkejut, kaki kanannya membeku, begitu pula dengan kaki kiri Rio. “Aku menantikan strategi kalian” ujar Ir. H bersiap kembali menyerang. “Huh! Setidaknya senjatamu ini membuat pendarahan di kaki kami berhenti. Terima kasih, ya...” Rio tersenyum sambil mencoba menggerakkan kaki kirinya. “dan kaki ini bisa kami gunakan sebagai senjata!!” Yusuf tiba-tiba menendangkan kaki bekunya ke arah Ir. H tapi Ir. H segera menahannya dengan bazooka dan Chtarrr!! Es di kaki kanan Yusuf pun pecah. “Sialan!” ujar Ir. H kembali bangkit dan menembakkan bazooka bekunya lagi ke arah Yusuf. Rio segera menghadang dan separuh tubuh Rio pun beku. “Hahahaha... Rasakan itu!!” Ir. H tertawa terbahak-bahak. “Tanpa senjata, kalian masih berani berdiri di hadapanku? Jangan melawak!!” ujar Ir. H kembali mengarahkan bazookanya ke Rio. Yusuf melihat ke segala arah, ia mencoba mencari sesuatu untuk menghambat tembakan Ir. H atau bahkan menghentikannya, lalu pandangannya pun tertuju ke langit-langit dan tombol di dekatnya, yaitu tombol pemadam kebakaran. Yusuf segera menekan tombol pemadam kebakaran itu, dari langit-langit keluar air bersamaan dengan Ir. H yang menembakkan bazookanya dan air itu pun berubah menjadi es-es tajam dan Ctasss!! Ctaasss!!! Menancap langsung ke tubuh Ir. H. “Aaaarrrggghhh...” teriak Ir. H kesakitan. Rio beruntung tidak terkena es-es tajam tersebut karena posisinya tidak terjangkau oleh es-es tajam tersebut. Yusuf segera berlari mendekati Ir. H dan ia segera merebut bazooka bekunya. “Bersiaplah...” ujar Yusuf tanpa ampun mengarahkan bazooka itu ke mulut Ir. H. Jduarrr!!! Tubuh Ir. H meledak dengan kuat begitu Yusuf menembakkan Bazooka bekunya. “Berhasil...” ujar Rio tak percaya. Yusuf terduduk lemas kemudian menoleh ke arah Rio. Kini keduanya basah kuyup karena air yang terus menghujani mereka dari langit-langit. Yusuf akhirnya kembali berdiri dan menghancurkan es yang memerangkap tubuh Rio kemudian Yusuf  menekan kembali tombol pemadam kebakaran. Gdaaakk... Tiba-tiba sebuah pintu kembali terbuka. Yusuf dan Rio menatap tajam apa yang muncul dari balik pintu tersebut. “Sial... Mereka muncul lagi?” ujar Rio dan Yusuf tak percaya. Para zombie muncul lagi dari sebuah pintu di dinding. “Sepertinya pintu itu menghubungkan dengan ruangan rahasia di lantai ini. Jadi Ir. H mengeluarkan para zombie dari ruangan itu, ya?” ujar Yusuf mengerti. Yusuf segera menembakkan bazooka beku itu ke para zombie dan berhasil, para zombie itu membeku. “Pintunya, Suf!!” ujar Rio mengingatkan. Yusuf segera menutup pintu rahasia itu sebelum para zombie kembali keluar, dan Jduammm!!! Yusuf berhasil membekukan pintu itu. Rio tersenyum, ia segera melihat ke sekitar, mengecek bahwa sudah tidak ada lagi bahaya yang mengancam mereka. “Yusuf, lihat itu!!” tiba-tiba Rio menunjuk dinding kaca di dekat mereka, keduanya segera melihat pemandangan luar melalui kaca tersebut. Tampak kapal Costa Concordia yang masih berada di tepi pantai. “Kau ingin membajak kapal itu?” tebak Yusuf. “Bukan... Aku ingin menghancurkannya” jawab Rio segera menuju mesin-mesin kendali di ruangan tersebut. “Ya, setidaknya kita berhasil menggagalkan peluncuran nuklir, lalu kau berpikir apa lagi yang harus kita lakukan, bukan?’ ujar Yusuf paham maksud Rio. “Yusuf, lihat ini!!” Rio tampak terkejut dengan tombol di depannya. Ternyata ada tombol yang dapat menembakkan meriam dari Mercusuar. “Jangan-jangan Mercusuar ini sendiri adalah sebuah senjata?” ujar Yusuf tak percaya. “Kita coba saja” ujar Rio segera menekan tombol tersebut dan benar saja, tiba-tiba lantai lima bergetar, dan dari dinding kaca tampak sebuah meriam besar yang sepertinya muncul dari lantai empat. “Apakah Meriam ini bisa diarahkan?” ujar Rio mencoba mengendalikan arah meriam tersebut melalui kemudi mesin di dekat tombol tersebut dan benar saja, ketika Rio emngarahkan kemudi ke kiri, secara otomatis meriam itu bergeser ke kiri. “Sepertinya ruangan lantai empat adalah ruangan putar” duga Yusuf. “Menarik... Menarik..” Rio tampak senang sekali, ia segera mengarahkan meriam itu ke kapal Costa Concordia. “Lihat Suf... Ini akan jadi pemandangan yang keren..” ujar Rio bersiap menembak. “Kau yakin?” ujar Yusuf nampak ragu. “Tentu saja... Lihat ya..” dan Buummm!!! Rio menembakkan Meriam langsung ke arah Costa Concordia dan Jdbuam!!! Dek atas kapal Costa Concordia meledak dengan dhasyat. “Masih belum selesai..” Rio tersenyum senang, ia kembali bersiap untuk menembak dan... Jdbuaaamm!!!
            Ledakan dhasyat kembali meluluhlantakkan Costa Concordia, lambung kapal hancur. Yessi, Heru, Fina, Vian, dan Silvi tak percaya dengan apa yang mereka lihat. “Bagaimana bisa?” Mrs. I ternganga. Mr. B segera memandangi sumber tembakan, yaitu Mercusuar. “Sialan...!!!” ujar Mr. B geram. “Sepertinya teman-teman kalian itu masih hidup dan berhasil menguasai ruang kendali. Ternyata kami terlalu meremehkan kalian” ujar Mrs. I memandangi kelima anak tersebut. “Habisi anak-anak ini!!!” teriak Mr. B murka, memandang kelima anak di depannya itu dengan marah. “Baiklah, sesuai perintahmu” ujar Mrs. I pelan, mengisyaratkan pasukan bersenjata untuk segera membunuh kelima anak tersebut. “Aku akan kembali ke Mercusuar dan menghabisi anak-anak yang berani menghancurkan Costa Concordia” ujar Mr. B keras, ia segera berlari kembali ke Mercusuar. Silvi, Vian, Yessi, Heru dan Fina akhirnya dilepas dan mereka segera diberondong senapan. “Teman-teman... Hitungan ketiga..” Vian memberikan isyarat. “Tiga!!” teriak Vian keras. Segera anak-anak itu berlari memasuki hutan dan pasukan bersenjata pun segera mengejar mereka. Mrs. I tampak kebingungan, ia tak menyangka kalau anak-anak itu akan lari. “Rubuhkan pohon-pohonnya!!!” teriak Vian keras. Kelima anak itu segera menghancurkan pohon-pohon yang terbakar di sekitar mereka dan menjatuhkannya ke arah pasukan bersenjata yang mengejar. “Teman-teman... aku ingin menghabisi Mrs. I” ujar Yessi tiba-tiba, ia segera kembali menuju tempat asal mereka. Vian dan yang lain tak mampu mengejar Yessi karena mereka harus berkonsentrasi mengalahkan pasukan bersenjata yang terus saja menembakkan peluru ke arah mereka. “Hyaaa!!!” tiba-tiba dari belakang Yessi menghantamkan balok kayu yang membara ke kepala Mrs. I hingga anggota Syndicate itu pun tersungkur. “Aaahh...” teriak Mrs. I kesakitan. “Aku takkan mengampunimu!!!” Yessi segera menindih tubuh Mrs. I dan mencekik lehernya. “Rasakan ini!!! Mati kau!!!” teriak Yessi tanpa ampun. “Ohok.. Ohok...” Mrs. I kesulitan bernafas, ia benar-benar tercekik. “Ini balasannya atas apa yang telah kalian perbuat pada negeri ini!!!” teriak Yessi keras. “Dasar anak kurang ajar!!!” Mrs. I mencoba melepaskan diri tapi ia tak mampu mengalahkan kekuatan Yessi. “Apa kau bilang? Kalian yang tak tahu diri!!!” Yessi mencekik Mrs. I semakin kencang. “Ohok... Ohok... Meskipun kalian berhasil mengalahkan kami bahkan menggagalkan peluncuran nuklir, tapi tetap saja kalian sudah hancur!! Negara ini sudah hancur!!! Dan jangan coba-coba meremehkan Syndicate!!!” teriak Mrs. I berwajah merah karena kehabisan nafas. “Organisasi busuk kalian ini akan mendapatkan balasan yang setimpal!!! Kalian semua akan masuk neraka!!” teriak Yessi keras. “Syndicate adalah organisasi yang kuat!!! Kami terbentuk dari para revolusioner dunia, kami tidak berkebangsaan, kami lah yang akan menciptakan dunia yang baru, dunia yang... Ohok.. Ohok..” Mrs. I kembali terbatuk-batuk. “Dasar!!! Mati kau!!!” Yessi mencekik Mrs. I tanpa ampun. “Pada akhirnya, perang dunia ketiga akan tetap terjadi!!! Karena Syndicate ada di seluruh dunia, markas kami ada dimana-mana, anggota kami tersebar di semua negara!!! Kecoak-kecoak seperti kalian hanyalah hambatan yang tak berarti!!! Sudah 30 tahun organisasi ini berjalan dan takkan semudah itu kalian para anak kecil dapat menggagalkan rencana Doomsday Conspiration ini!!!” teriak Mrs. I dengan suara bergetar. Drrrddd... Drrrddd... tiba-tiba terdengar suara peluru mendekat, Yessi segera menjadikan tubuh Mrs. I sebagai tameng dan benar saja, Mrs. I segera menjadi sasaran tembakan pasukan bersenjata yang tiba-tiba kembali muncul. “Sial..” ujar Yessi yang sadar bahwa Mrs. I sudah mati dan ia tak bisa melampiaskan kemarahannya lagi. Vian, Fina, Heru dan Silvi kembali muncul, mereka menembaki pasukan bersenjata yang mencoba menyerang Yessi. “Kami merebut senjata ini dari pasukan bersenjata yang sudah mati. Ambil senapan di dekatmu dan kemari!!!” teriak Fina keras, terus menembak. Yessi segera berlari dan mengambil senjata terdekat. Ia segera bergabung dengan teman-temannya dan ikut menembaki pasukan bersenjata. “Lalu, bagaimana selanjutnya?” teriak Heru keras. “Kita lari... Ayo!!!” teriak Vian keras. Akhirnya kelima anak itu kembali memasuki hutan dan lari dari kejaran pasukan bersenjata.
            “Luar biasa.. Kapal itu benar-benar hancur” ujar Yusuf sampai menempelkan wajahnya di kaca untuk memastikan bahwa Costa Concordia telah hancur akibat tembakan meriam yang dilancarkan oleh Rio. “Begini aku baru puas” ujar Rio senang, berjalan mendekati Yusuf. Chiiitt... Tiba-tiba pintu lift terbuka dan segera masuk seseorang yang mereka kenal. “Mr. B?” ujar Rio dan Yusuf bersamaan, tak percaya siapa yang berada di hadapannya sekarang. “Ternyata kalian lah orang-orang yang sudah menghancurkan Mercusuar dan kapalku” ujar Mr. B murka. “Wajahnya...? Apa dia seorang Cyborg?” ujar Yusuf menelan ludah. “Aku takkan berbasa-basi lagi” Mr. B berjalan dengan cepat menuju mesin kendali lalu dengan cepat pula menekan sebuah tombol. “Tidaaakkk!!!” teriak Rio dan Yusuf yang terlambat menghentikannya. Nuklir baru saja diaktifkan. “Sekarang... Tamatlah riwayat kalian...” Mr. B memandangi dua anak itu dengan tajam dan Graaak!!! Mr. B meluncur dengan cepat, sepatunya mengeluarkan api, ia melayang di udara dan mencekik leher Yusuf dan Rio bersamaan dan Chaaar!!! Mr. B melesat keluar, menghancurkan dinding kaca, dengan cepat menembus langit dan bersiap melepaskan cekikannya. “Sayangnya kalian akan mati disini... jatuh dari langit..” ujar Mr. B dengan suara berat. Rio dan Yusuf memandangi bawah mereka, benar, mereka kini berada di langit, melayang bersama Mr. B. “Tapi sayangnya aku ingin membuat kalian merasakan penderitaan dulu” ujar Mr. B tajam, kembali melayang-layang di udara sambil terus mencekik leher Yusuf dan Rio. “Aaarrrggghh” keduanya meronta-ronta kesakitan. “Baiklah... Kau dulu yang mati!!!” teriak Mr. B melepaskan cekikannya pada Yusuf dan “Aaaaaahhhh!!!” Yusuf berteriak keras ketika ia jatuh dari langit tapi Blep!!! Yusuf berhasil berpegangan pada Mercusuar yang berada di luar lantai empat. “Nampaknya temanmu itu beruntung” ujar Mr. B pada Rio, kemudian melayang terbang dan mendarat di atap genteng Mercusuar. Mr. B melemparkan Rio dan Rio pun tersungkur di atas genteng, hampir saja ia jatuh dari atas Mercusuar. “Mr. B berjalan pelan mendekati Rio lalu menginjak-injak tubuh Rio dengan kejam. Grrrdddrrr... Tiba-tiba genteng Mercusuar bergetar hebat, nampaknya peluncuran nuklir akan segera terlaksana. Tiba-tiba Yusuf muncul, ia baru saja mendaki dari Meriam lantai empat. “Hosh.. Hosh...” Yusuf segera berlari ke arah Mr. B dan memukulinya tapi percuma, Mr. B tak merasakan apa-apa. “Hyaaa!!!” tiba-tiba dari belakang Rio menghantamkan genteng ke kepala Mr. B tapi hal itu pun percuma. “Kalian takkan bisa mengalahkanku... Apalagi dengan tangan kosong begitu” ujar Mr. B sombong. “Matilah!!” Mr. B segera memukul Rio dengan keras hingga ia pun jatuh tapi tangannya segera berpegangan pada tepi genteng. Angin yang kencang di atas Mercusuar membuat tubuh Yusuf tidak stabil, ia terhuyung-huyung berjalan mendekati Mr. B tapi Jdaaag!!! Yusuf dihantam terlebih dahulu oleh Mr. B. “Keras kepala sekali” ujar Mr. B menghadapkan tangan kanannya pada Yusuf dan Brruuurr.... Api menyembur tapi Yusuf berhasil menghindar. “Menarik... Menarik...” Mr. B tampak menikmati pertarungan tersebut. Ia kembali meluncur dan mencekik Yusuf lalu melayang ke udara dan mendarat di landasan pacu. Tampak beberapa jet disana. Yusuf mencoba meronta-ronta agar bisa melepaskan diri tapi percuma, Mr. B terlalu kuat. Yusuf tak kehilangan akal, ia ingat tadi di lantai tiga ia menyembunyikan banyak benda tajam di kantong celananya. Yusuf segera mengambilnya “Aaaahhh!!!!” Yusuf segera menancapkan pisau-pisau itu ke lengan Mr. B tapi ternyata percuma, Mr. B tak merasakan apa-apa. “Rasakan ini!!!” teriak Yusuf keras sambil menancapkan pisau itu ke mata Mr. B dan Bzzzttt... Mata Mr. B rusak. “Hahahhaha...” Yusuf tertawa keras karena ia merasa berhasil melukai Mr. B. “Jangan senang dulu...” Mr.B mencekik Yusuf lebih kencang. “Aaaarrgghhh!!!” Yusuf meronta-ronta kesakitan, tanpa sadar ia menjatuhkan pisau-pisau di tangannya. “Rasakan ini!!” Jduag!!!” Mr. B meninju perut Yusuf dengan keras. “Hoooeekk!!!” Ysuuf memuntahkan darah persis di wajah Mr. B. “Dasar lemah...” Mr. B tersenyum melihat Yusuf yang nampak mulai kehabisan tenaga. “Sial...” ujar Yusuf tak percaya bahwa ia sudah tak bisa melakukan apa-apa lagi. Padangan matanya mulai berkunang-kunag dan Yusuf mulai kehilangan tenaganya. Di sisi lain, Rio berhasil mencapai atap genteng lagi, ia segera meluncur dan melompat ke landasan pacu di sebelahnya. Rio melihat ke segala arah, hanya tampak jet saja disana. Rio akhirnya menaiki jet itu dan mencoba menggerakkannya. “Bertahanlah, Suf..” ujar Rio sambil menghidupkan mesin. “Kali ini giliranku menolongmu... Meski aku belum pernah mengendarai jet, tapi aku yakin Tuhan selalu bersama kita” ujar Rio sambil mempelajari mesin-mesin di dekatnya. Otak Rio segera berpikir cepat, ia segera lepas landas. “Matilah kau... Mr. B!!!” teriak Rio keras. “Lemah sekali...” Mr. B akhirnya melemparkan Yusuf yang tampak tak berdaya lalu Mr. B mengarahkan tangan kanannya pada Yusuf tapi tiba-tiba terdengar suara bising di dekatnya. Saat menoleh semuanya sudah terlambat, sebuah jet melaju ke arahnya, Mr. B mencoba terbang tapi Jdaaagg!!!! Jet itu menabraknya dengan keras. Tubuh Mr. B segera hancur berkeping-keping. “Berhasil!!!” teriak Rio tak percaya, ia segera menekan tombol penyelamatan darurat, dan kursi kemudinya segera terlontar ke udara. Jet yang kini tak diawaki siapapun itu akhirnya jatuh ke laut dan tenggelam. Parasut membawa Rio kembali mendarat di landasan pacu. Ia segera berlari mendekati Yusuf yang ternyata sudah bangkit berdiri. “Kau hebat..” ujar Yusuf terbatuk-batuk. “Kita berhasil mengalahkannya” Rio segera memeluk Yusuf. “Senang-senangnya nanti saja... Ayo kita hentikan peluncuran nuklirnya. Sudah tidak ada waktu lagi” ujar Yusuf pada Rio. Akhirnya kedua anak itu berlari menuju pintu lift dan segera menuju lantai lima. Keduanya tak membuang waktu, mereka segera menuju mesin kendali dan mencoba menekan tombol pembatalan, tapi tidak berfungsi. “Astaga... Apa yang terjadi... Tidak mungkin..” ujar Yusuf tak percaya. “Apa kita sudah tak bisa menghentikannya?” ujar Rio pucat. “Masih ada cara, kita harus memotong kabelnya, kabel nuklir tersebut” ujar Yusuf tiba-tiba. “Haaah? Kau kira kita akan menghentikan bom?” ujar Rio ragu dengan kata-kata Yusuf. “Sudah, percaya saja padaku” ujar Yusuf segera berlari menuju lift. Rio mau tak mau akhirnya mengikutinya. Keduanya kini berada di ruang nuklir, mereka segera menaiki tangga untuk menuju puncak nuklir. Yusuf dan Rio semakin mempercepat langkah mereka, keduanya berharap dapat kembali menciptakan sebuah keajaiban. Akhirnya keduanya berada di puncak Nuklir. Gradakk.. Gradaak... Langit-langit di atas mereka, yaitu atap genteng dan landasan pacu pun terbuka. “Gawat...” ujar Rio yang merasa kehabisan waktu. “Masih sempat!” Yusuf segera membuka kotak di dinding nuklir, terdapat banyak kabel di sana. “Yusuf, bagaimana ini? Kabel yang mana?” ujar Rio bingung. Yusuf diam saja, ia mencoba mengecek kabel yang mana yang harus mereka putus. “Sepertinya kita harus bertaruh lagi” ujar Yusuf akhirnya. “Apa maksudmu?” ujar Rio tak mengerti. “Sejujurnya aku juga tak tahu kabel mana yang harus kita putus” beritahu Yusuf pelan, sambil terus memperhatikan tiap kabel. Rio pun terdiam, ia sadar bahwa mereka sudah tak punya waktu lagi. Nuklir pun mulai bergetar, siap untuk meluncur. “Apapun pilihan kita, semuanya sama beresikonya. Kalaupun nuklir ini tetap meluncur, Mercusuar ini pasti akan hancur dan kita akan mati, jadi kita harus bertaruh” ujar Yusuf sambil memegang bahu Rio. Rio mengangguk, ia mencoba tersenyum. “Sekali lagi kita berada di ujung tanduk, dan sekali lagi pula aku akan percaya padamu” ujar Rio sambil menggenggam tangan Yusuf. “Terima kasih karena sudah mempercayaiku... Terima kasih” ujar Yusuf terharu. Akhirnya Yusuf pun memutuskan semua kabel yang ada di dinding nuklir itu. “Daripada memilih satu kabel atau hanya memilih warnanya saja, lebih baik kuputus semua kabelnya!!!” ujar Yusuf tanpa ragu. Rio menelan ludah, ia gemetar ketakutan dan....
            “Berhenti...?” ujar Fina pelan. Kini Fina, Yessi, Vian, Heru dan Silvi berada di tengah hutan, mereka telah berhasil lari dari pasukan bersenjata yang mengejar mereka. “Nuklirnya tidak jadi meluncur” ujar Vian masih tak percaya. “Tak kusangka Yusuf dan Rio tadi berhasil mengalahkan Mr. B dengan menabraknya menggunakan jet, kali ini keajaiban kembali terjadi, mereka berhasil menggagalkan peluncuran nuklir ke Korea Selatan” ujar Heru masih menatap Mercusuar. “Teman-teman... Masih belum berakhir... Nanang masih disekap oleh para anggota Syndicate” ujar Yessi mengingatkan teman-temannya. “Dan apa kalian tahu, Nanang adalah obat bagi wabah ini, wabah zombie” ujar Silvi menambahkan. “Apa maksudmu?” tanya Vian tak mengerti. Akhirnya Heru, Silvi dan Yessi menceritakan apa yang terjadi pada Nanang. Tapi tiba-tiba langit di atas mereka berubah warna menjadi merah.
            “Yusuf... Kau berhasil... Kau berhasil!!!” ujar Rio menepuk-nepuk kepala Yusuf saking senangnya. “Ini juga berkat kau...” ujar Yusuf tertawa. Kedua anak itu akhirnya merebahkan diri di lantai dan memandang langit. “Aaaahhh... Akhirnya berakhir sudah...” ujar Yusuf sambil menghembuskan nafas panjang. “Sekali lagi kau menyelamatkanku” ujar Rio senang. “Hahahaha... Iya, kalau dihitung sudah berkali-kali aku menyelamatkanmu. Dimulai dari saat aku menyelamatkanmu di laut” ujar Yusuf ingat. “Oh iya, tapi aku tidak ingat. Memang bagaimana ceritanya kau bisa membawaku sambil menyelam?” tanya Rio penasaran. “Hahaha.. Kalau kuceritakan, kau pasti aka marah” ujar Yusuf tertawa. “Ayo, ceritakanlah!” ujar Rio memaksa. Akhirnya Yusuf pun menceritakannya dan benar saja, Rio marah. “Aaah... Aku menyesal telah mengetahuinya” ujar Rio berwajah pucat. “Hahahha... Sudahlah, anggap saja kata-kataku tadi itu sebagai lelucon karena kita sekarang baru saja lolos dari maut dan baru saja menyelamatkan dunia. Aaaahhh... Andai nama kita tercatat di dalam sejarah” ujar Yusuf tertawa. “Aaaahhh... Kau ini” ujar Rio tertawa, kembali memandangi langit yang kini berubah warna menjadi merah. “Oooooh... Tidak...” Yusuf dan Rio terpana melihat langit, sadar bahwa semuanya belum berakhir, bahkan baru saja dimulai
            Vian, Fina, Heru, Yessi dan Silvi tak percaya melihat nuklir-nuklir yang meluncur di atas langit, mereka sadar bahwa ternyata masih banyak nuklir di luar sana, bukan Cuma di Mercusuar pulau ini. “Berarti hanya Korea Selatan saja yang terselamatkan?” ujar Yessi menelan ludah. “Kita gagal...” ujar Vian terduduk lemas. “Syndicate berhasil melancarkan nuklir ke seluruh penjuru dunia” ujar Fina tak kuasa menahan air matanya. “Teman-teman... Lihat!!!” Heru menunjuk pesawat tempur raksasa yang tiba-tiba muncul dan mendekati Mercusuar. Lambang S besar tampak di lambung pesawat itu. “Syndicate?” ujar Fina tak percaya. “Apa lagi yang akan terjadi? Ya Tuhan...” Vian menelan ludah, ia merinding ketakutan. Langit merah, pemandangan nuklir yang beterbangan dan ditambah pesawat raksasa Syndicate yang tiba-tiba muncul itu membuat suasana tiba-tiba menjadi mencekam. “Apa ini yang disebut dengan kiamat?” Yessi meneteskan air matanya, ia benar-benar tak tahu lagi harus berbuat apa. “Ternyata mereka memang terlalu kuat...” ujar Silvi terus memandangi pesawat yang kini benar-benar tampak jelas di langit. “Teman-teman... Bukankah Yusuf dan Rio masih berada di dalam Mercusuar?” ujar Heru ingat. “Ayo selamatkan mereka!!” teriak Heru lagi. Kelima anak itu segera berlari menelusuri hutan yang masih berkobar karena api. “Sialan!!!” ujar Vian meneteskan air matanya, ia sadar bahwa pada akhirnya tetap saja mereka telah kalah. “Kita sudah kehilangan teman-teman kita, bahkan kita tak mampu melindungi Nanang, kali ini kita tak boleh kehilangan Rio dan Yusuf!!” teriak Yessi keras. Tiba-tiba air menetes dari langit. Gerimis turun. Di tengah-tengah langit yang masih berwarna merah, dan nuklir yang masih beterbangan dari segala penjuru, hujan turun membasahi pulau itu. Heru, Vian, Fina, Silvi dan Yessi menghentikan langkahnya. Kelimanya melihat sekitar, hutan yang sebelumnya berkobar kini mulai padam. Api mulai menghilang. “Teman-teman... Ini jawaban Tuhan... Tuhan masih memberikan kesempatan pada kita. Kita pasti bisa menciptakan keajaiban!!” Heru memandangi teman-temannya. Kelimanya saling tersenyum satu sama lain dan akhirnya mereka kembali berlari menuju Mercusuar.
            Hujan turun membasahi Mercusuar dan Nuklir. Yusuf dan Rio basah karena hujan, keduanya berdiri memantug sambil terus menatap langit. “Hujan ini...” ujar Yusuf yang merasakan kelembutan di setiap bulir air yang menetes di tubuhnya. “Rasanya benar-benar damai sekali” Rio kembali meneteskan air matanya. Keduanya merasakan perasaan damai yang luar biasa ketika air hujan membasahi tubuh mereka. “Sepertinya sudah tiba waktu kita” ujar Yusuf pelan. “Iya... Dan aku tidak menyesali apapun yang sudah kulakukan” Rio mencoba tersenyum. Keduanya lalu saling memandang dan mencoba tertawa, keduanya mencoba tertawa sekeras-kerasnya. “Setidaknya kita sudah melakukan hal yang kita bisa” Yusuf terus tertawa. “Iya... Kalaupun ini akhir dari kita, tidak apa-apa... Aku sudah cukup bersyukur” Rio juga masih tertawa. Lalu tiba-tiba sekitar mereka berubah warna menjadi gelap. Pesawat raksasa tepat di atas mereka, membayang-bayangi Mercusuar. Yusuf dan Rio menengadah memandangi pesawat itu. “Keduanya tak terkejut melihat simbol S besar di lambung pesawat tersebut. “Suf, apa kita telah kalah?’ tanya Rio pelan. “Tidak... Kita tidak kalah” jawab Yusuf hangat. Keduanya kembali saling memandang, kemudian tersenyum. Rio dan Yusuf kini menutup mata mereka secara perlahan dan memasrahkan diri terhadap apa yang akan terjadi selanjutnya.
            Pesawat raksasa itu tiba-tiba mengeluarkan meriam raksasa dari lambung pesawat dan menembak Mercusuar dari atas. Jdbuaaamm!!! Mercusuar hancur seketika, luluh lantak dan rata dengan tanah. Yessi, Heru, Vian, Silvi dan Fina terkejut melihat Mercusuar yang baru saja dihancurkan oleh Pesawat raksasa itu. Kelimanya menghentikan langkahnya saking shocknya dengan apa yang baru saja terjadi. Kelimanya pun berteriak keras, “Yusuf....!!!! Rio.....!!!!”



THE END ?


            


Yes!!!! Akhirnya selesai juga kisah ini. Aaaahh... Aku senang sekali akhirnya bisa menyelesaikan kisah yang panjang ini. Kalau digabung dari chapter 1 sampai chapter 12 ini pasti akan benar-benar tebal dan sudah pantas disebut dengan novel. Huahahaha9X... Ok, terima kasih atas dukungannya selama ini bagi para pembaca. Semoga semuanya puas dengan akhir kisah College of the Death ini (yang berakhir dengan Cliffhanger) Kalau G puas, silakan berimajinasi sendiri (Ha9X... Inilah alasan kenapa di beberapa chapter sebelumnya dulu aku pernah bilang kalau aku butuh 12 chapter lagi untuk benar-benar menamatkannya karena alur ceritanya yang berkembang di luar kendali dalam otakku. Ha9X... Karena awalnya aku sebenarnya hanya berniat untuk menulis sebuah kisah survival pada masa Apocalypse saja, tapi ternyata beginilah pada akhirnya, berkembang ke alur yang lebih besar dan kompleks, tapi tetep kupadatkan saja pada akhirnya seperti rencana awal, yaitu 12 chapter) Dan kisah chapter terakhir ini menjadi halaman yang terpanjang, hehe... (tanganku pegel sekali menulisnya, tapi aku menikmatinya. Ha9X...) Setelah ini, Rempongs on the Week season 2 akan hadir. The Dark Knight dan White Prince undur diri dulu... XOXO.. See Ya...



·           Bila “Subuh” utuh, pagi tumbuh, hati teduh, pribadi tidak angkuh, keluarga tidak keruh maka damai berlabuh. Bila “Dhuhur” teratur, diri jadi jujur, hati tidak kufur, rasa hati selalu bersyukur, amal ibadah tidak udzur, keluarga akur maka pribadi jadi makmur. Bila “Ashar” kelar, jiwa jadi sabar, raga jadi tegar, senyum menyebar maka rejeki lancar. Bila “Maghrib” tertib, ngaji jadi wajib, wirid jadi karib, jauh dari aib maka syafaat tidak raib. Bila “Isya” terjaga, malam bercahaya, gelap tidak terasa, Insya Allah hidup damai sejahtera. Semoga Allah selalu memberi jalan terang di setiap langkah hidup kita. Amin...
·           Miliki “HATI” yang tidak pernah “MEMBENCI”, Miliki “SENYUM” yang tak pernah “MEMUDAR”, Miliki “KATA” yang tak pernah “MENYAKITI”, Miliki “SAHABAT” yang tak pernah “MELUPAKAN”
·           Karena Allah cinta, maka di titik terlemahlah ujian menyapa. Karena Allah sayang, maka di saat terakhirlah pertolonganNya datang. Karena Allah tahu, maka ditangguhkanlah segala yang kita mau. Terkadang kita merasa diabaikan tanpa menyadari bahwa sungguh tiada satupun perjuangan kita yang Allah sia-siakan. Bukanlah Allah tak mendengar doa kita, hanya saja Allah tahu apa yang terbaik bagi kita. Mari melangkah untuk yang terbaik yang bisa kita lakukan hari ini.



0 komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
ini blog perdana "kempong"... mudah-mudahan dapat menampung saran dan segala unek-unek... ada postingan biodata para anggota kempong juga (eksklusif lho... ) jgn lupa tinggalkan komen yach.... terima kasih... HAH!!!

Pengikut

Blogger templates

Blogroll

Copyright © 2012 keluarga rempongTemplate by : UrangkuraiPowered by Blogger.Please upgrade to a Modern Browser.